NovelToon NovelToon
Lily Of Valley: Ratu Mafia Yang Tersembunyi

Lily Of Valley: Ratu Mafia Yang Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Identitas Tersembunyi
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: chery red

Dilahirkan dalam keluarga kaya, Alea Lily Armstrong tumbuh dalam penolakan. Dianggap pembawa sial, ia dikucilkan dan dibenci. Luka hati mengubahnya menjadi wanita dingin. Pertemuannya dengan Alexander, ketua mafia terluka, membawanya ke dunia gelap.
Lea menjadi "Ratu Mafia Tersembunyi," menyembunyikan identitasnya. Dendam membara, menuntut pembalasan atas luka lama. Di tengah intrik mafia, Lea mencari keadilan. Akankah ia temukan kebahagiaan, ataukah dendam menghancurkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chery red, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6. Dingin yang Baru

Pagi itu, mentari bersinar cerah, menembus celah-celah jendela kamar Alea di lantai dua, menyapukan kehangatan palsu ke dalam ruangan. Namun, kecerahan pagi itu tidak selaras dengan suasana hati Alea yang kini diselimuti lapisan es. Sebuah ketenangan baru, dingin, dan hampa menyelimuti dirinya. Setelah malam yang penuh rasa sakit yang tak terlukiskan, pengungkapan mengejutkan tentang Paman Alexander, dan keputusan yang mengeras seperti batu di dalam jiwanya, Alea bangun dengan perasaan yang benar-benar berbeda. Luka-luka di punggungnya terasa nyeri setiap kali ia bergerak, memar keunguan di wajahnya masih jelas terlihat, namun anehnya, hati Alea terasa ringan, kosong dari beban harapan yang selama ini membelenggu. Beban yang selama ini ia pikul seorang diri, kini telah terlepas.

Ia menuruni anak tangga, setiap langkahnya terasa lebih mantap dari biasanya, seolah ada kekuatan baru yang menopangnya. Tidak ada lagi keraguan yang melambatkan langkahnya, tidak ada lagi kecemasan yang dulu selalu menyertainya setiap kali ia harus menghadapi hari baru. Pandangannya lurus ke depan, tatapan onyx-nya yang dulu sayu kini memancarkan ketajaman yang tak terbaca. Dari lantai bawah, suara tawa dan obrolan riang sudah terdengar, menyeruak dari ruang makan. Aroma nasi goreng dan roti panggang yang lezat menguar, biasanya akan membuat perutnya keroncongan dan langkahnya terburu-buru. Namun pagi ini, semua itu terasa asing, tidak lagi menarik perhatiannya. Aroma itu hanyalah asap yang tak berarti.

Setibanya di ambang ruang makan, Alea melihat pemandangan yang sudah sangat familiar, sebuah panggung drama keluarga yang tak pernah memberinya peran utama, bahkan peran pendukung pun tidak. Papa duduk di kepala meja, mengenakan piyama sutra mahalnya, membaca koran pagi sambil sesekali tersenyum menanggapi obrolan. Kevin, Abang sulungnya, tampak sibuk menggoda dengan tawa renyah. Dan yang membuatnya sedikit terkejut, di sana juga ada dua Abang kembarnya, David dan Devan, yang baru saja kembali dari rumah Nenek mereka dari pihak Ayah. Mereka berdua duduk di samping Kevin, wajah mereka tampak lebih cerah dan penuh energi dari biasanya, seolah liburan telah membuat mereka semakin manja. Di tengah-tengah mereka, duduklah Tiara, keponakan dari adik Ayah Alea, yang memang sengaja dititipkan di rumah ini untuk diurus oleh Richard, Ayah Alea. Tiara duduk diapit oleh Kevin, David, dan Devan, menjadi pusat perhatian utama. Gadis itu tampak sangat menikmati posisinya, sesekali tertawa manja, atau merengek meminta perhatian, seolah ia adalah putri satu-satunya di rumah ini yang harus selalu dipuja.

