Kisah dewasa (mohon berhati-hati dalam membaca)
Rianti bekerja di perusahaan milik Bramantya, mantan suami adiknya. Menjelang pernikahannya dengan Prabu, ia mengalami tragedi ketika Bramantya yang mabuk dan memperkosanya. Saat Rianti terluka dan hendak melanjutkan hidup, ia justru dikhianati Prabu yang menikah dengan mantan kekasihnya. Di tengah kehancuran itu, Bramantya muncul dan menikahi Rianti, membuat sang adik marah besar. Pernikahan penuh luka dan rahasia pun tak terhindarkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Cahaya matahari menembus tirai kamar, Rianti masih berbaring lemah.
Bramantya sudah rapi dengan jas kerja, duduk di kursi dekat ranjang sambil memperhatikan wajah istrinya.
Tok... tok... tok.
"Rianti, Bramantya. Apakah kalian ada di rumah?" ucap Mama Dewi.
Bramantya langsung membangunkan istrinya saat mendengar suara mama yang baru tiba dirumahnya.
Rianti yang tubuhnya masih lemas langsung dipaksa mandi dan mengganti pakaiannya dengan gaun sutera.
"Rianti, jangan bilang apa-apa sama Mama. Atau aku akan menghukummu lagi."
Rianti menganggukkan kepalanya dan setelah itu Bramantya keluar terlebih dahulu.
Ia membuka pintu dan menyambut kedatangan Mama Dewi dan Linda.
Linda menelan salivanya saat melihat ketampanan Bramantya yang dulu pernah menjadi manta suaminya.
Bramantya mengajak mereka untuk masuk ke rumah.
"Bram, dimana Rianti?" tanya Mama Dewi.
Rianti membuka pintu dan berlari keluar dari kamarnya.
"Mama, aku kangen." ucap Rianti sambil memeluk tubuh mamanya.
Mama Dewi membelai rambut putrinya, lalu matanya terhenti di kening Rianti yang masih tertutup plester.
“Rianti, kamu kenapa? Bram, jangan bilang kamu…”
Sorot mata Mama Dewi langsung tajam menatap Bramantya.
“Kamu KDRT, ya?! Jangan coba-coba bohong sama mama, Bramantya!”
Linda menoleh ke arah Bram dengan alis terangkat, separuh curiga separuh ingin tahu.
Rianti buru-buru melepas pelukan mamanya, lalu tertawa terbahak-bahak.
“Hahaha… Mama. Apa yang Mama pikirkan? Jangan salah paham seperti itu.
Air mata yang tadi hampir pecah, kini ia tahan mati-matian sambil menampilkan senyum lebar.
Rianti mengatakan kalau kemarin ia tidak sengaja menabrak pintu kamarnya.
"Untung ada Bramantya yang langsung panik dan ngajak aku ke rumah sakit. Lihat nih, dia sampai repot sendiri menolong aku, Ma."
Rianti menepuk tangan Bramantya pelan, seolah penuh kasih.
Namun genggamannya kaku, tangannya dingin karena ketakutan.
Mama Dewi menatap putrinya lama, mencoba membaca wajahnya.
“Kamu yakin, Rianti? Itu bukan karena…”
Rianti memotong cepat dengan senyum yang dipaksakan.
“Ya ampun, Mama. Masa aku bohong sama Mama sih? Kalau bukan karena Bram, mungkin aku bisa pingsan waktu itu. Aku beruntung punya suami kayak dia.”
Bramantya hanya tersenyum tipis, memandang Rianti yang berbohong untuknya.
Dalam hatinya, ada rasa puas bercampur amarah yang rumit puas karena Rianti melindunginya, tapi amarah karena nama Prabu sempat disebut semalam.
Linda menyilangkan tangan di dada, menatap Rianti sinis.
“Sepertinya ada yang aneh. Kakakku yang biasanya polos, sekarang pintar sekali nutupin sesuatu. Apa benar cuma nabrak pintu?”
