SEQUEL KEDUA ANAK MAFIA TERLALU MENYUKAIKU!
Lucas Lorenzo yang mendapati kenalan baiknya Philip Newton berada di penjara Santa Barbara, ketika mengunjunginya siapa sangka Lucas dimintai tolong oleh Philip untuk menyelamatkan para keponakannya yang diasuh oleh sanak keluarga yang hanya mengincar harta mendiang orang tua mereka.
Lucas yang memiliki hutang budi kepada Philip pun akhirnya memutuskan untuk membantu dengan menyamar menjadi tunangan Camellia Dawson, keponakan Philip, agar dapat memasuki kediaman mereka.
Namun siapa sangka ketika Lucas mendapati kalau keponakan Philip justru adalah seorang gadis buta.
Terlebih lagi ada banyak teror di kediaman tersebut yang membuat Lucas tidak bisa meninggalkan Camellia. Ditambah adanya sebuah rahasia besar terungkap tentang Camellia.
Mampukah Lucas menyelamatkan Camellia dari orang yang mengincarnya dan juga kebenaran tentang gadis itu? Lalu bagaimana jika Camellia tahu bahwa Lucas adalah seorang mafia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34. MENJIJIKAN
Malam telah larut saat suara sepatu Lucas bergema pelan di lantai kayu kamar Camellia. Di luar, langit Los Angeles digantungkan seperti kanvas kaca; penuh cahaya, penuh pantulan dunia modern yang tak pernah tidur. Tapi di dalam kamar itu, keheningan menjadi jubah nyaman bagi dua insan yang baru saja kembali dari negeri dongeng.
Camellia duduk di kursi malas dekat jendela, mengenakan gaun tidur satin biru muda, rambut panjangnya tergerai seperti arus tenang yang menyimpan badai. Matanya memandang keluar jendela, bukan lagi hanya dengan imajinasi, melainkan dengan cahaya yang kini benar-benar bisa ia lihat.
Lucas meletakkan secangkir cokelat hangat di meja kecil di samping kursinya.
"Aku tahu kau belum bisa tidur, Love," ujarnya pelan dengan senyum di wajah.
Camellia menoleh, tatapannya teduh. "Terlalu banyak cahaya. Terlalu banyak suara."
Lucas duduk di hadapannya, menunduk sebentar. "Selamat datang kembali di kenyataan, Camellia."
Gadis itu tersenyum tipis mendengar candaan ringan Lucas. "Dan ternyata kenyataan tak seindah dongeng, ya?"
Lucas menatap netra Camellia, mata yang dulunya kosong, kini bersinar dengan sesuatu yang lain. Keteguhan. Luka. Harapan.
"Camellia ..." Suaranya menurun. "Apa kau tidak masalah melihat kebenaran secara langsung? Aku tahu aku yang menyuruhmu, tapi ... aku tidak senang jika kau merasa terluka."
Camellia melihat Lucas dan tersenyum seraya memainkan rambut pria tersebut dengan lembut. "Kau memang yang menyuruhku. Tapi aku sendiri yang memilih untuk melakukannya. Aku tidak ingin menjadi gadis bodoh selamanya. Kau sudah berbaik hati memberikanku kesempatan untuk melihat dunia, dan akan kugunakan kesempatan itu dengan baik."
Lucas mengangguk pelan. "Baiklah jika itu maumu. Apa ada yang bisa aku bantu?" tanyanya.
Camellia mengangkat wajahnya. Kali ini, tidak ada getar di sana. Hanya ketenangan yang tajam. "Tolong urus semua aset keluargaku, dan jual saja. Semua tanpa terkecuali. Aku tidak ingin paman, bibi, atau Briana mendapatkan sepeser pun uang milik orang tuaku."
"Love? Kau yakin akan melakukan semua itu? Kau akan menjual semua aset keluargamu?" Lucas terkejut dengan keputusan Camellia yang tiba-tiba ini.
"Aku yakin. Aku akan gunakan uang itu untuk pindah ke kotamu. Aku ingin membawa Nolan dan membiarkannya memilih jalan yang dia senangi di kota baru. Aku ingin memulai hidup baru," ucap Camellia, terdengar ada nada kesedihan dalam suaranya. Karena bagaimana pun ia harus membuang semua hal tentang orang tuanya, tapi menurut Camellia itu satu-satunya cara untuk melindungi harga dirinya, harga diri orang tuanya.
