Selina harus menerima kenyataan bahwa dirinya ternyata menjadi istri kedua. Tristan suaminya ternyata telah menikah siri sebelum ia mempersuntingnya.
Namun, Selina harus berjuang untuk mendapatkan cinta sang suami, hingga ia tersadar bahwa cinta Tristan sudah habis untuk istri pertamanya.
Selina memilih menyerah dan mencoba kembali menata hidupnya. Perubahan Selina membuat Tristan perlahan justru tertarik padanya. Namun, Selina yang sudah lama patah hati memutuskan untuk meminta berpisah.
Di tengah perjuangannya mencari kebebasan, Sellina menemukan cinta yang berani dan menggairahkan. Namun, kebahagiaan itu terasa rapuh, terancam oleh trauma masa lalu dan bayangan mantan suami yang tak rela melepaskannya.
Akankah Sellina mampu meraih kebahagiaannya sendiri, atau takdir telah menyiapkan jalan yang berbeda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
08. Sikap Tristan yang mulai berubah.
"Loh Mas, kamu ngapain ada di sini?" tanya Sellina, matanya membulat karena kaget.
Jantungnya berdegup kencang. Bertemu Tristan di tengah hujan deras seperti ini adalah sebuah kejutan besar.
Dulu, jangankan menawarkan tumpangan, Tristan bahkan tak sudi menyapanya jika bertemu di luar rumah. Sikapnya selalu dingin, seolah Sellina hanyalah angin lalu.
Tapi sekarang? Pria itu turun dari mobil, membawakan payung, dan menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Tristan mendekat, melindungi Sellina dari rintik hujan yang semakin deras. Aroma parfumnya yang maskulin menusuk indra penciuman Sellina.
"Aku kebetulan ada urusan di sekitar sini dan melihatmu kehujanan," jawab Tristan, suaranya rendah dan berat.
"Ayo cepat masuk, kamu sudah basah kuyup," ajaknya seraya membukakan pintu mobil. Tatapannya melembut, membuat Sellina terpaku.
Namun, Sellina tetap berdiri di tempatnya. Keraguan berkecamuk dalam benaknya. "Gak usah, Mas. Aku bisa naik taksi. Lagipula aku basah, nanti malah mengotori mobil kamu," tolaknya halus.
'Mungkinkah sikap mas Tristan ini adalah sebuah pertanda? Ataukah hanya sekadar rasa kasihan belaka?' Sellina menggelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan pikiran-pikiran yang mulai berani bermain di benaknya.
Sellina masih merasakan perih di hatinya, luka yang Tristan torehkan belum sepenuhnya mengering. Ia enggan berada satu mobil dengan pria yang telah menghancurkan perasaannya.
Kenapa tiba-tiba Tristan bersikap manis padanya? Padahal, baru kemarin ia menerima tamparan keras itu.
Kata-kata pedas yang merendahkannya, menyebut hijab yang dikenakannya percuma, masih terngiang jelas di telinganya. Luka itu terlalu dalam untuk sembuh dalam semalam.
"Jangan membantah, Sellina. Bagaimanapun kamu istriku," ucap Tristan tegas, memecah lamunan Sellina.
"Apa kata Ibu kalau tau kamu kehujanan seperti ini, dan aku tidak menawarimu tumpangan, hah?"
Sellina tetap membisu, enggan menatap mata Tristan. Namun, tanpa menunggu persetujuannya, Tristan menarik tangannya dan membawanya masuk ke dalam mobil.
Dengan sigap, Tristan berlari menuju kursi pengemudi, menyalakan mesin mobil, dan meninggalkan tempat itu, membawa Sellina bersamanya.
Dari kejauhan, Erza mengamati kejadian itu dengan tatapan penuh minat. Sebuah senyuman sinis tiba-tiba menghiasi bibirnya.
"Menarik," gumamnya, seolah ada rencana tersembunyi yang sedang ia susun.
****
Kediaman Tristan tampak megah dan mewah. Mobil yang mereka tumpangi berhenti sempurna di garasi.
Reykha, dengan wajah berseri-seri, berlari menghampiri suaminya. Ia sudah tak sabar menyambut Tristan di depan pintu.
Namun, senyum di wajah Reykha langsung memudar, sorot matanya berubah merah padam saat melihat Tristan pulang bersama Sellina.
Bahkan, Sellina terlihat mengenakan jas milik Tristan. Amarah dan cemburu berkecamuk dalam hatinya.
Pemandangan di depan matanya terasa seperti tamparan keras. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Tristan membawa Sellina pulang, dan mengapa Sellina memakai jasnya? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar-putar di benaknya, menciptakan badai yang siap meledak kapan saja.
Reykha, dengan segala upaya menutupi gejolak amarah dan cemburu di hatinya, tak ingin kesan baik dan perhatiannya hilang di depan sang suami.
Ia memasang topeng kepedulian, berusaha sekuat tenaga untuk tetap terlihat ramah.