Rianti menoleh ke arah Linda dengan tatapan menusuk.
“Kalau kamu nggak percaya, ya sudah. Tapi jangan bikin gosip aneh-aneh, Lin. Aku nggak mau rumah tanggaku diganggu orang luar.”
Kalimat itu membuat Linda terdiam, meski wajahnya jelas menyimpan rasa tidak percaya.
Mama Dewi menarik napas panjang, masih ragu, tapi akhirnya memilih diam. Ia membelai pipi Rianti lembut.
“Kalau begitu, jaga diri baik-baik, nak. Jangan sampai ada luka lagi.”
Rianti mengangguk, tersenyum hambar sambil menahan gemetar di tangannya.
Sementara itu, Bramantya hanya berdiri dengan ekspresi tenang.
Tapi dalam sorot matanya, jelas sekali tersimpan pesan mengerikan untuk Rianti
"Kamu tahu apa yang akan terjadi kalau berani buka mulut." ucap Bramantya dalam hati
Mama mengajak mereka duduk di ruang keluarga.
"Bram, Ri. Mama minta kalau malam nanti kalian adakan resepsi. Semua keluarga besar ingin mengenal Bramantya."
Rianti yang mendengarnya langsung sedikit terkejut.
"Ma, kenapa mendadak sekali?" A-aku...,"
Bramantya langsung menerima kode kepada istrinya.
Rianti yang mendengar suara batuk suami langsung terdiam.
"Baik, Ma. Nanti malam kita ke rumah mama untuk mengadakan resepsi. Akun sudah mengundang kedua orang tuaku dan Tryas." ucap Bramantya.
Rianti langsung menoleh ke arah suaminya yang menyebut nama Tryas.
"Tryas? Tryas siapa, Bram?" tanya Mama Dewi.
"Tryas, sepupu aku. Ma. Dan ia juga istri prabu." jawab Bramantya dengan sangat santai.
Mama langsung membelalakkan matanya saat mendengar perkataan dari Bramantya.
"J-jadi, Prabu menikah dengan sepupu kamu?" tanya Mama Dewi.
Bramantya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis.
“Rianti, mulai sekarang kamu harus belajar melupakan Prabu. Dia sudah jadi milik orang lain. Kamu sekarang istri Bram, jadi jangan lagi mengingat masa lalu. Mama ingin kamu bahagia, meski jalannya berbeda.”
Rianti menatap wajah Mamanya dan akan mengatakan kalau ia tidak bahagia dengan pernikahannya dengan Bramantya.
"Kak, aku kasihan sama kamu. Sudah ditinggal Prabu fan sekarang dapat sisa mantan suamiku. Padahal kamu sangat cantik, lho kak." ejek Linda.
Rianti menatap wajah adiknya yang sangat membencinya.
PLAKKK!
Suara tamparan keras yang dilayangkan oleh Mama Dewi.
“LINDA! Kamu sudah keterlaluan!” ucap Mama Dewi bergetar penuh amarah.
Linda memegang pipinya dan tidak menyangka jika Mamanya akan menampar dihadapan Bramantya dan Linda.
"Mama, apa salahku? Aku berkata yang sebenarnya kalau kak Rianti."
"CUKUP!!"
Mama Dewi langsung menarik tangan Linda dan mengajaknya pulang.
Sebelum masuk ke dalam mobil, Mama Dewi meminta mereka berdua untuk datang jam tujuh malam.
"Iya, Ma. Kami akan datang kesana jam tujuh." ucap Bramantya.
Mama masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya menuju ke rumah.
Bramantya menutup pintu dan mendekat ke arah Rianti.
"Hebat sekali akting kamu, Ri. Seharusnya kamu dapat piala Oscar." sindir Bramantya.
Linda tersenyum sinis dan mengatakan kalau ia tidak mau mempermalukan Bramantya.
Bramantya tiba-tiba mencekal lengan Rianti begitu keras hingga membuatnya meringis.