Pemandangan itu seharusnya memicu rasa cemburu yang membakar, kerinduan yang menyayat, atau kepedihan yang menusuk hati Alea, seperti biasanya. Dulu, ia akan berdiri di sana, menatap nanar, berharap ada satu tatapan, satu panggilan, satu saja isyarat bahwa ia juga bagian dari keluarga itu. Biasanya, ia akan ribut mencari perhatian, merengek meminta Abang-abangnya untuk mengambilkan sarapan untuknya, atau sibuk menawarkan bantuan kepada Papa dan Abang-abangnya untuk mengambilkan sarapan untuk mereka, hanya demi mendapatkan sedikit interaksi atau senyum. Bahkan seringkali ia akan pura-pura jatuh atau menjatuhkan sesuatu untuk menarik perhatian mereka.

Namun pagi ini, tidak ada yang seperti itu. Alea hanya menatap datar, pandangannya dingin, dan memasang wajah yang benar-benar tak peduli. Tidak ada riak emosi di mata onyx-nya. Ia melihat Kevin dan kedua Abang kembarnya, David dan Devan, tampak sangat memanjakan Tiara. Kevin membantu Tiara mengambilkan sepotong roti panggang yang renyah, mengoleskan selai cokelat tebal untuknya, sementara David menawarkan nasi goreng dengan sendok, dan Devan sibuk menuangkan susu ke gelas Tiara, memastikan tidak ada setitik pun yang tumpah. Tawa renyah Tiara membalas setiap gestur manis mereka, memenuhi ruang makan yang dulu selalu sunyi bagi Alea. Mereka bertiga, yang dulunya selalu bersama, kini seolah-olah seluruh dunia mereka berputar hanya untuk Tiara.

Kevin, yang pertama kali menyadari kehadiran Alea yang tidak biasa, mengangkat alisnya. Ia menghentikan tawanya, lalu menatap Alea dengan tatapan mencemooh. "Wah, lihat siapa ini? Si Anak Pembawa Sial sudah bangun," sapanya dengan nada mengejek, bibirnya menyeringai tipis. "Masih berani muncul setelah kemarin membuat onar dan mempermalukan keluarga?"

David dan Devan ikut menoleh, mata mereka memindai Alea dari ujung kaki hingga kepala. "Pasti tidur di gorong-gorong, ya, Alea? Bau amisnya sampai sini," ejek Devan, sambil pura-pura menutup hidungnya. David terkekeh, menambahkan, "Tidak heran kalau kamu itu beda. Bahkan anjing liar pun lebih bersih dari kamu."

Tiara, menyadari kehadiran Alea dan perhatian yang teralih, segera memanfaatkan momen itu dengan cerdik. Ia melirik Alea dengan seringai kecil penuh kemenangan, lalu menoleh ke Richard, Ayah Alea, dengan nada manja yang dibuat-buat. "Om Richard, aku ingin jus jeruk! Tapi aku tidak bisa mengambilnya sendiri, tanganku sakit habis terkilir kemarin," rengeknya, menunjuk ke perban kecil di lengannya dengan tatapan penuh drama. Sebuah provokasi terang-terangan yang selalu berhasil membuat Richard menuruti kemauannya dan menegur Alea.

Namun, Alea hanya memandang datar tingkah Tiara. Mata onyx-nya sama sekali tidak menunjukkan minat untuk menanggapi drama murahan itu. Tidak ada kerutan di dahinya, tidak ada gejolak di hatinya. Hatinya kini terasa seperti bongkahan es, kebal terhadap segala rasa sakit yang dulu begitu familiar. Tidak ada lagi keinginan untuk berlari, untuk memohon perhatian, atau untuk sekadar diakui. Harapan itu, yang selama ini menjadi bara kecil di hatinya, kini telah padam sepenuhnya, digantikan oleh abu kekosongan yang dingin. Tiara mendengus kecewa, karena provokasinya tidak menghasilkan reaksi apa pun dari Alea.

Tanpa melirik ataupun menyapa mereka—bahkan saat Papa sempat mengangkat kepalanya, memandang Alea dengan tatapan jijik sesaat sebelum kembali ke korannya—Alea berbalik. Langkahnya ringan, tanpa beban. Ia melangkah lurus menuju ke dapur, tempat Bi Ijah dan Mang Udin sudah menunggunya untuk sarapan.