"Jika itu maumu. Aku akan mengurusnya, jangan khawatirkan apa pun. Kita bisa pulang ke kampung halamanku di San Francisco kapan pun kau mau. Mom, Dad, Rose, dan yang lain pasti akan menyambutmu dengan sangat baik. Akan kujamin kalau hanya akan ada cinta dan kasih sayang di sana untukmu dan adikmu," kata Lucas, menggenggam tangan Camellia erat.
"Terima kasih, Lucas. Sungguh aku tidak tahu harus bagaimana membayar kebaikanmu ini." Camellia menatap lembut kekasihnya, bertanya-tanya kebaikan apa yang telah Camellia perbuat hingga ia dapat mendapatkan Lucas dan semua cinta pria itu.
"Anything for you, My Love," ucap Lucas.
Lucas menahan napas. Ia sangat mencintainya. Lebih dari yang pernah ia bayangkan. Dan kini, melihat gadis itu siap melangkah ke dunia yang besar, itu membuat jantungnya berdebar dengan cara yang berbeda. Ah, Lucas bahkan tidak pernah menyangka kalau gadis lembutnya ini justru memiliki keberanian yang luar biasa.
Dan malam pun memeluk mereka dalam bisu yang mengerti. Dua hati yang siap menghadapi kenyataan apa pun itu.
Keesokan Paginya.
Cahaya matahari menari masuk lewat sela tirai ketika pintu kamar kembali diketuk. Jane sudah keluar membawa cucian, dan Lucas sedang pergi untuk menyusun laporan sementara kepada Zen. Terutama tentang keinginan Camellia semalam.
Camellia duduk di kursinya seperti biasa, rambutnya disisir rapi, mengenakan gaun putih sederhana yang membuat kulitnya tampak sebersih bunga lili.
"Camellia?" suara itu terdengar lembut, manis, terlalu manis.
"Briana?" jawab Camellia, menoleh pelan, masih menjaga sorot kosong di matanya.
Briana masuk, membawa nampan sarapan lengkap, teh, roti, selai stroberi, dan senyum yang mengilat seperti pisau berlapis madu.
"Aku ingin membawakan sarapanmu pagi ini," katanya sambil meletakkannya di meja. "Kupikir, setelah perjalanan panjang ... kau butuh sentuhan keluarga."
Camellia tersenyum lembut. "Terima kasih. Aku memang lelah."
Briana duduk di sampingnya, menatap mata itu, mencoba mencari celah, mencoba melihat apakah matanya benar-benar tak bisa melihat.
"Apa Lucas bersikap baik padamu?" tanyanya, nadanya datar namun berjaga.
Camellia mengangguk. "Dia sangat baik. Dia banyak membacakan cerita padaku. Menuntunku berjalan di jalanan Florida, katanya kotanya indah, penuh keceriaan dan aroma laut yang menenangkan."
"Ah, jadi kamu tak melihat semua itu, ya?" tanya Briana cepat, mencoba memancing.
Camellia menoleh pelan, senyum tak bergeser sedikit pun. "Tidak. Tapi aku bisa membayangkannya. Lucas selalu memberitahu apa pun di sekitarku sehingga aku seperti dapat melihat secara langsung pemandangan sekitarku."
Senyap sejenak. Briana menggigit bibir bawahnya, lalu mengalihkan topik karena tidak senang mendengar cerita Camellia yang dekat dengan Lucas.
"Kau tahu, selama kau pergi, banyak hal berubah di sini. Keluarga mulai bertanya-tanya. Lucas ... kupikir dia terlalu berlebihan menjagamu. Aku takut dia melakukan sesuatu padamu. Kau tahu ... apa sih yang diinginkan laki-laki jika berdua dengan seorang gadis, terutama gadis lugu sepertimu. Pria itu sama saja, mereka hanya menginginkan tubuh perempuan untuk bersenang-senang. Dan Lucas juga adalah pria," kata Briana menebar racunnya dalam nada khawatir yang palsu.
Camellia dapat melihat dengan jelas kini bagaimana ekspresi Briana, benar-benar menjijikan untuk Camellia. Bisa-bisanya dia menjelek-jelekkan Lucas seperti itu. Jelas kalau Briana cemburu. Haruskah Camellia lebih membuatnya cemburu?
"Lia? Dia tidak melakukan sesuatu padamu saat kalian liburan, 'kan? Kau tahu ... hubungan badan?" tanya Briana.
Ah, Camellia senang sekarang Briana memikirkan hal itu. Entah kenapa Camellia tahu kalau Briana akan membuka obrolan tentang itu mengenai liburan berdua Camellia dan Lucas.
