"Itu hukuman buat kamu! Jangan sampai kau melanggar lagi aturan sudah yang aku buat. Kalau tidak …." Kalimatnya menggantung.
"Kalau tidak apa, Kak?" tanya Lyana mulai berani.
"Sesuatu yang lebih buruk dari ini akan terjadi." Anggara berlalu dari hadapan Lyana. Aliran darahnya mulai memanas.
"Hah, sesuatu yang buruk? Bahkan kakak sudah mencuri ciuman pertamaku, menyebalkan." Kini giliran Lyana yang marah. Dia membuka dan menutup pintu kamar dengan keras. Sirkuasi udara di dalam kamar seolah berhenti seketika.
"Ciuman Pertama? Hah, pandai sekali dia berbohong."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon My Starlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menetaplah
Aroma masakan mulai tercium dari dapur. Beberapa menu sudah ada di meja makan, tinggal menunggu sayur bening bayam itu selesai maka lengkap sudah menu pagi ini.
Ayam goreng laos, sambal bawang, tumis tempe cabe ijo dan sayur bening bayam jagung kesukaan Reno sudah berjejer di meja makan.
Anggara merapihkan bagian bawah kemeja hitam miliknya. Duduk dan menggulung sedikit bagian lengan. Jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan serta cincin di jari manis nya menambah karisma tersendiri.
"Tunggu, dia pakai cincin ? Sejak kapan? "Glek. Sekarang pandangan Lyana beralih pada Otot lengan Anggara yang nyembul seolah muncul kepermukaan.
Plak.
Lyana menyadarkan diri. Menyodorkan piring berisikan nasi putih ke depan Anggara dan di terima nya dengan baik.
Deg deg. Jantung Lyana berdetak cepat, Aroma parfum anggara menusuk indra penciumanya. Sama seperti wangi tubuhnya. Eh.
Lupa, Lyana bahkan lupa semalam kalah telak dari Anggara. Huh, apalah dayaku cuma anak kemarin sore. Harusnya Lyana yang marah, karena Anggara memperlakukanya dengan sesuka hati dan semena-mena. Tapi malah jadi dia yang kalah.
Semalam.
"Kesinikan jarimu. " Titah Anggara mencoba membuka pola pada ponsel Lyana.
"Enggak mau ! " Lyana menolak.
"Cepat sini. Anggara menarik paksa tangan Lyana."
"Ah. Sakit kak. " Lyana menarik cepat tanganya dan mengusapnya.
"Menurutlah selagi aku masih memintamu dengan baik."Lyana tetap menolak. Dia sudah yakin akan pergi meninggalkan rumah ini.
"Tiket sialan . Brak ! " Anggara membanting ponsel Lyana ke lantai.
"Kaaaaak, huaaaa! "Lyana menangis sekencang-kencangnya. Entah apa yang di ucapkan Anggara saat itu. Namun Lyana benar-benar sedih. Sekarang giliran Anggara yang frustasi melihat perempuan di hadapanya menangis tanpa henti.
"Sudahlah nanti aku belikan yang baru. " ucap nya sambil mengusap punggung Lyana.
"Enggak mau. Kak Gara nyebelin. Kak Gara jahat !." Bahkan di sela tangisnya masih sempat mengumpat.
"Udah diam . Nanti tetangga dengar, di kira aku ngapain kamu. " Anggara menurunkan kakinya dan memeriksa jendela. Takut ada tetangga yang melihatnya.
Lyana mengusap air mata nya, dia mengambil ponsel yang terjatuh dibawah meja rias. Layar ponsel itu sudah hancur tak berbentuk. Lyana menggosok-gosokan ponsel itu ke bajunya. Kemudian menyimpanya di laci.
"Aku capek kak, aku mau istirahat. " Lyana kembali ke tempat tidur dan merebahkan dirinya di sana. Menarik selimut sampai ujung kepala, hanya beberapa helai rambut yang terlihat.
"Ly. " Panggil Anggara lembut, sekarang dia bahkan duduk di tepi ranjang dimana Lyana tidur.
"Menetaplah di sini. Lakukan saja hal yang ingin kamu lakukan. Asal tidak melanggar aturanku. Kau bebas."
Anggara memainkan jari jemarinya sendiri.
"Bebas apanya. Semua kan Kak Gara yang ngatur. " menjawab dari dalam selimut.
"Baiklah, apa maumu sekarang? Yang penting tetaplah tinggal disini bersamaku dan Reno." Anggara mengusap rambut Lyana pelan.
"Lagi mau bebas aja. " Jawab Lyana singkat.
"Ayolah. Reno benar-benar sayang sama kamu. Dia enggak mau kamu pergi, makanya dia sengaja makan banyak chiki di sekolah. Dia bilang biar aku sakit, tante lyly pasti enggak jadi pergi. Tante lyly pasti nemenin Reno ya kan Yah?" Anggara mengulang kata-kata Reno.