Kevin, David, dan Devan tidak tinggal diam melihat pengabaian Alea.

"Hei! Mau ke mana kamu, Anak Tidak Tahu Diri?!" teriak Kevin, suaranya dipenuhi ancaman. "Apa kamu pikir kami tidak melihat bekas darah di seragam mu itu?! Jangan harap bisa lolos lagi!"

"Dengar ya, Alea! Kalau sampai terjadi sesuatu lagi pada Tiara, kau akan menyesal seumur hidupmu!" sambung David, suaranya tajam seperti pisau.

"Kau itu sampah! Tidak pantas ada di rumah ini! Lebih baik kau mati saja!" teriak Devan, melontarkan hinaan paling kejam, yang dulu akan membuat Alea menangis tersedu-sedu.

Teriakan-teriakan penuh ancaman dan hinaan itu mengiringi langkah Alea menuju dapur, mencoba menembus dinding dingin yang kini mengelilingi hatinya. Namun, kali ini, kata-kata itu hanya melayang di udara, tidak lagi menyentuhnya. Tidak ada lagi rasa perih, tidak ada lagi air mata yang mendesak. Hatinya telah membatu.

Di dapur, di meja makan kecil yang sederhana, Alea menemukan kehangatan yang tak pernah ia dapatkan di ruang makan mewah itu. Bi Ijah dan Mang Udin tersenyum menyambutnya, wajah mereka penuh kekhawatiran yang tersamarkan oleh kelegaan. Mereka menyajikan nasi dan lauk sederhana. Alea membalas senyum mereka, sebuah senyum kecil yang tulus, hanya untuk mereka berdua. Ia makan dengan tenang, sesekali mengobrol ringan dengan Bi Ijah dan Mang Udin, berbagi cerita singkat tentang hari kemarin tanpa menyebutkan insiden Alexander atau pemukulan yang ia terima, berusaha menyembunyikan luka barunya. Setelah menghabiskan sarapannya, Alea berpamitan kepada mereka berdua, dengan janji akan segera kembali setelah sekolah.

Tentu saja, perubahan sikap Alea yang mencolok pagi itu—keheningan, pandangan acuh tak acuhnya, dan fakta bahwa ia sama sekali tidak berusaha mencari perhatian mereka—membuat Papa dan ketiga Abangnya, Kevin, David, dan Devan, merasa sedikit heran. Mereka saling pandang sesaat, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Ada kerutan samar di dahi Papa, sebuah kebingungan singkat di wajah Kevin, dan tatapan bertanya dari David dan Devan. Namun, keheranan itu hanya sesaat.

Dengan cepat, Tiara mengalihkan perhatian mereka kembali. Dengan rengekan manja yang sudah terbiasa ia gunakan, ia merengek meminta Kevin untuk mengantarkannya pergi ke sekolah. "Abang Kevin, antarkan aku ya? Aku tidak mau diantar Mang Udin. Aku kan takut kalau diantar sendirian." Kevin segera tersenyum, melupakan kebingungan sesaatnya tentang Alea. "Tentu saja, Sayang. Ayo, Abang antarkan." David dan Devan juga kembali mengerubungi Tiara, menawarkan tasnya dan membukakan pintu mobil untuknya.

Dunia mereka kembali berputar di sekitar Tiara, seolah-olah Alea tidak pernah ada, tidak pernah hadir di ruangan itu. Namun, kali ini, Alea tidak lagi peduli. Perasaan dingin yang membungkus hatinya memberinya kekuatan. Ia sudah tidak lagi mengharapkan apa pun dari mereka. Jalan yang akan ia tempuh kini sudah jelas, dan itu tidak melibatkan mereka. Ini adalah titik awal dari Alea yang baru, Alea yang telah melepaskan diri dari rantai pengabaian, siap menghadapi masa depan yang penuh dengan bahaya dan balas dendam. Ia akan membiarkan mereka hidup dalam dunia ilusi mereka, sementara ia membangun kekuatannya sendiri, diam-diam, tanpa mereka sadari.

1
Naruto Uzumaki family
Lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!