Demi menutupi identitas aslinya, Elvano Abraham memilih Sena sebagai pendampingnya dalam suatu acara. Sena yang tak menyadari niat Elvano sesungguhnya menerima tawaran tersebut, karena ia pun ingin lebih dekat dengan Elvano.
Tapi Elvano salah, karena pilihannya tersebut malah membawa dirinya terjebak dalam pesona Sena, begitu pula sebaliknya.
Apakah yang akan Sena lakukan setelah mengetahui motif Elvano yang sesungguhnya? Apa mereka akan terus bersama? Atau justru motif Elvano menghancurkan hubungan keduanya?
Yuk! Ikuti kisah Elvano dan Sena yang harus menemukan cinta sejati di tengah banyaknya rahasia dan kesalahpahaman yang penuh dengan ketegangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SBDST 6.
"Tidakkah Anda ingin mempertimbangkannya kembali, Tuan?" tanya Tracker dengan menunduk. "Masih ada waktu menjelang pesta yang akan diadakan nanti malam."
Kini, hanya tinggal Tracker bersama sang bos. Zion sudah pergi masuk ke dalam mansion.
"Nona Sena..." Tracker tak melanjutkan ucapannya saat mendengar decakkan kecil dari Elvano.
"Sejak kapan kau mempertanyakan keputusanku?" tanya Elvano dingin pada Tracker yang langsung terdiam seraya menunduk.
Sesaat Elvano menghela napasnya, ia berbalik dan melangkah menuju mansion. "Panggil Sena ke ruanganku," perintahnya pada Tracker.
Elvano membawa langkah panjangnya untuk memasuki mansion.
*
*
*
"Cantik!"
Sena yang baru saja menuruni anak tangga itu menoleh ke arah sumber suara. Ia bisa melihat pria yang menyambut kedatangan mereka, saat ini sedang tersenyum ramah ke arahnya seraya melambaikan tangan meminta Sena untuk mendekat.
"Waktunya makan siang, Cantik. Mereka sudah menyiapkannya, kemarilah," pinta Zion tersenyum pada Sena.
Sena tampak ragu, tapi melihat sikap dan senyum Zion yang ramah, Sena akhirnya membawa langkahnya untuk mendekat.
Angin pantai yang masuk ke dalam hunian, menerpa ujung dress yang Sena kenakan, membuat kainnya berkibar dan menonjolkan lekuk tubuh Sena. Setelah membersihkan dirinya tadi, Sena sempat memeriksa lemari demi mencari pakaian ganti, tapi yang Sena temukan hanya sekumpulan dress, hingga akhirnya Sena meraih salah satu dress polos berwarna mocca.
Zion tersenyum, matanya berbinar kagum saat melihat kecantikan Sena. Saat wanita itu sudah berjarak beberapa langkah darinya, tangan Zion sudah terulur ingin meraih pinggang Sena.
Namun, alih-alih bisa meraihnya, tubuh Sena tiba-tiba saja berputar, berganti membelakangi Zion saat seseorang menyambar cepat pergelangan tangan dan menarik Sena.
"Kau tidak perlu makan sekarang," kata Elvano begitu singkat. Sebelum Zion memberikan reaksi, Elvano sudah lebih dulu membawa Sena pergi.
Zion terperangah, tapi tak lama setelahnya ia malah tertawa terbahak bahak, tak percaya ternyata Elvano tidak bisa lagi menahan diri di hadapannya.
"Perkuat bentengmu, El!" ucap Zion keras penuh dengan nada ejekkan. Zion hanya bisa tertawa dengan permainan yang Elvano mainkan. Ia sudah berusaha mencegah pria itu, tapi ucapan Elvano sama sekali tidak bisa dibantah.
"Kau sedang membuat perangkap untuk dirimu sendiri," tambah Zion dengan menggeleng sambil melihat kepergian Elvano yang membawa Sena menjauh.
Zion menoleh pada Tracker yang juga berdiri di sana, ia menggerakkan kepalanya, mengajak Tracker ke meja makan untuk menemaninya.
