Vira Sita, seorang gadis yatim piatu yang sederhana, dijodohkan dengan Vito Hartawan — pewaris kaya raya — sebagai amanat terakhir sang kakek. Tapi di balik pernikahan itu, tersimpan niat jahat: Vito hanya menginginkan warisan. Ia membenci Vira dan berpura-pura mencintainya. Saat Vira hamil, rencana keji dijalankan — pemerkosaan, pengkhianatan, hingga kematian. Tapi jiwa Vira tidak pergi selamanya. Ia bangkit dalam tubuh seorang gadis muda bernama Raisa, pewaris keluarga Molan yang kaya raya, setelah koma selama satu tahun. Tanpa sepengetahuan siapa pun, Vira kini hidup kembali. Dengan wajah baru, kekuatan baru, dan keberanian yang tak tergoyahkan, ia bersumpah akan membalas dendam… satu per satu… tanpa ada yang tahu siapa dirinya sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Di kota lain…
Rumah sakit kota…
Gadis bernama Raisa Andriana Molan yang telah koma selama satu tahun, tiba-tiba menggerakkan jemarinya. Alat monitor berdetik cepat.
Tangannya gemetar. Bibirnya bergerak… dan satu tetes air jatuh dari sudut matanya.
Saat ia membuka mata, tidak ada kebingungan.
Yang ada hanyalah satu nama yang terpatri jelas di pikirannya.
“Vito…”
Semua terdengar… pelan.
Bip…
Bip…
Bip…
Seperti suara jarum jam yang berdetak di dalam ruang kosong. Suara mesin pernapasan. Kipas angin kecil yang berputar di sudut ruangan.
Gelap. Sunyi. Tapi hangat.
Lalu satu suara terdengar. Lembut. Menangis.
“Raisa… kakak di sini, sayang… buka mata kamu ya…”
Lalu suara laki-laki lain.
“Ayah akan bawa kamu ke Paris, ke tempat kamu suka… asal kamu buka mata hari ini…”
“Raisa… kamu harus kuat, Nak…”
Lalu suara seorang wanita. Suara yang paling menusuk.
“Mama tahu kamu dengar mama, Sayang. Kalau kamu bangun… mama janji akan bantu kamu wujudkan cita-cita kamu… jadi desainer terkenal.”
“Raisa…”
Nama itu.
Raisa.
Raisa…
“Tapi aku bukan… Raisa…”
Tiba-tiba kelopak mata itu bergerak. Perlahan. Sangat perlahan.
Cahaya putih menusuk pupilnya. Tangannya gemetar. Bibirnya kaku. Seluruh tubuhnya lemah. Tapi… hidup.
Monitor berdetak kencang.
Suster berteriak memanggil dokter. Pintu kamar terbuka. Para staf medis masuk.
Tapi yang paling keras adalah… tangisan.
Empat orang laki-laki dewasa dan satu pasangan paruh baya menangis. Menyebut nama itu berkali-kali.
“RAISA! ADIK KAMI BANGUN!”
“RAISA, SAYANG! MAMA DI SINI!”
“ALHAMDULILLAH…”
---
Vira membuka mata.
Tapi yang ia lihat bukan hanya wajah-wajah baru.
Yang paling menyakitkan adalah… bayang-bayang lamanya sendiri.
Kepedihan. Darah. Vito. Sonia. Pengkhianatan. Bayi yang tak sempat hidup.
Tangis tumpah. Tapi tak ada yang menyadari, itu bukan tangis bahagia. Itu jeritan dari jiwa yang patah.
---
Tiga hari pertama, Vira hanya diam.
Ia belajar bicara ulang. Bergerak ulang. Otot-otot tubuh Raisa yang lama tak digunakan masih kaku. Tapi keluarga Molan menyambutnya seperti keajaiban dari langit.
Kakak pertama: Gagah, karismatik, pemilik perusahaan besar.
Kakak kedua: Dokter ternama, yang selalu memeriksa kondisinya dengan penuh cinta.
Kakak ketiga: Polisi, tegas tapi paling sering menangis di sudut ruangan.
