Pernikahan seharusnya membuka lembaran yang manis. Tapi tidak bagi Nayara, dia menyimpan rahasia kelam yang akhirnya merenggut kebahagiaannya.
Suaminya membencinya, rumah tangganya hampa, dan hatinya terus terjerat rasa bersalah.
Hingga suatu hari sumber masalahnya sendiri datang dan berdiri dihadapannya, laki-laki yang kini memperkenalkannya sebagai sopir pribadi.
“Sudah aku katakan bukan. Kamu milikku! Aku tidak akan segan mengejarmu jika kau berani meninggalkanku.”
Apakah Nayara akan mempertahankan rumah tangganya yang hampa atau kembali pada seseorang dimasa lalu meski luka yang ia torehkan masih menganga dihatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laila_Anta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Pernikahan pun akhirnya digelar. Berita kini sudah tersebar di seluruh desa. Banyak yang tidak mengira akhirnya juragan perkebunan teh bisa melabuhkan hatinya pada seorang gadis yang mereka kenal sehari-hari.
Meski banyak dari mereka yang memaklumi. Melihat kecantikan Nayara si kembang desa, tentu siapapun laki-laki yang melihatnya tidak mungkin tidak ingin memilikinya.
Pernikahan itu sudah seperti pesta rakyat saja. Banyak dari para warga ikut berkecimpung dalam persiapan pesta. Dana yang Bian gelontorkan tidak terhitung, semua warga bersukacita.
Di sudut kamar Nayara beberapa kali menahan air matanya agar tidak keluar. Kekecewaannya beberapa hari yang lalu berubah menjadi keputusasaan. Ia pasrah pada keputusan ayahnya tapi tetap saja hatinya menolak.
"Neng, sejak tadi air matamu itu keluar. Riasan makeup nya udah beberapa kali saya benerin lho. Neng ini menangis bahagia atau sedih sih sebenarnya?" ucap sang penata rias merasa tidak habis pikir.
Seharusnya gadis yang kini sedang ia dandani ini merasa beruntung. Tapi entah kenapa, ia merasa Nayara sedang meratapi kemalangannya.
"Tidak apa-apa, Mbak. Nay memang menangis bahagia sekaligus sedih. Karena sebentar lagi dia akan meninggalkan kami orangtuanya. Maklum, putri saya tidak pernah jauh dari kami." Ibunya Nayara menjawab kebingungan penata rias. Selain itu beliau juga takut, dia menyebarkan gosip yang tidak-tidak tentang putrinya.
Penata rias pun akhirnya mengangguk karena paham apa yang sedang pengantin wanita itu rasakan saat ini.
Bian sudah duduk di depan bapak penghulu dan para saksi. Bukan kali pertama ia duduk berhadapan dengan banyak orang. Tapi untuk saat ini, entah kenapa laki-laki itu merasakan gugup yang luar biasa.
Mempelai wanita muncul dari dalam rumah. Ya. Pernikahan mereka di gelar di ruangan terbuka. Untung saja, pak Jaya mempunyai pekarangan yang cukup luas sehingga saat ini tempat yang biasanya hanya ditanami sayuran dan bunga-bunga disulap menjadi acara pernikahan putrinya yang cukup mewah.
Semua mata tidak ada satupun yang berkedip. Tanpa polesan makeup saja, wajah gadis itu cukup membuat betah siapapun yang melihatnya. Apalagi saat ini, wajah anggunnya terlihat manglingi.
"Wah, pengantin wanitanya benar-benar cantik. Pantas saja juragan kita langsung jatuh hati," ucap salah satu tamu undangan.
"Ya. Dia sangat cocok bersanding dengan Den Bian." Semua orang yang mendengar perkataannya mengangguk tanda setuju.
Nayara duduk di samping laki-laki yang sebentar lagi mengucap janji sucinya. Gadis itu tertunduk dengan jemari yang saling meremas dibawah meja. Kalimat panjang dan nasihat bapak penghulu tidak sama sekali masuk ke indra pendengarannya.
Yang saat ini ia rasakan hanya cemas dan takut. Seolah semua orang-orang disekelilingnya tidak ada. Gadis itu hanya sibuk dengan pikirannya sendiri.
Hingga kata SAH yang semua orang ucapkan membuat Nay akhirnya tersadar. Ya. Ini bukan hanya mimpi, tapi kenyataan yang sebenarnya harus ia hadapi.
"Selamat ya, Nay. Kamu sudah jadi istri orang." Salah satu temannya memberikan ucapan selamat.
Bapak penghulu menyuruhnya untuk mencium punggung tangan suaminya. Nay pasrah, untuk pertama kalinya ia bersentuhan dengan laki-laki lain selain keluarga dan kekasihnya.
Bian pun mencium kening Nayara tanpa komando. Senyum lembut terukir jelas di bibir. Matanya menyiratkan penuh cinta.
"Terimakasih, Nay. Karena kamu sudah bersedia jadi istriku," ucapnya tulus.
Gadis itu menunduk, meremas gaun pengantinnya.
Pesta pun usai setelah para tamu undangan puas mencicipi berbagai macam hidangan dan hiburan.
Bian langsung memboyong istrinya ke kota setelah sempat membujuk dan meyakinkan orangtua Nayara.
"Berjanjilah untuk membuat putriku bahagia. Jangan sampai dia merasakan kesepian saat jauh dari kami," pinta pak Jaya.
