Jika ada yang meniru cerita dan penggambaran dalam novel ini, maka dia plagiat!
Kali ini Author mengangkat ilmu hitam dari Suku Melayu, kita akan berkeliling nusantara, Yuk, kepoin semua karya Author...
"Jangan makan dan minum sembarangan, jika kau tak ingin mati secara mengenaskan. Dia menyusup dalam diam, membunuh secara perlahan."
Kisah delapan mahasiswa yang melakukan KKN didesa Pahang. Bahkan desa itu belum pernah mereka dengar sebelumnya.
Beberapa warga mengingatkan, agar mereka jangan makan suguhan sembarangan, jika tak ingin mati.mengenaskan...
Apa yang menjadi misteri dari desa tersebut?
Apakah kedelapan Mahasiswa itu dapat selamat?
ikuti kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Batuk Panjang
[Terimakasih untuk kalian, kalau sudah baikan, aku akan kembali KKN,] gadis itu merasakan, bola matanya berkaca, dan akhirnya bulir bening itu jatuh disudut matanya.
Tak berselang lama, Yudi kembali membalas. [Ky, temen-temen pada nanya, kamu sakit apa? Gimana hasil pemeriksaannya?]
Gadis itu terdiam saat membaca balasan tersebut. Bagaimana ia akan menjawabnya? Jika hasil pemeriksaan dsri dokter saja tidak ada yang memuaskan, bahkan mereka sudah ke rumah sakit swasta yang biayanya cukup tinggi, dengan alat medis yang canggih, tetapi hasilnya tetap sama.
Jika ia mengatakan muntah darah, maka ia akan dianggap TBC, dan tidak akan ada yang ingin dekat dengannya.
[Aku kena greed] balasnya, dengan berbohong.
[Semoga lekas sembuh, Ki. Jangan lupa minum obatnya, biar kita bisa ngumpul lagi,] balasan Yudi, yang mencoba menyemangati sang gadis.
"[Ya, makasih banyak,]
Obrolan berakhir, saat sang ibunda membawakan satu cup cappucino cincau pesanannya, dan seporsi nasi dengan menu ayam geprek, sambal cabe ijo.
"Sayang, ibu makan temenin ayah, ya. Kamu gak apa--kan, ibu tinggal." wanita itu sebenarnya sudah sangat lapar dan juga mengantuk berat, sebab semalaman mengurus puterinya.
"Iya Bu. Kiky baik-baik aja, Kok." ia mengambil pesanannya, dan mulai menyeruput minumannya.
Sang ibunda pergi meninggalkannya, meskipun berat hati, namun ia benar-benar sangat lapar, hingga membuat kepalanya pusing, alias kliyengan.
Tenggorokan sang gadis sangat gatal, dan bercampur dengan rasa panas.
Ia kembali menyeruput es-nya, berharap jika rasa panas itu akan menghilang, saat terkena air dingin.
"Uhuk," ia kembali terbatuk. Entah mengapa, setelah meminum es itu, bukannya menghilangkan rasa panas, tetapi justru membuat tenggorokannya semakin terasa gatal, dan ia kesulitan untuk bernafas.
"Ngiiik, ngiiik, ngiiik," terdengar suara tarikan nafas yang sangat berat, dan diserrai batuk yang cukup panjang, hingga membuatnya kehilangan selera makan.
Tulang punggungnya terasa berdenyut, dan juga pegal.
Ia meletakkan cup esnya dilaci pintu mobil, ia merasa seperti mual.
Nafasnya semakin berat, dan wajahnya memucat. Namun kali ini, ia tidak memuntahkan darah, hanya saja tulang belulangnya seolah bagaikan digigit ribuan semut, yang membuatnya terasa ngilu.
Perlahan, telapak tangannya selau basah, meski tubuhnya menggigil, tetapi bagian organ tubuhnya terasa seperti terbakar.
******
Sementara itu, disebuah rumah yang cukup luas, terlihat seorang pria tua yang sudah sepuh, sedang menghadap wadah yang terbuat dari bahan keramik.
Tangan-tangan keriputnya terlihat sangat sibuk membuat ramuan yang entah akan digunakannya untuk apa.
Ia sedang menggiling pecahan gelas kaca yang telah dibuat menjadi bubuk. Setelah selesai, ia menggunting kukunya, dan mencampurnya didalam bubuk kaca yang baru saja dibuatnya.
Tak hanya itu, ia mendapatkan gumpalan rambut panjang sang istri yang rontok, dan mengguntingnya menjadi ukuran yang sangat halus.
Setelah selesai, ia mengaduknya menjadi satu, hingga tercampur rata.
Perlahan ia mengambil anglo. Lalu membakar akar, yang ia taburi dengan kemenyan. Sesaat kemudian, ia asap mengepul, dengan menimbulkan aroma khas yang sangat kuat.