"S-sebenarnya ... aku dan Lucas sudah ... kau tahu ... ehmm ... melakukan hal itu. Maksudku berhubungan badan," jawab Camellia malu-malu. Jelas itu adalah dusta, Lucas adalah pria gentleman yang bahkan untuk mencium Camellia saja harus meminta izin dulu oleh gadis itu. Tentu saja Lucas tidak melakukan hal tersebut. Lagi pula Camellia dna Lucas jatuh cinta secara murni bukan cinta karena nafsu atau ambisi semu.
Wajah Briana berubah merah, marah. Tangannya meremas pinggiran sofa dengan kencang hingga rasanya ia dapat merobek kulit sofa tersebut.
"Kau tahu ... itu benar-benar pengalaman paling luar biasa untukku," ucap Camellia untuk tambah memanasi Briana. Sekuat tenaga Camellia menahan tawa. Ingin rasanya segera menelpon Lucas untuk pulang dan memberitahu bagaimana kesenangan hati Camellia saat ini saat pertama kalinya berhasil memermainkan orang lain yang selama ini jahat terhadap Camellia.
"Oh, Camellia, kau seharusnya tidak melakukan itu dengan pria. Kau bahkan masih muda, bagaimana jika kau hamil dan Lucas meninggalkanmu. Ingatlah kalau kau punya kekurangan," Briana seperti kehilangan ketenangan saat ini.
Camellia diam. Matanya mengarah lurus pada secangkir teh di atas meja. Ia tak menyentuhnya, lalu berkata, "Kenapa harus aku takut. Lucas tunanganku bukan pria lain. Dia milikku."
Briana menggertakan giginya kesal. Kebencian terlihat jelas di wajah Briana ketika mendengar dua kata terakhir yang terlontar dari mulut Camellia.
"Kau terlihat ... berbeda," nilai Briana.
Camellia hanya tersenyum manis. "Mungkin karena angin laut Florida."
Dan saat itu, langkah kaki terdengar dari arah tangga. Jane kembali masuk sambil membawa buket bunga mawar putih di tangan.
"Oh Miss. Lucas mengirimkan buket mawar ini untukmu. Dia bilang akan pulang terlambat nanti," ujar Jane sambil meletakkan buket bunga di pangkuan Camellia
Camellia tersenyum, Lucas benar-benar tahu apa yang harus dilakukan. "Terima kasih, Jane."
Briana menggertakkan gigi pelan. Tapi ia bangkit, tersenyum lagi dengan wajah topengnya. "Aku akan kembali nanti. Nikmati sarapanmu, Camellia."
Dan ia pun melangkah pergi, kembali ke sarangnya, menyusun strategi baru, tak tahu bahwa pertunjukan yang ia sutradarai kini telah berpindah tangan.
Mentari sore Los Angeles menyapa dengan lembut di sela tirai kamar Camellia, seolah menyambut kembalinya sang putri yang telah lama absen dari rumahnya. Udara terasa hangat, tapi tidak sepanas gejolak yang bersembunyi di balik jantung gadis itu. Kini matanya terbuka. Namun, dunia tak perlu tahu itu. Belum.
Camellia duduk tenang di sofa, menahan senyum saat matanya memandangi cahaya yang menari di atas gelas teh. Dunia begitu berbeda sekarang. Tajam, hidup, dan menyimpan banyak warna yang sebelumnya hanya bisa ia bayangkan dalam bayang kata-kata. Tapi kali ini, ia menyembunyikan penglihatannya. Atas permintaan Lucas, ia akan berpura-pura. Ia akan melihat mereka semua, dengan mata terbuka namun tertutup. Justru terasa menyenangkan bagi Lucas ketika melihat bagaimana orang sekitarnya bertindak. Hanya karena tahu Camellia tidak dapat melihat, mereka tidak perlu pura-pura baik. Hanya Jane yang suara, tingkah, ekspresi sesuai dengan selama ini.
Tak lama, suara langkah Adrian terdengar menyusuri lorong. Langkah yang dulu terdengar penuh kehangatan, kini menggores lantai dengan nada manipulatif yang mulai dikenalnya.
"Camellia?" panggilnya dari ambang pintu, membawa buket bunga mawar merah yang tampak mekar sempurna. "Aku dengar kau sudah kembali. Jadi ... aku pikir, aku ingin menyapamu."