“Aku tidak takut sama kamu, Bram!” teriak Rianti, berusaha melepaskan diri.
Bramantya menatapnya tajam, lalu mengeluarkan sebuah ponsel baru dari saku jasnya. Ia menekan tombol, lalu menyerahkannya pada Rianti.
“Mulai sekarang, ini ponselmu. Di dalamnya hanya ada tiga nomor: aku, Mama Dewi, dan Mama Nita. Tidak ada yang lain.”
Rianti menatap benda itu dengan jijik.
“Kamu gila, Bram! Aku bukan tahananmu! Dan nanti malam aku tidak mau datang!”
Rianti segera berlari masuk ke kamar, membanting pintu keras-keras.
Namun tak butuh waktu lama, pintu terbuka paksa. Bramantya masuk dengan langkah lebar, wajahnya merah penuh amarah.
Ia menarik tubuh Rianti hingga nyaris jatuh.
“Jangan gila, Rianti! Kau pikir bisa melawan aku? Kau pikir bisa kabur?!”
Rianti menunduk, menggigit bibirnya sampai hampir berdarah, memilih diam.
Bramantya mendekatkan wajahnya, suaranya bergetar antara marah dan terluka.
“Semua ini… apa karena ada Prabu, hah?! Kamu masih berharap pada dia?!”
Rianti tetap bungkam, tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibirnya.
Diamnya justru membuat Bramantya semakin gusar. Ia melepaskan cekalannya dengan kasar, lalu menendang meja kecil di sisi kamar hingga terguling.
“Jawab aku, Rianti!”
Rianti menghapus air matanya dan mendongakkan kepalanya.
Selama ini ia selalu diam, selalu pasrah, tapi kali ini amarah yang ditahan meledak.
“IYA, AKU MENCINTAI MAS PRABU!” teriak Rianti dengan suara lantang.
“Kamu dengar itu, Bram? Aku mencintai Prabu! Bukan kamu!”
Bramantya tertegun sejenak, sorot matanya membara, tangannya mengepal keras.
Rianti melanjutkan dengan napas terengah, air mata menetes kembali di pipinya.
“Kamu hanya lelaki pengecut! Laki-laki yang memperkosaku, lalu menjadikan aku tawanan di rumah ini. Apa itu yang kau sebut cinta?! Itu bukan cinta, Bram!! Tapi pengecut!!'
“Diam, Rianti!” bentak Bramantya.
“TIDAK!” Rianti balas berteriak.
“Sejak awal aku tidak pernah mencintaimu! Sampai kapan pun, hatiku tetap milik Mas Prabu Atmajaya! Dia lelaki sejati, bukan pengecut sepertimu!”
BRAKKK!
Bramantya membanting vas bunga di meja, pecahannya berhamburan.
Ia menendang kursi hingga terguling, lalu menyambar pigura foto dan melemparkannya ke dinding. Suaranya bergema di seluruh kamar.
Rianti menutup telinganya, tapi matanya tetap menatap Bramantya dengan penuh benci.
Bramantya mengamuk, membanting semua barang yang ada di sana.
Napasnya memburu, dadanya naik-turun, seperti singa terluka.
“RIANTI!!!” teriaknya dengan suara pecah.
“Kamu berani menghinaku? Kamu berani menyebut namanya di hadapanku?! Aku akan...."
Bramantya langsung menghentikan perkataannya saat akan mengucapkan kata talak.
“Lakukan apa pun yang kamu mau, Bram. Hukum dan sakiti aku. Tapi dengarkan aku baik-baik, Bram. Hatiku tidak akan pernah menjadi milikmu!”
Keheningan mencekam, hanya suara kaca berjatuhan yang tersisa.
Bramantya menatap istrinya dengan sorot mata penuh kebencian sekaligus sakit hati yang dalam, sementara Rianti tetap berdiri, untuk pertama kalinya berani melawan tanpa rasa takut.