Ia mengangkat wadahnya, lalu mulai merapalkan mantra. Kedua matanya terpejam, dan pria terus dengan ritulnya, hingga akhirnya, semua benda yang ada didalam mangkuk masuk kedalam kukunya, dan membuatnya menjadi hitam.
Pria sepuh itu menarik nafasnya. Ia menyudahi ritualnya. Lalu mengambil sebatang rokok, dan membakar ujungnya.
Dengan tatapan yang sangat dalam, ia mulai menyesap zat nikotin tersebut, dan menghembuskan karbon monoksida yang merupakan sumber berbagai penyakit.
"Bang, adik pergi ke pengajian ibu-ibu, makan siang sudah diletak dioemar," teriak seorang wanita, yang mengangetkan lamunannya.
"Ya," sahutnya, dengan suara yang serak.
Wanita itu melangkah keluar. Hari ini rumah pengajiannya berjarak lima ratus meter dari kediamannya, dan ia memilih berjalan kaki.
Saat keluar dari ambang pintu, terlihat Emy, Andana, dan Yuli, juga berjalan menuju kearah yang sama.
Sedangkan Fitri dan Yayuk memilih untuk mengajar anak-anak mengaji dan les pelajaran umum.
"Eh, Anak KKN. Kalian mau ke pengajian juga?" tanya wanita bernama Rodiah itu.
"Iya, Bu. Ibu mau kesana juga?" Andana bertanya balik.
"Iya, Ayo, barengan." wanita itu tampak sumringah. Maklum saja, kehadiran para siswa KKN merupakan pemandangan yang jarang. Sehingga membuat para ibu-ibu merasa sangat senang, sebab mereka ramah dan sopan.
Mendengar Mahasiswa KKN disebut. Pria yang sedang menyesap rokoknya tersentak bangun. Ia mengintai dari balik jendela kamar rahasianya, lalu menghitung jumlah mereka.
Sesaat ia tersenyum dengan seringai, entah apa yang sedang direncanakannya, tetapi ia terlihat sangat senang.
Baginya. Warga pendatang yang dianggap tamu oleh warga lain, dan layak disambut hangat, namun tidak baginya.
Warga pendatang adalah sasaran empuk untuk ia mendapatkan mangsa, dan itu sangat ditunggu-tunggu olehnya.
Ia menghabiskan sisa rokoknya. Lalu lalu membuang puntung rokok itu kedalam anglo, dan berjalan keluar dengan wajah sumringah.
Dari kejauhan, ia melihat ketiga Mahasiswi itu sedang bercengkrama dengan mereka, sembari menuju tempat pengajian, dirunah seorang warga, yang mana mereka adakan rutin setiap Jum'atnya.
"Kawan kalian yang lain mana?" tanya Rodiah dengan ramah.
"Yang dua tinggal di kos, soalnya nanti mau ajar anak mengaji, dan juga les mata pelajaran umum, jadi kita bertiga yang mewakili," sahut Yuli, mencoba menjelaskan.
"Kalau dua yang tinggal, yang satunya lagi kemana?" cecar sang wanita berkerudung instan dengan warna pink fanta, yang mana penuh dengan hiasan payet dibagian atasnya.
"Yang satu sakit, dan pagi berobat, tiba-tiba saja sakit, gak tau kenapa," sahut Emy. Ia merasa tak nyaman bersama wanita itu, apalagi Atok Adi sudah mengingatkan tempo hari, jangan terlalu dekat Atok Burhan.
Meskipun hanya istrinya, namun rasa takut juga menyusup dalam hatinya.
"oh, begitu. Ya sudah ayo, cepat jalannya, bentar lagi kita akan sampai, dan acara dimulai" ia seolah sedang mengalihkan pembicaraan mereka, dan kali ini, wanita itu terdiam sepanjang jalan, ada sesuatu yang sedang difikirkannya.
Sementara itu. Pria bernama Burhan sedang berjalan menyusuri pepohonan kelapa dibelakang rumahnya. Ia sedang menuju sebuah rumah, dan memperhatikan sebuah kos yang saat ini ditempati oleh para anak-anak KKN.
Dua pemuda yang menjadi pelindung mereka masih berada dipusat desa, sebab hari adalah hari Jum'at, dan mereka shalat dimesjid jami' desa.
Sedangkan Yayuk dan Fitri yang masih tertinggal dirumah kos.
Terlihat dikejauhan, Yayuk baru saja keluar dari bilik ditepi sungai, sepertinya ia baru saja selesai mencuci pakainnya, dan juga mandi. Setelah selesai memasak tadi, ia merasa gerah, dan akan makan setelahnya.
Pria itu menarik nafasnya dengan sangat berat, lalu menuju dapur, melalui pepohonan kelapa, yang terhubung langsung kesana
knp bisa seoerti itu sih ya kk siti
ada penjelasnya ga yaaa
hiiiiii
tambahin lagi dong ka interaksi darmadi sama andana entah kenapa jiwa mak comblang ku meronta saat mereka bersama
ada apa ini knp bisa jd begitu
hemmm ... beneran nih ya... kebangetan...