"Tentu pak. Saya juga berjanji, akan menjadikan Nayara satu-satunya istri saya. Tidak akan pernah membagi cinta saya pada wanita manapun," ucap Bian penuh keyakinan.
Orangtua Nayara bernafas lega mendengarnya. Mereka akan memegang janji menantunya tersebut.
"Pergilah, Nak. Patuhi suamimu. Dan ingat pesan bapak. Kamu harus bahagia."
Gadis itu mengangguk pasrah. Meski tidak yakin, tapi ia tetap berharap semuanya sesuai dengan keinginan orangtuanya.
"Nay, pamit pak, Bu. De, jaga mereka baik-baik." Satu persatu Nayara memeluk ayah, ibu dan adik laki-lakinya yang kini baru menginjak remaja.
"Non, kok malah melamun si. Aduh, masakan bibi jadi gosong kan, gara-gara keseruan dengerin cerita Non Nay."
Bi Yati mengangkat wajan yang memang tercium bau hangus. "Bibi gimana si. Bibi kan yang nyuruh saya cerita. Jadi begini kan," gerutu Nay. "Lain kali jangan ajak Nay cerita kalau lagi masak kaya gini."
"Iya Non, maaf. Sebaiknya sekarang Non Nay mandi. Sebentar lagi Den Bian pulang. Biasanya jam segini beliau pulang."
Gadis itu menurut. Mereka tidak tahu saja, kalau seseorang yang sedang mereka bicarakan sudah berada di rumah sejak tadi.
* * *
Sementara di tempat lain.
Seorang laki-laki benar-benar datang ke tempat di mana ia dulu dibesarkan. Ya. Dia adalah Dev. Radeva Mahendra. Seorang pemuda desa yang tampan dan gagah.
Meski Dev tinggal di desa, tapi ia bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi meski dibesarkan oleh seorang ibu. Bukan tanpa sebab, ayah Dev yang tinggal di kota menjamin seluruh biaya hidup dan pendidikannya.
Benar. Orangtuanya sudah berpisah sejak ia berusia 10 tahun. Ayah Dev menikah lagi dengan wanita kota kaya raya. Mereka mempunyai beberapa perusahaan yang cukup berkembang. Tapi sayangnya, istri baru ayahnya tidak bisa melahirkan seorang putra. Mereka hanya dikaruniai seorang putri yang kini menginjak remaja.
Setelah beberapa bulan meninggalkan kampung halaman, akhirnya Dev kembali. Dengan balutan setelan jasnya, ia turun dari mobil mewah.
"Bos, anda benar-benar kemari?" Seorang laki-laki yang sejak pagi sudah datang lebih dulu.
Dev menatap tajam. "Mati kau jika omonganmu hanya omong kosong. Minggir!"
Laki-laki bertubuh jangkung tersebut memasuki pekarangan rumah Nayara. Dev, menatap sekeliling. Benar, seperti sudah terjadi sebuah pesta. Masih terdapat beberapa orang yang sedang membereskan sisa-sisanya
'Apa yang sebenarnya terjadi, Nay? Tidak mungkin kamu tega mengkhianati cinta kita.'
Dev tetap berusaha berpikir positif. Berharap semua praduga buruknya tidak benar. Saat hendak mengetuk pintu, seseorang muncul lebih dulu.
Keduanya terperanjat. Tatapan mereka bertemu. Dev yang mengulas senyum sangat berbanding terbalik dengan seseorang yang kini berdiri di ambang pintu.
Tatapannya sama sekali tidak bersahabat. Rahangnya mengeras dengan wajah yang memerah. "Untuk apa kau datang kesini?" sinisnya.
"Pak. Ini saya Dev, kekasih Nay-"
"Cukup!" Pak Jaya menyela perkataan. "Untuk apa sekarang kau kesini? Apa kedatanganmu hanya untuk memastikan putriku kini sedang menangisi pengkhianatanmu, hah?"
Tentu saja Dev tersentak mendengar penuturan ayah Nayara. Keningnya berkerut. "Apa maksud bapak. Saya kesini memang untuk Nayara."
Tangan pak Jaya terkepal. "Jangan kau sebut nama putriku lagi dengan mulutmu. Sekarang enyahlah!"
Laki-laki paruh baya itu hendak menutup pintu. "Tunggu pak. Ada apa ini sebenarnya? Apa yang terjadi? Saya ingin menemui Nayara dan memastikan keadaannya." Dev menghalau pintu.
Dengan amarah yang sejak tadi bergolak, pak Jaya meninju rahang Dev dengan kepalan tangannya hingga pemuda itu tersungkur di tanah.
"Itu karena kau sudah berani mempermainkan perasaan putriku. Sekarang jangan muncul lagi di hadapanku. Putriku kini sudah berbahagia dengan laki-laki yang lebih layak dibanding dirimu."
Suara dentuman pintu mengagetkan semua orang. Dev meringis mengusap darah segar yang mengalir di sudut bibirnya.
"Anda tidak papa bos?" Seseorang yang sejak tadi hanya diam menonton buru-buru mendekat.
"Pukulan laki-laki tua itu ternyata cukup keras juga. Sial. Apa yang sebenarnya terjadi pada Nayara ku," lirih Dev.
Ia tetap berusaha menampik meski semua prasangkanya sudah terjawab.