Selina, seorang agen narkotika, yang menjadi buronan polisi, akhirnya mati dibunuh kekasihnya sendiri.
Jiwanya bertransmigrasi ke tubuh Sofie, seorang istri CEO yang bertepatan saat itu juga meninggal karena kecelakaan.
Kehidupan kembali yang didapatkan Selina lewat tubuh Sofie, membuat dirinya bertekad untuk balas dendam pada kekasihnya Marco sekaligus mencari tahu penyebab kecelakaan Sofie yang dianggap janggal.
Ditengah dendam yang membara pada Marco, Selina justru jatuh cinta pada Febrian, sang CEO tampan yang merupakan suami Sofie.
Hingga suatu ketika, Febrian menyadari jika jiwa istrinya sofie sudah berganti dengan jiwa wanita lain.
Bagaimanakah kisah selanjutnya?
Apa Selina berhasil membalas dendam pada Marco? Bisakah Selina mendapatkan cinta Brian yang curiga dengan perubahan Sofie istrinya setelah dirasuki jiwa Selina?
CUSS.. BACA NOVELNYA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afriyeni Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjebak Marco
Dalam ruangan VIP di sebuah diskotik, Selina seakan terjebak dalam permainannya sendiri. Usahanya untuk mencari tahu motif pengkhianatan Marco yang menyebabkan kematiannya, nyaris gagal andai otaknya tidak berjalan dengan encer.
Ketika jemari nakal Marco makin berani merayap menggerayangi tubuhnya, Selina menyingkirkan tangan Marco perlahan dan berbisik lembut ke telinga Marco.
"Bisakah kau mengusir wanita itu untukku?" Rayu Selina melirik seorang wanita cantik berbaju seksi yang sedari tadi duduk disamping Marco layaknya wanita penghibur lelaki hidung belang.
Marco yang awalnya sempat gusar dengan perlakuan Selina yang menepis tangannya, segera menoleh kearah wanita yang duduk di sampingnya dan memberi kode agar si wanita penghibur itu segera keluar
Wanita itu sesaat menatap Selina tajam dan menyunggingkan bibir sinis ke arah Selina lalu segera bangkit berdiri meninggalkan Marco dan Selina berduaan di ruangan VIP itu.
"Sekarang kita sudah berdua saja. Bisakah kita memulainya?" Marco kembali hendak menyentuh Selina yang menepis tangan Marco lagi dengan lembut.
"Tentu saja belum, pintu itu tidak terkunci. Aku tak bisa terganggu dengan kemunculan orang lain yang bisa masuk begitu saja tanpa permisi." Ucap Selina melempar senyuman palsunya pada Marco.
Marco yang sudah di kuasai hawa naf su, jadi tampak bodoh di hadapan Selina. Dia bergegas bangkit dan berjalan untuk mengunci pintu ruangan. Tepat di saat itu, Selina dengan sigap mencampurkan sebungkus serbuk halus ke dalam minuman beralkohol milik Marco.
"Mari kita bersulang!"ajak Selina memberi segelas kecil wine yang sudah ia beri obat bius ketangan Marco yang menerimanya dengan senang hati.
GLUK!
Tanpa rasa curiga sedikitpun, Marco yang awalnya sudah setengah mabuk, mereguk minuman itu dalam satu kali tegukan.
Selina tersenyum licik. Tanpa memberi jeda sedikitpun, ia kembali menuangkan wine ke gelas Marco dan memaksa pria itu untuk kembali minum. Hingga akhirnya, pria itu mabuk berat dan hilang kesadaran diri.
BRUGH!
Tubuh Marco terkulai lemas bersandar pada sofa, diiringi seringai dingin yang mencuat di bibir Selina ketika reaksi obat bius yang ia berikan bekerja sesuai dengan keinginannya.
"Ekhm..., dasar bajing*n tak punya malu! Semua wanita kau anggap sama saja! Cukup aku yang dulu terlalu bodoh, mudah dan gampang terjerat cinta palsu mu. Kali ini semua akan berbeda, kau yang harus bertekuk lutut padaku!" umpat Selina dongkol, mendorong tubuh Marco yang sudah tidak berdaya hingga terbaring di atas sofa.
Jemarinya yang lincah, menyelinap ke dalam kantong celana yang di pakai Marco. Senyumannya mengembang saat ia menemukan ponsel milik Marco. Dia pun mengambil ponsel itu dan menaruh sebuah alat mini yang berfungsi sebagai perekam di salah satu sudut tersembunyi dalam ruangan VIP itu.
Selina sengaja menaruh alat itu disana. Sebab ruangan itu, adalah ruangan favorit yang sering digunakan Marco untuk berkumpul dengan teman bisnisnya sekaligus bersenang-senang menghabiskan uangnya. Setelah itu, Selina bergegas meninggalkan ruangan VIP itu secepat mungkin sebelum Marco sadar.
Langkah kaki Selina yang terburu-buru keluar dari diskotik, tak luput dari pengamatan seorang pria yang sudah mengintainya sedari tadi semenjak ia keluar dari rumah kediaman milik Febrian. Pria itu tak lain adalah Jimmy. Supir sekaligus asisten pribadi Febrian yang disuruh untuk memata-matai istri majikannya.
