Siapa sangka, kematian konyol karena mesin penjual minuman bisa menjadi awal petualangan terbesar dalam hidup… atau tepatnya, setelah hidup.
Ketika bangun, ia bukan lagi manusia, melainkan seekor bebek rawa level 1 yang lemah, basah, dan jadi incaran santapan semua makhluk di sekitarnya.
Namun, dunia ini bukan dunia biasa. Ada sistem, evolusi, guild, perang antarspesies, bahkan campur tangan Dewa RNG yang senang mengacak nasib semua makhluk.
Dengan kecerdikan, sedikit keberuntungan, dan banyak teriakan kwek yang tidak selalu berguna, ia membentuk Guild Featherstorm dan mulai menantang hukum alam, serta hukum para dewa.
Dari seekor bebek yang hanya ingin bertahan hidup, ia perlahan menjadi penguasa rawa, memimpin pasukan unggas, dan… mungkin saja, ancaman terbesar bagi seluruh dunia.
Karena kadang, yang paling berbahaya bukan naga, bukan iblis… tapi bebek yang punya dendam..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuyuka manawari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 5: Dungeon Pertama: Gudang Tua
Udara di sekitar gudang tua itu lembab dan berbau apak. Kayu-kayu di dindingnya sudah rapuh, dan atapnya berlubang-lubang seperti keju. Dari celah-celah itu, sinar matahari sore menyusup, membuat debu beterbangan.
“Kwek… ini dungeon? Serius?” Aku menelan ludah. Dari luar, memang cuma gudang reyot. Tapi sistem berkedip di mataku.
[Peringatan: Anda memasuki Mini-Dungeon, Gudang Tua Petani Tegar]
Status Kesulitan: Mudah
Hadiah: EXP, item, kemungkinan gelar.
Aku melangkah pelan, “Uh… bau apaan ini? Gandum basi campur… hmm… kotoran?” gumamku sambil mengerjap-ngerjapkan mata.
Begitu kaki webbed-ku menyentuh lantai, klik terdengar di bawah.
“Kwek—”
TAP!
Anak panah kecil melesat dari dinding, nyaris menembus bulu di kepalaku.
“WOI! APA INI?! Ini bukan gudang, ini jebakan pembunuhan unggas!” teriakku, merunduk dan menatap sekitar dengan bulu leher meremang.
Mataku menelusuri lantai. Setiap papan punya warna berbeda, dan beberapa sedikit lebih tenggelam.
Oke… berarti jangan injak yang kelihatan longgar.
“Kalau salah langkah, aku jadi sate bebek.”
Aku melompat ke papan berikutnya, lalu ke batu bata di sisi kiri. Setiap langkah harus diperhitungkan.
“Pelan… pelan… pelan…”
Setelah melewati lima meter pertama, aku melihat sesuatu di sudut—karung gandum robek. Tapi di atasnya… ada sesuatu yang bergerak.
Seekor tikus sebesar kepalaku, matanya merah menyala, bulunya kusam tapi taringnya terlihat tajam.
[Tikus Gudang Lv.2]
Oke, lawan setara. Aku sudah Lv.2 sekarang, tapi tetap saja…
“Matanya kayak habis begadang tiga hari.”
Tikus itu mendesis dan melompat.
“Kwek!” Aku menunduk, lalu menghantamnya dengan paruhku.
Plak!
Tapi dia gesit, menghindar, dan malah menggigit buluku.
“Aduh! Lepas, dasar pengunyah!” Aku mengaktifkan skill Sambaran Paruh
Cekrek!
Kucengkram ekornya. “Kena kau!” Kubanting ke lantai, “MATI KAU MATI KAU MATI KAU.” lalu kukepak sayap untuk menakutinya.
[Tikus Gudang Kalah. +15 EXP]
Aku menarik napas panjang “Hah… satu beres.”
Aku lanjut maju, kali ini lebih waspada. Ternyata di dalam gudang ini bukan cuma jebakan panah—ada lubang kecil di lantai, tali yang kalau terinjak melepaskan ember, bahkan tumpukan jerami yang ternyata menyembunyikan kalajengking kecil.
“Kwek… ini petani atau pembuat game survival sih yang punya gudang ini?”
Sekitar sepuluh menit kemudian, aku menemukan pintu kecil di belakang rak kayu. Kubuka dengan dorongan pelan. Di dalamnya, ada peti kayu kecil.
Aku menarik napas, lalu membuka—
TENG!
[Selamat! Anda mendapatkan Gelar: Pengecoh Gudang]
Efek: +5% kecepatan gerak saat berada di area dengan jebakan.
Aku nyengir. “Kwek! Akhirnya sesuatu yang berguna.”
Tapi di dalam peti itu, bukan cuma koin receh. Ada benda kecil berbentuk pecahan, seperti batu kristal hitam yang setengahnya retak.
[Serpihan Relik Kuno – Tidak diketahui]
Deskripsi: Sebagian dari artefak yang berhubungan dengan evolusi makhluk hidup.
Aku memiringkan kepala, mencoba memproses informasi itu.
“Evolusi? Jadi, ini… mungkin kunci supaya aku bisa jadi lebih kuat… atau bahkan kembali jadi manusia? Bukan begitu, sistem?” tanyaku sambil menatap panel yang melayang di udara.
[Informasi untuk evolusi anda tidak ada hubungannya dengan relik ini, alur anda telah saya siapkan untuk menjadi manusia setengah bebek iblis nanti di level 40]
Aku berkedip, lalu mengerutkan paruh. “Berarti ini apa? Jangan-jangan cuma pajangan?”
[Sepertinya relik ini adalah sebuah media yang akan digunakan nantinya menjadi sesuatu yang lebih besar lagi]
Aku menatapnya curiga. “Contohnya apa?”
…
Panel sistem sempat menghilang. Hening selama beberapa detik.
Aku menggerak-gerakkan sayap, mulai kesal. “Sistem? Halo? Jangan diem. Aku nanya, bukan ngelamar.”
…
…
…
Lalu panel kembali muncul.
[Menjadi dewa]
Aku refleks mundur satu langkah. “Menjadi… dewa? Kwek! Kau pikir aku bisa? Lihat ini, bulu-buluku masih rontok kalau kena angin kencang.” Rasanya terlalu mustahil.
“Apa aku harus menyimpannya?” tanyaku, setengah ragu.
[Serpihan Relik Kuno sudah tersimpan di database sistem]
“Cepat banget kalo soal yang beginian ya… ya sudah lah. Yang penting evolusi jadi manusia nanti nggak terganggu, aku sih nggak masalah.”
Saat aku hendak memeriksa lebih lanjut, suara creak… creak… terdengar dari atap.
Aku menoleh. Seekor musang dengan bulu cokelat kusam merayap di balok kayu, matanya mengincar.
Oke… ini bukan tempat aman lagi.
“Kwek… waktunya kabur.” Aku meraih serpihan relik dengan paruhku, lalu melesat keluar.
Dengan bonus dari gelar baru, aku berhasil menghindari dua jebakan lantai dan satu ember jatuh.
Begitu keluar dari gudang, aku terengah-engah. Tapi di dalam dada… ada rasa puas.
Dungeon pertama: sukses.
Suara sistem sekarang berbunyi lagi.
Ding!
Panel warna menjadi bercahaya, sepertinya sistem ingin memberitahu hal yang penting.