NovelToon NovelToon
Kepincut Ustadz Muda: Drama & Chill

Kepincut Ustadz Muda: Drama & Chill

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Enemy to Lovers
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ayusekarrahayu

Maya, anak sulung yang doyan dugem, nongkrong, dan bikin drama, nggak pernah nyangka hidupnya bakal “dipaksa” masuk dunia yang lebih tertib—katanya sih biar lebih bermanfaat.

Di tengah semua aturan baru dan rutinitas yang bikin pusing, Maya ketemu Azzam. Kalem, dan selalu bikin Maya kesal… tapi entah kenapa juga bikin penasaran.

Satu anak pembangkang, satu calon ustadz muda. Awalnya kayak clash TikTok hits vs playlist tilawah, tapi justru momen receh dan salah paham kocak bikin hari-hari Maya nggak pernah boring.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayusekarrahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7 Itu Bukan Suap! Pak ustadz

Sementara itu Maya terlihat mencak-mencak sendiri, Azzam benar-benar membuatnya emosi. Dengan langkah dihentakkan ia terlihat meninggalkan pelataran Masjid. Membuat Azzam dan beberapa pengurus pesantren menggeleng pelan.

Ia sampai di depan pintu asrama, membantingnya dengan keras. Membuat teman-teman satu kamarnya menatap kebingungan. Dengan satu tarikan, tangannya menarik handuk yang tersampir disebuah gantungan.

Terlihat dibelakang nya Sinta berjalan dengan santai, menahan tawa saat melihat wajah Maya yang telah berubah bak seekor banteng matador.

Brakk.. pintu ditutup kencang, Maya keluar dengan langkah ditekan. Tampaknya ia akan segera menuju kamar mandi.

Dewi berdiri lalu bertanya pelan, "Si anak baru itu kenapa? kayak yang lagi pms".

"Biasa, lagi masa penyesuaian",Sinta terlihat menaikkan kedua alisnya.

......................

Sementara itu di kamar mandi, antrian begitu panjang Lorong menuju kamar mandi penuh sesak. Ada yang bawa ember, ada yang menyeret-nyeret gayung, dan ada juga yang sudah standby di depan pintu sambil mengetok-ngetok lantai menggunakan sandal, tanda tidak sabar menunggu giliran.

Maya ikut mengantri dengan wajah cemberut. Selama 15 menit, antrian tidak juga maju-maju karena beberapa santriwati di dalam terlalu lama. Teman-teman satu kamarnya bahkan sudah berdiri dibelakangnya.

“Gila, mandi atau ngecat rumah sih mereka?” gumam Maya keras-keras.

Sinta yang di belakangnya nyengir. “May, sabar. Emang begini tiap pagi. Kalau kamu kebagian terakhir, bisa kesiangan sarapan.”

“Bagus dong, makin lama makin baik. Biar sarapan lewat sekalian, terus alasan nggak ketemu si hantu gentayangan itu,” bisik Maya penuh rencana.

Setelah sekian lama, gilirannya akhirnya tiba. Tapi Maya sengaja berlama-lama di dalam kamar mandi.

Ia bahkan membutuhkan waktu satu jam untuk menyentuh air dalam bak gelap itu. Kloset yang berada dalam satu tempat membuatnya kesulitan bernapas.

“May! Jangan lama-lama! Yang lain masih ngantri!” teriak Sinta, cukup nyaring, dari luar pintu.

Maya menjawab santai, “Tenang Sin, gue lagi khusyuk berdzikir pake shower, nggak boleh diganggu.”

Terdengar suara cekikikan dari antrian, tapi beberapa santri mulai kesal. “Cepetan!”

Setelah menunggu lama akhirnya Maya keluar juga, rambutnya setengah basah mirip ayam kehujanan. handuk digendong asal, wajahnya tanpa dosa. “Tuh kan, cepet.”

“CEPET dari mana?! kita udah telat banget nih jadinya” salah satu santriwati nyaris meledak, tapi Maya pura-pura tidak mendengar ia justru berlari kabur kembali ke kamarnya.

Waktu sarapan pun tiba. Semua santri sudah berkumpul di ruang makan, duduk berbaris rapi. Aroma nasi uduk sederhana sudah tercium. Tapi Maya? Ia masih selonjoran di kamar.

Sinta, Dewi, Zahra, dan Rara mau tak mau meninggalkan Maya seorang diri. Mereka tak mungkin menahan lapar hanya karna satu orang.

......................

Detik demi detik berlalu. Dari jendela kamar, Maya bisa melihat kerumunan santriwati yang mulai bubar setelah sarapan selesai. Senyum licik terbit di wajahnya.

“Hehehe… berhasil juga misi menghindari Azzam hari ini,” gumamnya sambil mengelus perut yang sudah mulai berontak minta diisi.

Namun, tak lama setelah itu, terdengar suara ketukan keras di pintu. Dug dug dug!

“Assalamu’alaikum,” suara berat yang sangat familiar menyusup masuk ke kamar.

Wajah Maya seketika pucat pasi.

“Ya tuhan… jangan bilang itu....” bisiknya sambil menelan ludah.

Benar saja, pintu kamar terbuka, menampakkan sosok Ustadz Azzam dengan tangan bersedekap. Beberapa pengurus pesantren ikut mengintip dari belakang.

“Mbak Maya…” Azzam memanggil dengan nada tenang, tapi justru bikin jantung Maya rasanya mau copot. “Kenapa tidak ikut sarapan? Apa kamu tidak lapar?”

