NovelToon NovelToon
ASI Untuk HOT CEO

ASI Untuk HOT CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Arran Lim

Alur cerita ringan...
Dan novel ini berisi beberapa cerita dengan karakter yang berbeda-beda.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arran Lim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

Jam menunjukkan pukul 10:30 malam.

Sudah lima jam lamanya Nicholas kelabakan menenangkan Anna yang tak kunjung berhenti menangis. Wajahnya penuh penyesalan karena satu kalimat yang meluncur dari bibirnya tadi sore, kalimat gila yang tak seharusnya ia ucapkan secara frontal. Ia tak pernah menyangka dampaknya sebesar ini—Anna begitu ketakutan sampai tubuhnya bergetar hebat seakan kehilangan kendali.

Sejak saat itu, tangisan Anna tak juga berhenti. Sesaat setelah kalimat itu keluar dari mulut Nicholas, air mata Anna jatuh deras, suaranya pecah, bahkan ia melampiaskan rasa takut dan marahnya dengan memukuli Nicholas berkali-kali. Pukulan yang menghantam dada dan lengan Nicholas benar-benar terasa, membuat pria itu beberapa kali mengeluh kesakitan. Namun, Nicholas tidak berusaha menghindar. Ia membiarkan semua itu, seakan menerima hukuman atas kebodohannya sendiri.

Dan kini, lima jam berlalu, Anna memang masih menangis, tapi tidak lagi sekeras tadi. Tangisannya mulai mereda, meski sesekali isakan kecil masih terdengar. Nicholas tetap setia memeluknya, menenangkan dengan sabar, meski hatinya sendiri tersiksa melihat wanita yang ia cintai berada dalam keadaan seperti itu.

"I'm sorry... I'm so sorry..." ucap Nicholas dengan suara bergetar, memeluk Anna lebih erat, seakan takut kehilangan. Tangannya terulur, mengelus lembut rambut Anna yang berantakan karena basah air mata.

"Maaf kalau aku buat kamu takut," bisiknya lagi, kali ini ia menunduk untuk mengecup puncak kepala Anna dengan penuh kasih sayang.

Pelan-pelan suara isakan Anna semakin memudar, melemah seperti gelombang pasang yang akhirnya reda. Nicholas terdiam, menunduk untuk memastikan, dan benar saja—Anna sudah terlelap di pelukannya, wajahnya tampak lelah dengan bekas air mata yang masih membekas di pipi.

Menghela napas panjang, Nicho dengan hati-hati menuntun tubuh Anna untuk berbaring dengan nyaman di atas kasur. Ia menarik selimut hingga menutupi tubuh Anna sampai batas dada, lalu menunduk untuk mengecup keningnya.

"Maaf, baby..." gumamnya lirih, seakan hanya ditujukan untuk dirinya sendiri. "Aku memang sedikit menyesali perkataan aku yang terlalu blak-blakan... tapi aku bakal tetap lakuin itu. Karena itu satu-satunya jalan agar aku bisa memiliki kamu secara resmi."

Mata Nicho menatap lekat wajah Anna yang tertidur pulas. Ada rasa bersalah, namun juga ada tekad yang begitu kuat di balik sorot matanya.

"Have a nice dream, baby... I love you so much," bisiknya penuh kelembutan, sebelum akhirnya ia berbaring di samping Anna, membiarkan malam itu menjadi saksi dari kegigihannya mencintai wanita yang kini terlelap dalam pelukannya.

********

Pagi itu, sinar matahari menerobos masuk lewat celah tirai kamar hotel. Nicholas perlahan membuka mata, masih diliputi rasa kantuk. Ia mengernyit, menoleh ke sisi ranjang, dan mendapati Anna masih terlelap.

Biasanya, Anna selalu lebih dulu bangun dan bahkan sering sudah duduk di kursi dengan buku atau segelas air hangat di tangannya. Pemandangan ini membuat dahi Nicholas berkerut.

“Tumben banget...” gumamnya pelan.

Nicholas segera bangkit, menunduk, lalu duduk di tepi ranjang. Tangannya terulur hendak menggoyang pelan tubuh Anna agar bangun. Namun niat itu langsung terhenti ketika jemarinya menyentuh lengan Anna.