Lyana tertegun mendengar apa yang di katakan Anggara. Wajah sembab itu muncul, rambutnya berantakan. Lyana membuka selimutnya dan duduk bersandar di tempat tidur.
"Reno beneran ngomong gitu kak?" Berhasil. Anggara berhasil meyakinkan Lyana bukan. Padahal bukan itu inti percakapannya dengan Reno tadi.
"Ayah jahat si sama tante lyly ."
"Jangan terlalu keras yah sama tante lyly."
"Makanya Ayah jangan marah-marah terus ."
"Ayah tahu enggak si kalau tante lyly suka diam-diam nangis. "
"Ayah keterlaluan."
"Reno enggak mau jadi laki-laki kaya Ayah ."
Bahkan ucapan Reno masih teringang ditelinga Anggara sampai sekarang.
"Iya Reno ngomong gitu." Anggara melihat wajah Lyana yang sembab. Apa yang dikatakan Reno benar ya kalau aku terlalu keras sama kamu . Kemudian Anggara menyodorkan gelas berisi air putih ke depan Lyana. Gelas itupun kembali kosong sampai ke tangan anggara lagi.
"Asal Reno tahu sebenernya aku juga sayang banget sama dia. Reno yang lucu, pintar, jago ngelawak pula. Ah dia menggemaskan sekali. " Lyana tersenyum getir mengingat kebersamaanya dengan Reno.
"Sayang, Ayahnya ngeselin . Suka semena-mena, suka marah-marah , kalau ngomong suka nya ngegas, suka teriak-teriak, suka nyuruh-nyuruh , suka . " Hap Anggara membungkam mulut yang tidak berhenti berbicara fakta itu dengan ciuman yang memabukan.
"Menenggemaskan sekali istriku yang cerewet ini." Setelah puas melumat habis bibir keci itu sekarang Anggara menguyel-uyel pipi Lyana .
"Istriku? Eh apa aku salah dengar ya. Tapi bener kan dia ngomong gitu tadi." Batin Lyana sambil menggigit bibit bawahnya yang masih menyisakan aroma mint itu.
"Kak, kamu belum minum obat ya? " Lyana menempelkan punggung tanganya ke kening Anggara. Seketika alisnya berkerut namun tiba-tiba tergelak.
"Hahaha. Lucu sekali kamu Ly. " Anggara meraih tangan Lyana yang sudah terlepas dari keningnya. Hangat. Kemudian menempelkanya di pipi. Memeluk tangan kecil itu sebentar.
"Maaf. Kalau aku sering bikin kamu menangis. Mulai sekarang panggil aku sayang. "
"Apa??." Heran.
"Iya, panggil aku sayang. Kamu itu istriku, kalau manggilnya Kak Kak Kak aku jadi selalu menganggapmu adik." Anggara memalingkan wajahnya. Malu, dia juga malu mengakui kebenarnya kan.
"Jadi, kedepanya jangan berpikir untuk pergi dari rumah ini ya . Ini rumahmu juga." ucap Anggara sambil mengusap punggung tangan Lyana
"Hah. Gagal deh jalan-jalan ke jogjanya."
"Wkwkwk ."Anggara tergelak lagi.
"Jadi, kamu cuma pengen jalan-jalan ke jogja aja?. Kalau gitu kenapa repot-repot ngrayu kamu begini. " Anggara melepaskan tangan Lyana dan beranjak dari duduknya.
"Oh Jadi Kak Gara cuma ngrayu aku aja? Enggak beneran nganggap Aku istri. Ya udah aku tinggal naik ojeg ke stasiun, pesan tiket lagi. Eh langsung aja deh berangkat ke Jogja."
"Enggak akan aku ijinin. " Anggara mendekat lagi kearah Lyana dan mencium bibir Lyana dengan lembut. Sejujurnya sekarang justru Anggara yang takut kehilangan Lyana.
Selanjutnya mereka tentu mengulangi kegiatan yang panas lagi dengan lembut dan penuh gairah.
"Auw, ampun Kak ! " Lyana mendorong kepala Anggara yang sudah ada di atas dadanya.
Tak terima, Anggara justru semakin membenamkan diri. Sementara tangan yang lain sibuk menari-nari di bagian favorite nya. Lyana meremang, erangan-erangan kecil beberapa kali lolos dari mulutnya. Membuat Anggara justru lebih bersemangat lagi menjelajahi tubuh istrinya .
Entah jam berapa aktifitas menggairahkan itu selesai. Keduanya kini terlelap saling memeluk sampai sinar mentari menerobos masuk melalui celah jendela.
"Kak, udah siang." Suara parau Lyana terdengar Anggara.
"Hemm tidurlah lagi sebelum aku menjadikanmu sarapan pagiku." Anggara mencium puncak kepala Lyana.
Samar-samar tendengar "Aku sayang kamu Ly. "
.
.
.
.