Kakak keempat: Atlet basket dan artis terkenal—cerewet, lucu, tapi posesif.
Mereka mengelilinginya setiap pagi.
---
Tapi Vira—yang kini di tubuh Raisa—belum bisa berkata banyak.
Karena hatinya penuh tanya.
Ia melihat wajah di cermin… dan tidak mengenalinya. Rambut panjang bergelombang. Wajah muda… sangat muda. Tubuh yang ringan. Tapi tatapan mata yang kini ada di balik pupil itu… bukan milik gadis SMA berumur 19 tahun.
“Aku… hidup?”
“Tuhan… kenapa aku di tubuh orang lain?”
“Apa ini kutukan? Hukuman? Atau… kesempatan?”
---
Malam keempat, Vira menangis diam-diam. Ia memeluk lutut, duduk di kursi roda di balkon rumah sakit.
Kakak keempatnya Rey—mengintip dari pintu.
“Adik kecilku… lagi sedih?”
Vira menghapus air mata. Ia belum tahu cara bicara sebagai “Raisa”.
Tapi Rey datang dan duduk di depannya. “Raisa… kamu tahu nggak? Kak Rey itu yang paling nggak percaya kamu bakal bangun. Tapi kamu bikin Kakak malu…”
Vira menoleh perlahan.
“Apa aku… benar-benar Raisa?” tanyanya pelan.
Rey mengernyit. “Kamu nanya begitu kenapa?”
“Aku merasa aneh… seperti bukan diri sendiri.”
Rey mengacak rambutnya. “Kamu baru bangun dari koma setahun. Wajar bingung. Tapi kami nggak peduli kamu berubah. Yang penting kamu hidup.”
Vira tersenyum kecil. Tapi hatinya bergetar. “Mereka tulus… mereka mencintaiku… tanpa syarat....Kenapa aku tidak terlahir sebagai Raisa dari awal?”
---
Seminggu kemudian, Vira mulai latihan jalan.
Kakak keduanya, dokter Gavin, mendampingi.
“Langkah kecil dulu ya, Sa…” katanya.
Vira mengangguk. Ia tersenyum pelan. Tubuhnya lemah, tapi tekadnya kuat.
Ia belajar ulang cara berdiri. Cara berjalan. Bahkan cara menggenggam pensil. Tapi saat diberi buku gambar oleh kakaknya—dan ia mulai menggambar sketsa gaun—tangan itu seakan sudah tahu arah.
“Aku… masih bisa menggambar?” gumamnya
Mama Molan menatap takjub. “Kamu langsung lancar, Sayang…”
Vira bingung. Tapi hatinya terharu. “Mungkin ini bukan tubuhku… tapi ini jalanku. Aku harus hidup. Aku harus balas. Tapi kali ini, aku tidak sendirian…”
---
Malam itu, Vira membuka laptop yang disiapkan oleh kakaknya.
Ia mulai mencari berita tentang keluarga Hartawan.
"Kematian tragis istri muda pengusaha Vito Hartawan, diduga karena komplikasi kehamilan."
Di foto, Vito menangis pura-pura. Sonia tak terlihat.
Tangan Vira atau Raisa mengepal. “Tunggu aku… ini belum selesai.”
Bersambung
krain raisa bkln jdoh sm reinald,scra ky ccok gt....tp trnyta ga....mngkn kli ni bnrn jdohnya raisa,scra kluarganya udh tau spa dia....
spa tu????clon pawangnya raisa kah????
wlau bgaimna pun,dia pst lbh ska tnggal d negri sndri....dkt dgn kluarga,dn bs mmbntu orng lain....kl mslh jdoh mh,srahkn sm yg d ats aja y.....
Smbgtttt.....
Hufftt....
jadi, berjuanglah walaupun dunia tidak memihakmu, macam thor, klw ada yg ingin menjatuhkan mu maka perlihatkan dengan karya mu yg lebih baik, semangaaaat thor/Determined//Determined/
ttp smngt...😘😘😘
aku udh mmpir lg,smpe ngebut bcanya....he....he....
smngttt.....😘😘😘