*****
"Habis darimana!?"
DEG!
Selina kaget ketika Febrian sudah berdiri dengan tegap, melipat kedua tangannya didada, seakan sudah menunggu kepulangannya sedari tadi di dalam kamar.
Untung saja, kostumnya yang seksi tadi sudah ia ganti di dalam mobil dengan pakaian santai. Begitu juga dengan dandanannya yang tadi agak menor sudah ia hapus dan kembali natural layaknya makeup kesukaan Sofie yang bisa ia nilai stylenya dari koleksi barang-barang miliknya.
"A-aku tadi pergi ke mall. Beli cemilan sekalian cuci mata sebentar." Jawab Selina gugup dan nyaris salah tingkah oleh sikap Febrian yang menatapnya tajam tanpa berkedip sedikitpun.
"Oh ya? Kenapa kamu tidak bilang padaku? Kenapa pergi sendiri? Kamu belum sepenuhnya sembuh Sofie. Setidaknya ajaklah Brenda atau Jimmy untuk menemanimu." Ucap Febrian dengan nada dingin.
Tatapan matanya perlahan menjalar, meneliti penampilan Selina dari atas hingga ujung kaki. Mencari tahu kebenaran ucapan Jimmy yang tadi sempat melaporkan jika istrinya pergi ke diskotik menemui seorang lelaki dengan pakaian yang sangat seksi.
Sebuah senyuman sinis terukir dibibirnya, melihat penampilan istrinya yang meskipun sudah berganti pakaian, tetap saja terlihat asing dengan gaya rambutnya yang berbeda. Sofie tidak suka mengikat rambut panjangnya. Dia lebih senang mengurai rambutnya yang lurus agar tidak bergelombang jika diikat.
Febrian menahan emosi. Dia sangat berharap, istrinya akan bicara jujur. Namun harapannya semu belaka. Sakit, hatinya terasa sakit. Sebuah senyuman getir terukir dibibirnya, membuat Selina jadi kebingungan sendiri dengan perubahan sikap Febrian yang terasa janggal.
"Kamu marah ya, maafkan aku sayang, aku sengaja tidak minta izin karena takut mengganggumu. Awalnya aku hanya ingin pergi sebentar saja. Eh, malah keasyikan di mall." Rayu Selina mendekati Febrian mencoba membujuknya dengan satu pelukan manja.
Febrian hanya diam. Sikapnya jadi dingin dan tak seperti biasanya yang selalu hangat dan romantis. Pria itu justru mendorong tubuh istrinya pelan. Dan menghindar, menjauhi Selina.
"Lain kali, kalau mau pergi kemanapun katakan padaku. Aku suamimu! Kau tahu, aku tak suka dikhianati." Ucapnya dingin, menghujam jantung.
Selina tercekat. Dia memandang sosok Febrian yang tadi bicara sambil membelakanginya. Meski pria itu bicara pelan, namun sangat jelas terdengar oleh Selina. Seakan pria itu mengetahui semua kebohongan yang ia katakan.
"Apakah dia memata-matai ku?" Hati Selina diliputi tanda tanya.
Ada rasa nyeri yang menusuk hatinya ketika pria itu terlihat berubah sikap. Apalagi ketika Febrian mengucapkan kalimatnya barusan. Rasa bersalah dan berdosa mulai menghimpit perasaannya. Selina mengutuk dirinya sendiri. Dia lupa dengan raganya yang bersemayam dalam tubuh wanita lain. Selina lupa jika Sofie adalah seorang istri dari pria bernama Febrian.
"Maafkan aku Sofie, aku begitu egois. Suamimu pasti akan membencimu jika ia tahu, aku telah membohonginya." Ia jadi menyesali sikapnya yang telah lancang memanfaatkan tubuh Sofie untuk menjebak Marco.
"Haruskah aku merayunya lagi agar dia tidak marah?" Selina memijit pelipisnya memperhatikan gerak gerik Febrian yang tiba-tiba saja terlihat membuka kemeja yang ia kenakan dan berjalan mendekati lemari pakaian.
"Oh God! Apa dia akan mengganti pakaiannya begitu saja di depanku?" Sepasang bola matanya mendelik melihat Febrian yang kelihatan juga ingin melepas celananya.
Tubuh Selina seketika berbalik memunggungi Febrian. Menahan nafasnya pelan sambil memandangi dinding kamar dengan degup jantung yang meletup-letup tak beraturan. Bayangan tubuh pria itu yang berotot dengan dada petak berrongga di perut, sempat terekam jelas dimatanya.
Lutut Selina seakan lemas tak bertenaga. Tubuhnya menggigil membayangkan tubuh Febrian yang lebih mempesona daripada tubuh Marco yang dulu sering tidur dengannya.
"Hayo lah Selina, ini bukan yang pertama kali bagimu melihat tubuh lelaki. Kenapa kau jadi wanita munafik seperti ini? Dia milikmu. Dekati dan rayu dia." Batinnya seakan meronta.
.
.
.
Akankah Selina mampu meredam kemarahan Febrian?
BERSAMBUNG