"Aku rasa, malam ini pekerjaan kita akan jauh lebih berat," kata Zion pada Tracker. "Bosmu itu sedang tidak bisa berkonsentrasi." Zion tertawa, ia masih bisa membayangkan bagaimana wajah Elvano yang terlihat begitu kesal saat menarik Sena.
Tracker tidak memberikan reaksi apapun. Meski ia terus berusaha mempengaruhi keputusan sang bos, tapi Tracker yakin, Elvano sudah pasti sangat memahami situasi. Elvano adalah pria yang selalu waspada.
Namun, bukankah ada hal yang selalu berada diluar kendali, mereka bisa saja telah siap menghadapi berbagai ancaman yang mungkin terjadi di kalangan mafia—memperebutkan kekuasaan, kekuatan, wanita bahkan nyawa sebagai taruhan utama. Akan tetapi, tidak ada yang bisa menduga bahwa ancaman sebenarnya justru datang dari sesuatu yang tidak terlihat, sesuatu yang tidak bisa dikendalikan oleh akal sehat.
*
*
*
Gerakan Elvano yang tiba-tiba saja menarik pergelangan tangannya berhasil membuat Sena terkejut. Sena merasakan cengkeraman Elvano semakin kuat saat pria itu membawanya ke sebuah ruangan yang ada di lantai dua.
Sedikit sakit yang Sena rasakan, tapi konyolnya wanita itu malah tersenyum ketika melihat tangannya berada dalam genggaman sang atasan dengan begitu lama. Satu tangan Sena yang bebas bahkan terangkat menyentuh pipinya yang mendadak terasa hangat.
Elvano berbalik menghadap Sena, ekspresi kesalnya tadi kini berganti dengan banyaknya kerutan di dahi.
"Kau kenapa?" tanya Elvano heran melihat Sena yang senyum-senyum tidak jelas. "Kau menyukainya?"
Sena lekas mengangguk dan semakin tersenyum menatap Elvano, juga genggaman tangan pria itu. Namun, sedetik kemudian raut wajahnya berubah tegang saat melihat wajah Elvano yang berubah memerah.
"Kau menyukai Zion?"
"Hah?"
"Ck! Dasar buaya!" decak Elvano. Ia melepaskan genggamannya dari pergelangan tangan Sena begitu saja. Ia berbalik dan menjauh dari Sena yang masih merasa terperangah.
"Hanya dengan senyuman bodohnya itu kau bisa tertarik dengannya."
Sena tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Elvano. Dan Zion? Sena tidak mengetahui siapa Zion? Apa mungkin pria yang sudah mengajaknya makan tadi?
"Maaf, Tuan? Apa saya sudah melakukan kesalahan?" tanya Sena ragu. Jujur ia tidak mengerti dengan semua ucapan Elvano. Siapa yang buaya?
Elvano tidak menjawab pertanyaan Sena. Pria itu tetap membelakangi Sena dengan satu tangannya yang terselip di dalam saku celana. Ia menarik napas begitu dalam.
"Duduklah," ucap Elvano dengan nada yang sudah kembali normal-dingin dan kaku.
Sena menurut, ia duduk di sofa panjang yang ada di dalam ruangan.
Elvano terlihat beranjak dan menyusul Sena dengan membawa sebuah berkas di tangannya.
"Pahami lalu tanda tangani."
Sena mendongak melihat pada Elvano yang berdiri. Netranya mengerjap tak nyaman saat merasakan aura pria itu yang berubah.
Ada apa dengannya sebenarnya?
Namun, Sena tak berani bertanya. Ia memilih meraih berkas yang Elvano letakkan di atas meja. Netra Sena mulai bergulir untuk memahami berkas yang di atasnya tertera jelas menyatakan bawah itu adalah sebuah surat perjanjian.
Banyak sekali poinnya, dan otak pintar Sena menangkap satu garis besarnya.
Tutup mulut.
***
Author: pake apa?🤐😷
Sena abaikan aja terus Elvano. Buat dia jadi mayat hidup karena terlalu merindukan mu. Jangan mudah kasih maaf/Determined//Facepalm//Facepalm/