"Dalam dunia yang telah dikuasai oleh iblis, satu-satunya makhluk yang tersisa untuk melawan kegelapan… adalah seorang yang tidak bisa mati."
Bell Grezros adalah mantan pangeran kerajaan Evenard yang kini hanya tinggal mayat hidup berjalan—kutukan dari perang besar yang membinasakan bangsanya. Direnggut dari kematian yang layak dan diikat dalam tubuh undead abadi, Bell kini menjadi makhluk yang dibenci manusia dan diburu para pahlawan.
Namun Bell tidak ingin kekuasaan, tidak ingin balas dendam. Ia hanya menginginkan satu hal: mati dengan tenang.
Untuk itu, ia harus menemukan Tujuh Artefak Archelion, peninggalan kuno para dewa cahaya yang dikabarkan mampu memutuskan kutukan terkelam. Dalam perjalanannya ia menjelajah dunia yang telah berubah menjadi reruntuhan, menghadapi para Archfiend, bertemu makhluk-makhluk terkutuk, dan menghadapi kebenaran pahit tentang asal usul kekuatannya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Apin Zen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nafas Abadi di Tengah Kabut
Terompet tak kasat mata seakan ditiup di langit kelam, memulai simfoni maut.
Kabut yang menyelimuti medan mulai bergerak seperti air yang diremukkan badai.
Di tengah hiruk-pikuk itu, makhluk berkepala tiga melangkah maju, setiap hentakannya membuat tanah bergetar dan batu berhamburan.
---
Eryndra berteriak,
> “Bell, makhluk ini… dia menyerap sihirku!”
Lythienne menghentikan mantra di bibirnya, wajahnya pucat.
> “Itu artinya—dia memang dibuat untuk membunuh yang abadi.”
Namun Bell tidak mundur.
Ia mengangkat pedang hitamnya, Gravehowl, yang mulai mengeluarkan kilatan hijau kehijauan.
Cahaya itu bukan sihir murni—itu adalah energi kematian yang hanya bisa dihasilkan oleh jiwa yang telah lama mati.
---
Makhluk berkepala tiga itu meraung, dan salah satu kepalanya meludahkah kabut hitam yang membuat tubuh normal akan membusuk dalam hitungan detik.
Bell menembus kabut itu begitu saja—kulitnya tidak berubah, karena tidak ada kehidupan untuk direnggut.
> “Kau mau membunuhku? Sudah terlambat berabad-abad.”
Dengan satu ayunan, Bell memotong salah satu kepala makhluk itu. Darah hitam meledak ke udara, berubah menjadi kabut panas yang menjerit seperti ratusan suara.
---
Namun pertarungan belum selesai.
Dari bayangan di sekitar mereka, puluhan makhluk abu-abu bermata kosong merangkak keluar.
Eryndra dan Lythienne saling bertukar pandang—mereka tahu jika ini terus berlanjut, mereka akan tenggelam dalam jumlah musuh yang tak terbatas.
Bell menancapkan pedangnya ke tanah. Suara gemuruh terdengar dari kedalaman bumi, dan lingkaran kematian terbentuk di sekitarnya.
Tanah berubah abu, udara menjadi dingin mematikan, dan satu per satu makhluk itu hancur menjadi debu tanpa menyentuh tubuh mereka.
---
Eryndra menatapnya dengan mata lebar.
> “Bell… itu bukan kekuatan manusia.”
Bell menoleh dengan tatapan yang tak memancarkan emosi.
> “Karena aku bukan manusia.”
Tanah masih berasap abu-abu setelah serangan Bell.
Sisa kabut kematian berputar perlahan di udara, menciptakan keheningan aneh yang bahkan membuat detak jantung Eryndra dan Lythienne terdengar terlalu keras.
Bell berdiri di tengah lingkaran yang telah ia ciptakan, matanya memandang kosong ke tanah.
Ia bisa merasakan sesuatu—sebuah getaran halus di tulang-tulangnya, seolah dunia ini baru saja berbisik kepadanya.
---
Di balik sisa kabut, sebuah kilauan samar muncul.
Bentuknya seperti pecahan kristal berwarna biru keperakan, melayang setinggi dada.
Itu adalah Fragmen Ketiga, atau setidaknya, wujud bayangannya.
Bell meraih fragmen itu—namun begitu jemarinya menyentuh permukaan dinginnya, nada rendah bergema di udara.
Nada itu bukan berasal dari bumi, melainkan dari dimensi lain.
Lythienne segera merapatkan telinganya, wajahnya pucat.
> “Itu… nyanyian panggilan. Seseorang—atau sesuatu—tahu kita ada di sini.”
---
Langit di atas Menara Umbra bergetar.
Dari retakan tipis yang muncul di udara, sinar merah darah menembus dunia mereka.
Eryndra mundur beberapa langkah, menatap Bell dengan mata penuh peringatan.
> “Bell… itu portal iblis tingkat tinggi.”
Lalu suara itu terdengar—suara yang pernah ia dengar berabad-abad lalu, suara yang memberinya kutukan keabadian.
> “Bell Grezros… akhirnya kau cukup dekat.
Bawa fragmen itu padaku, dan aku akan mengakhiri penderitaanmu.
Tolak, dan aku akan mengakhiri semua orang di sekitarmu.”
---
Bell menatap langit retak itu, tanpa rasa takut.
> “Kau sudah menghancurkan hidupku sekali. Tidak akan dua kali.”
Tetapi di dalam dirinya, ia tahu… dengan memegang fragmen ini, ia telah memanggil musuh yang tidak bisa ia bunuh dengan pedang.