"Loh ... kok kamu basah kuyup begini, Sellina? Cepat masuk dan ganti pakaian, jangan sampai kamu masuk angin," ucap Reykha dengan nada khawatir yang dibuat-buat.
Ia bahkan menggandeng tangan Sellina, membimbingnya masuk ke dalam rumah, seolah mereka adalah sahabat karib yang saling menyayangi.
Tristan tersenyum tipis melihat kedua istrinya yang kembali akur. Pemandangan ini membuatnya merasa lega, seolah beban berat terangkat dari pundaknya.
Ia ikut masuk dan menutup pintu, membiarkan kedua wanita itu berinteraksi. Sementara Sellina, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, langsung melangkah cepat menuju kamarnya di lantai atas, berusaha menghindari percakapan yang tidak ingin ia dengar.
Reykha mendekat ke arah Tristan, senyum manis kembali menghiasi wajahnya. Ia mengambil tas kerja suaminya dan membantu membuka dasinya dengan gerakan lembut.
"Kalian dari mana, kok bisa pulang bareng, Mas?" tanyanya dengan nada penasaran yang disembunyikan.
"Tadi aku gak sengaja ketemu dia di jalan dan dia kehujanan. Jadi Mas ajak dia pulang bareng," jawab Tristan singkat, sambil terus berjalan menuju tangga.
Ia berusaha menghindari tatapan intens Reykha, merasa tidak nyaman dengan situasi ini.
"Kamu sekarang mulai berubah ya, Mas. Bahkan kamu mau pulang bareng dia," ujar Reykha dengan nada menusuk.
Kata-katanya bagai anak panah yang menancap tepat di jantung Tristan.
Tristan gelagapan, merasa bersalah dan terpojok. Tiba-tiba ia merasa suaranya tercekat, sulit untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
"Sudahlah, gak usah bahas itu. Siapkan aku air hangat, aku mau mandi," perintahnya dengan nada dingin, sambil terus menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Reykha menatap punggung Tristan yang menjauh dengan mata berkilat kesal.
Dulu, ia tak pernah sekalipun mencemaskan perasaan Tristan pada Sellina. Namun, melihat mereka pulang bersama, perasaan aneh itu tiba-tiba menyeruak, menyesakkan dadanya.
Tanpa ragu, ia bergegas menyusul Tristan.
****
Mentari pagi menyapa. Seperti biasa, Sellina sudah bangun dan sibuk di dapur.
Hari ini adalah hari pertamanya bekerja penuh waktu hingga sore. Ia menyiapkan bekal, khawatir tak sempat makan siang nanti.
Aachih!
Beberapa kali ia bersin. Flu mulai menyerang, akibat kehujanan kemarin. Namun, semangatnya tak surut sedikit pun.
Ia memasak opor ayam dan perkedel kentang, hidangan yang sering ia nikmati bersama keluarga di desa.
Semua sudah rapi tertata dalam kotak bekal. Tak lama, Tristan turun dan menghampirinya.
"Kau sedang flu, sebaiknya istirahat di rumah," perintah Tristan sambil menuangkan air ke dalam gelas. Ia duduk dan meneguknya hingga habis.
"Gak bisa. Aku udah kerja, gak mungkin aku bolos," jawab Sellina sambil terus membersihkan dan mencuci peralatan masak.
"Apa? Kamu kerja? Di mana?" tanya Tristan penasaran.
Sellina tetap fokus mencuci piring, enggan menjawab. "Kalau Mas lapar, ada sisa makanan di panci. Kalau gak mau, ya udah."
Sellina segera pergi setelah selesai, tak lupa membawa bekalnya.
Tristan terdiam, merasakan perlakuan dingin dari Sellina. Bahkan tak ada segelas susu hangat di meja.
Ia melirik ke arah kamarnya. Memikirkan bahwa Reykha istrinya belum bangun, keraguan yang selama ini ia abaikan kembali menghantuinya.
"Apa mungkin selama ini semua Sellina yang kerjakan? Memasak, membuatkan susu hangat setiap pagi, bahkan menyiapkan pakaianku," pikirnya berkecamuk.
Dulu, setiap pagi selalu ada susu hangat di meja kamarnya. Pakaian tertata rapi di ruang ganti.
Reykha selalu mengaku bahwa dialah yang melakukan semua itu. Padahal, Sellina lah yang bersusah payah.
Setiap pagi, Sellina akan membangunkannya setelah semua siap. Tristan enggan menerima langsung dari Sellina.
Reykha, dengan segala kelicikannya, berjanji akan memberitahu Tristan bahwa Sellina lah yang melakukannya, padahal ia hanya memanfaatkan kebaikan Sellina.
Saat Tristan menikmati masakan Sellina, Reykha turun menghampirinya.
"Loh, Mas, kamu makan apa?" tanyanya pura-pura kaget.
ditunggu kelanjutannya❤❤