Tubuh wanita itu panas. Panas sekali.

Nicholas sontak panik. “Astaga... kamu demam,” bisiknya lirih. Dengan tergesa ia meraih ponselnya dan langsung menghubungi pihak hotel, meminta bantuan untuk mendatangkan dokter perempuan secepat mungkin.

.

.

Satu jam kemudian, dokter sudah datang dan memeriksa Anna selama kurang lebih dua puluh menit. Nicholas mendengarkan setiap penjelasan dengan wajah serius, namun kegelisahan jelas terpancar dari sorot matanya.

“Penyebab demamnya karena kelelahan,” jelas dokter. “Dan ada penyebab lain. Pαyυdαrα pasien terlihat membengkak. Itu karena ASI yang tidak dikeluarkan. Jika dibiarkan, bisa berbahaya. Saya sarankan segera dipompa atau dikeluarkan secara manual.”

Nicholas hanya mengangguk dengan helaan nafas panjang. Sesaat setelah dokter pergi, Nicholas duduk di kursi kamar, menatap kosong ke arah jendela. Tampak memikirkan cara bagaimana Anna mau menyetujui perintahnya.

Suara lirih Anna memecah lamunannya.

“Pak...”

Nicholas menoleh cepat. “Kamu sudah bangun? Gimana? Apa kamu rasa ada yang sakit? Ayo makan dulu, terus minum obat.”

Anna menggeleng lemah. “Saya nggak apa-apa. Lagian bukannya hari ini ada meeting lagi, Pak?”

Nicholas menatapnya sebentar, lalu menjawab pelan. “Iya, tapi nanti sore. Kamu nggak usah ikut. Istirahat aja di sini.”

Anna langsung menggeleng lebih keras, meski wajahnya pucat. “Nggak... saya tetap ikut.”

Nafas Nicholas terdengar berat. “Jangan keras kepala, Anna,” ucapnya dingin, nada suaranya tegas tapi juga sarat kekhawatiran.

Anna menunduk, jari-jarinya mencengkeram selimut. Nicholas menarik napas panjang, lalu mengelus lembut kepala gadis itu.

“Kata dokter, demammu ini karena ASI yang nggak dikeluarkan. Aku sudah coba cari pompa ASI di sini, tapi kota ini hampir nggak ada yang jual. Mayoritas penduduknya child free, jadi produk bayi dan ibu hamil jarang banget dipasarkan. Aku coba online juga, tapi minimal butuh tiga hari baru sampai.”

Anna terdiam. Hatinya dipenuhi rasa frustasi. Pαyυdαrαnya terasa nyeri, tubuhnya lemas, dan sekarang ia tidak tahu harus bagaimana.

Nicholas memperhatikan wajah Anna, lalu tiba-tiba menangkup pipi Anna dengan kedua tangannya. Sentuhannya lembut, penuh kasih.

“Kamu akan makin kesakitan kalau ASI-mu nggak dikeluarkan,” ucapnya pelan, menatap mata Anna dalam-dalam. “Dokter bilang itu bisa berbahaya buat kesehatanmu. Kamu bisa coba keluarkan manual, tapi itu bakal sakit banget dan kamu nggak mungkin nahan tiga hari hanya nunggu pompa datang. Jadi aku yang akan bantu kamu.”

Anna sontak membeku. Tubuhnya refleks meringkuk, memeluk dirinya sendiri seakan ingin melindungi tubuhnya.

Nicholas segera meraih bahu Anna, lalu menarik Anna ke dalam pelukan hangatnya. “Jangan takut,” bisiknya lembut, mengusap rambut Anna dengan penuh kesabaran. “Kalau aku melakukan ini, aku siap tanggung jawab. Aku bukan pria brengsek yang pura-pura nggak terjadi apa-apa setelah menyentuh wanita. Aku akan bertanggung jawab. Aku janji.”

Air mata menetes di ujung mata Anna. Suaranya sedikit bergetar ketika menyebut nama pria itu.

“Pak... Nicholas...”

"Ini demi kebaikan kamu, Anna." bujuk Nicholas

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!