Maya dengan cepat meraih buku catatan di samping bantal, lalu berdiri tegak seakan sedang berpidato.

“Ustadz, sebenarnya saya sedang menjalani program diet sehat ala Rasulullah. Jadi sarapan pagi itu saya skip, biar lebih fokus dalam ibadah.”

Teman-teman sekamarnya yang kebetulan baru kembali dari ruang makan langsung menutup mulut menahan tawa. Zahra bahkan hampir menumpahkan teh dari gelas plastiknya.

Azzam menghela napas. “Kalau memang begitu, silakan. Tapi setelah ini, ikut saya ke perpustakaan. Ada beberapa aturan pesantren yang perlu kamu pahami.”

Maya mendadak menepuk jidat.

“Aduh, Ustadz… perut saya kok tiba-tiba mules ya. Mungkin efek dietnya. Kayaknya saya harus ke kamar mandi dulu, mungkin… ya… sampai sore.”

“May…” Sinta berbisik sambil nyengir, “itu alasan basi, semua orang juga tahu kamu tadi satu jam di kamar mandi.”

Maya melotot ke arah Sinta. “Ssst!”

Azzam hanya menggeleng pelan, lalu berbalik meninggalkan kamar. “Tidak ada alasan.saya tunggu di perpustakaan. Sekarang.”

Begitu suara langkahnya menghilang, Maya langsung menjatuhkan diri ke kasur.

“Ya ampun… hidup di pesantren ini keras banget. Belum sehari aja gue udah kayak main survival game.”

Dewi ngakak. “Survival apanya? Itu baru level tutorial, May. Belum ketemu misi sebenarnya. Lagian siapa juga coba yang suruh kamu kabur di hari pertama. ”

Maya mendelik ke arah Dewi, " Kata siapa gue kabur, gue cuma olahraga angkat beban doang tpi si Ustadz rese itu aja yang berlebihan."

Teman-teman nya saling pandang, tampak menarik napas panjang. "Terserah lo deh May",

Maya hanya bisa menutup wajah dengan bantal sambil berguling-guling di kasur. “Arrghhh! Gue nyerah! Gue pengen pindah ke planet lain aja!”

......................

Siang itu Maya melangkah ke perpustakaan dengan wajah lesu, seperti ayam kehilangan kandang. hijabnya miring,dan langkah kakinya seperti narapidana yang baru divonis seumur hidup.

Begitu masuk, ia melihat Ustadz Azzam sudah duduk di kursi kayu panjang, dengan wajah datar ia menatap Maya dingin.

“Duduk,” suara Azzam tenang tapi penuh wibawa.

Maya menurut ia duduk dengan santai,

Azzam menyilangkan tangan. “Kamu pikir saya sudah lupa tentang kamu yang kabur semalam? Bahkan sempat berusaha menyuap saya dan Farhan dengan… apa itu? Barang branded sama sneakers?”

Maya langsung menepuk jidat, pura-pura syok. “Ustadz, itu bukan suap! Itu… hadiah. Masa iya saya nggak boleh berbagi kebahagiaan? Lagian, siapa sih yang nolak sepatu limited edition? Itu langkah nyata saya mendukung ekonomi kreatif!”

Azzam menaikkan sebelah alis. “Hadiah tengah malam, sambil bawa tas keluar pagar? Hebat sekali caramu beralasan.”

Maya nyengir kuda, jari telunjuknya diangkat. “Ya gimana dong, Ustadz. Saya tuh pedagang ulung. Kalau bisa lobi, kenapa harus ribut? Win-win solution kan lebih baik.”

“Sayangnya saya bukan tipe orang yang bisa dibeli dengan barang branded.” Azzam mencondongkan badan, menatap Maya lurus. “Kamu salah besar.”

Maya langsung menunduk, bergumam kecil. “Yaelah, padahal kalau di luar sana mah cowok-cowok udah rebutan tuh sneakers…”

Azzam menghela napas panjang. “Maya, dengarkan baik-baik. Kalau sekali lagi kamu coba kabur, kamu akan dipulangkan dengan catatan buruk. Paham?”

Alih-alih ketakutan, Maya malah langsung tegak dengan wajah berbinar.

“Beneran, Ustadz?! Dipulangkan?! Wah alhamdulillah… terima kasih ya Allah, akhirnya doaku dijawab juga!”

Maya bahkan menengadah ke atas sambil menengadahkan tangan, pura-pura khusyuk berdoa.

Azzam langsung mendecak. “Astaghfirullah… ini anak.”

Maya berdiri setengah kursi, ekspresi penuh harapan. “Jadi kapan, Ustadz? Hari ini? Besok? Saya bisa siap-siap sekarang, nggak usah sarapan juga nggak apa-apa. Tiket travel nanti saya yang beli sendiri deh, biar nggak nyusahin pesantren.”

.

.

✨️ Bersambung ✨️

1
Rian Ardiansyah
di tunggu part selanjutnya kak👍
Ayusekarrahayu
Ayooo bacaa di jaminnn seruuu
Rian Ardiansyah
di tunggu kelanjutannya nyaa kak
Tachibana Daisuke
Bikin syantik baca terus, ga sabar nunggu update selanjutnya!
Ayusekarrahayu: sudah up ya kak
total 1 replies
Rian Ardiansyah
wowww amazing
Rian Ardiansyah
ihh keren bngtttt,di tungguu kelanjutan nyaaaa kak😍
Ayusekarrahayu: makasiii😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!