Camellia menoleh pelan, masih berpura-pura mencari arah suara. "Adrian?" gumamnya pelan, pura-pura terkejut. Ia tahu Briana pasti yang memberitahu Adrian.
"Ya, ini aku" ucapnya sembari mendekat dan meletakkan bunga itu di pangkuannya. "Aku merindukanmu, Camellia. Hari-hari tanpa suaramu terasa sunyi."
Camellia tersenyum kecil. "Kau sangat baik, ya. Kau merindukan seseorang yang tak bisa melihatmu."
Ada jeda. Sejenak Adrian terdiam, mungkin tak mengerti makna tersembunyi dari kata-katanya. Camellia menunduk, menyembunyikan mata yang menyala dengan amarah dan ironi.
"Aku ingin kau tahu, aku selalu di sini kalau kau membutuhkan sesuatu," lanjut Adrian, suaranya seperti madu yang menyamarkan racun. "Istirahatlah. Wajahmu tampak lelah. Aku ingin bicara sesuatu dengan Briana tentang tempat magang dia untuk laporan yang harus dia berikan ke dosennya."
Camellia mengangguk pelan. "Oke, Adrian."
Waktu berlalu, Camellia tidak peduli akan Adrian atau pun Briana. Ia hanya ingin bersantai, melepaskan rasa lelah yang masih sering dirasakan karena perjalanannya dengan Lucas beberapa waktu lalu. Ia mengambil ponsel pemberian Lucas dari dalam laci di meja samping tempat tidur, mengirimkan pesan kepada kekasihnya tentang yang terjadi hari ini dan juga kedatangan Adrian.
Senyum mengembang wajah Camellia ketika Lucas langsung membalas dengan mengatakan kalau ia akan pulang secepat yang ia bisa. Hanya balasan seperti itu sudah menghangatkan hati Camellia.
Malam turun tanpa Camellia sadari. Gadis itu fokus pada ponselnya untuk belajar banyak hal yang belum diketahui. Bersyukur karena Lucas dengan sabar mau mengajari segala hal kepada Camellia, khususnya menggunakan benda elektronik. Bahkan kini Camellia telah berinteraksi dengan Rosetta walau masih dalam via tukar pesan, karena situasi Camellia. Benar saja, Camellia mengerti ucapan Lucas yang mengatakan kalau adik perempuannya itu seperti bocah yang aktif luar biasa. Tapi itu justru membuat Camellia senang karena Rosetta adalah gadis yang blak-blakan dan tidak mengenal berpura-pura.
Camellia bangkit dari sofa, mengambil tongkatnya sebagai alat pura-pura Camellia dan berjalan keluar untuk memastikan apakah Lucas sudah pulang. Namun, langkahnya tertahan di lorong. Sebuah suara lirih menyusup dari balik dinding, suara samar namun jelas. Suara desahan yang bukan berasal dari lelah, tapi dari sesuatu yang lebih ... menggoda. Suara yang sering Camellia dengar saat malam dan berasal dari saru tempat ... kamar Briana.
Alis Camellia bertaut. Ia telah beberapa kali mendengar suara seperti itu sebelumnya, namun dulu ia hanya bisa menebak. Kini, dengan matanya terbuka, dunia tak bisa lagi bersembunyi darinya.
Ia mendekat ke pintu kamar Briana, jantungnya berdegup lebih cepat. Dengan napas yang ditahan, ia mendorong sedikit daun pintu yang tidak terkunci rapat.
Dan di sanalah ia melihatnya.
Adrian dan Briana.
Terlilit dalam pelukan yang penuh hasrat, napas mereka menyatu dalam irama yang tak suci. Tangan Adrian menelusuri kulit Briana dengan kemesraan yang seperti telah terbiasa, sementara Briana menggeliat dengan senyum puas, matanya terpejam dalam kenikmatan yang tak bisa dipalsukan.
Camellia membekukan langkah. Ia terkejut setengah mati saat melihat hal di depan sana. Hal yang tidak pernah Camellia duga selama ini.
Tangannya gemetar di sisi pintu. Namun ia tak membuka lebih jauh. Ia terlalu terkejut.
Menjijikan.
Satu kata itu yang pantas menggambarkan Briana dan Adrian di mata Camellia.
karna saking kaget nya Cammy bisaa meliy lagi, dan orang² yg pernah mengkhianati Cammy menyesal
oiya btw kak, kan kemarin ada part yg Lucas bilang " dia lebih tua dari mu " itu Arthur atau Rose, terus umur Rose berapa sekarang, aku lupaa eee