Rui Haru tidak sengaja jatuh cinta pada 'teman seangkatannya' setelah insiden tabrakan yang penuh kesalahpahaman.
Masalahnya, yang ia tabrak itu bukan cowok biasa. Itu adalah Zara Ai Kalandra yang sedang menyamar sebagai saudara laki-lakinya, Rayyanza Ai Kalandra.
Rui mengira hatinya sedang goyah pada seorang pria... ia terjebak dalam lingkaran perasaan yang tak ia pahami. Antara rasa penasaran, kekaguman, dan kebingungan tentang siapa yang sebenarnya telah menyentuh hatinya.
Dapatkah cinta berkembang saat semuanya berakar pada kebohongan? Atau… justru itulah awal dari lingkaran cinta yang tak bisa diputuskan?
Ikutin kisah serunya ya...
Novel ini gabungan dari Sekuel 'Puzzle Teen Love,' 'Aku akan mencintamu suamiku,' dan 'Ellisa Mentari Salsabila' 🤗
subcribe dulu, supaya tidak ketinggalan kisah baru ini. Terima kasih, semoga Tuhan membalas kebaikan kalian...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berjaga-jaga, kalau tidak...
Bandhi mengetik pesan singkat di grup geng motornya:
📩 “Sepulang kuliah, buntuti ke mana Ray pergi. Dan… culik adiknya.”
Ia menyisipkan satu foto: potret Zara yang diambil saat insiden bersama Haru dan Asaki. Wajah gadis itu terlihat jelas, tak sadar dirinya tengah diawasi.
📩 “Baik, bos.”
Sementara itu, pukul setengah empat sore, Zara baru selesai latihan Cheerleader bersama komunitasnya. Ray telah menunggunya cukup lama di parkiran. Saat ini, pria itu sudah tidak disibukkan kuliah, melainkan tengah menunggu jadwal wisuda. Lha, di kampus ngapain? Jagain adeknya.
“Maaf ya abangkyuu~ jadi nunggu lama.”
“Nggak masalah. Yuk, pulang.”
"Okei dokei."
Saat masuk mobil, Ray berkata. “Zara, kamu duduk di belakang dan pakai baju yang udah aku siapin."
“Ha? Serius?”
Ray tidak menjawab. Ia mendorong pelan bahu Zara masuk ke pintu tengah “Coba dulu. Buruan.”
“Maksudnya apa sih, bang?”
“Hapus dulu riasannya.”
“Hah? Kenapa?”
Ray menarik napas. Lalu pelan, suaranya rendah namun tegas, sabar menghadapi adiknya yang penuh tanya. Jelas saja.
“Kamu harus nurut. Diam dulu, oke?”
"Iya iya, abang Ray. Zara nurut."
Beberapa menit kemudian, "Abang Ray, aku udah selesai." ucap Zara dari dalam.
Ray pun masuk dan siap menyetir.
Menatap adiknya. Wajah bersih tanpa make-up dan... penampilan barunya: kaos hitam longgar, celana jeans gelap, dan sepatu sneakers. Rambutnya disembunyikan dengan wig yang sudah disiapkan dan topi.
Zara kini tampak seperti remaja laki-laki. "Gila! Gue malah jadi tampan seperti abang Ray!"
Ray tersenyum puas.
“Sempurna. Yuk, pulang.”
“Abang! Jelasin dulu! Kenapa aku harus nyamar begini? Risih, tauk! Apa abang Ray mau ajak aku ke bar lagi? Wooooww..."
Ray tak menjawab, malah meraih botol parfum dari saku jaketnya dan menyemprotkan ke Zara.
“Kamu suka kan bau parfum abang?”
“Yup. Suka banget, karna wangiiiii~
“Nah, sekarang ayo. Kita pulang.”
“Heeee?! Jelasin dulu abang! Aku nggak mau pulang kayak gini tanpa tahu kenapa!”
Ray hanya menjawab dengan satu kalimat, “Nanti aku jelasin di jalan. Yang penting sekarang, kamu aman dulu.”
"Iya," Zara manyun. "Anj*y bener punya abang begini. Suka banget ngatur-ngatur adeknya. Huh!" gerutunya.
"Kamu bilang apa, Zara?"
"Ahahaii... Nggak ada kok. Sumpritt."
"Aku hanya berjaga-jaga. Tapi, aku sangat berharap kita bisa pulang hari ini dengan aman. Dan kalaupun tidak… itu bakal jadi nasib kita, Zara. Habis sudah riwayat kita." Batin Ray. Pandangannya menatap lurus ke jalanan, tapi pikirannya berkecamuk.
Namun, kata-kata itu tak jadi ia ucapkan. Ia tak ingin membuat Zara takut. Tak ingin adiknya tahu betapa gelap dan gentingnya situasi yang sedang mereka hadapi.
Sementara itu, Zara terus menatap Ray dengan tatapan tajam dan penuh tuntutan. Ia tahu ada sesuatu yang disembunyikan.
“Pegang HP aku. Aku traktir kamu sepuasnya. Pilih apa pun, Zara.” Ray menyodorkan ponselnya, membuka aplikasi food online.
Tapi Zara tidak tergoda semudah itu. “Aku nggak mau order makanan, Bang. Aku mau penjelasan.”
“Aku hitung sampai tiga. Kalau nggak mau, HPnya aku ambil.” putus Ray.
Zara mendengus. Tapi saat matanya melirik layar ponsel, ada setumpuk makanan favoritnya terpampang di sana. Burger keju meleleh, sushi platter, minuman boba varian baru…
Perut Zara sontak bernyanyi seriosa. Perasaan ngambeknya mulai tergoda oleh rasa lapar.
“Aku bakal order semuanya. Biar abang nyesel karena nggak mau kasih tahu aku alasannya. Huh!”
Dalam hati, Ray berkata,
“Maaf, Zara. Aku nggak bisa biarin kamu tahu... belum sekarang. Karena begitu kamu tahu, kamu nggak akan bisa lihat dunia ini dengan cara yang sama lagi.”
Tak butuh waktu lama.
Saat mobil mereka berbelok ke jalanan sepi, suara itu mulai muncul. Deru mesin motor. Satu, dua… lalu enam. Bisingnya meraung, liar seperti kawanan serigala kelaparan yang tengah memburu mangsanya.
Raung! Raunggg!!
Semakin dekat. Semakin keras. Dan kini… memekakkan telinga.
Zara menoleh ke belakang, "Abang, ada kampanye kah??"
../Facepalm/