Ayunda Nafsha Azia, seorang siswi badung dan merupakan ketua Geng Srikandi.
Ia harus rela melepas status lajang di usia 18 tahun dan terpaksa menikah dengan pria yang paling menyebalkan sedunia baginya, Arjuna Tsaqif. Guru fisika sekaligus wali kelasnya sendiri.
Benci dan cinta melebur jadi satu. Mencipta kisah cinta yang penuh warna.
Kehadiran Ayu di hidup Arjuna mampu membalut luka karena jalinan cinta yang telah lalu dan menyentuhkan bahagia.
Namun rumah tangga mereka tak lepas dari badai ujian. Hingga membuat Ayu dilema.
Tetap mempertahankan hubungan, atau merelakan Arjuna kembali pada mantan kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 5 Kening Yang Terno-da
Happy reading
Ayu mengganti pakaiannya dengan piyama. Lalu mematut wajah di depan cermin dan mengusap kasar kening yang tadi dikecup oleh Arjuna.
Ia tidak percaya jika keningnya yang suci kini telah terno-da.
Terno-da karena kecupan bibir Arjuna.
"Ck, lancang banget dia! Asal nyo-sor! Nggak ada etika!" Ayu melontarkan umpatan sambil terus mengusap keningnya. Berharap bekas kecupan Arjuna menghilang.
Diraup-nya udara dalam-dalam, lalu dihembuskan dengan kasar. Menghempas buncahan rasa yang hadir karena kecupan yang tadi dilabuhkan oleh Arjuna.
"Ay, sudah belum ganti bajunya? Kok lama banget?"
Tidak ada balasan. Hanya terdengar gemericik air kran yang sengaja diputar oleh Ayu supaya Arjuna tidak mendengar umpatan yang terus dilontarkan olehnya.
"Ay, kamu ketiduran di kamar mandi ya?"
Lagi, Arjuna memperdengarkan suara dan memaksa Ayu untuk segera membuka pintu.
Rupanya Arjuna sudah menunggu tepat di depan pintu kamar mandi dan bersiap untuk mengetuk pintu itu.
"Kenapa kamu lama banget ganti bajunya, Ay?"
"Emang nggak boleh ganti baju lama?" Bukannya memberi jawaban, Ayu malah ganti bertanya.
"Boleh. Tapi kenapa bisa sampai satu jam kalau cuma ganti baju?"
"Suka-suka aku. Mau dua jam juga nggak masalah 'kan?"
"Aku cuma khawatir, kamu ketiduran di kamar mandi."
Ayu langsung menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa, tanpa membalas ucapan Arjuna.
"Sudah siap mendengar penjelasan ku mengenai hak dan kewajiban seorang istri?"
"Hem." Jawaban yang keluar dari bibir Ayu terdengar seperti suara dengungan seekor lebah. Namun Arjuna tidak mempermasalahkan hal itu. Ia mengerti jika Ayu tengah kesal pada dirinya.
Arjuna lantas turut duduk di sofa, di sisi Ayu.
Helaan napas terdengar, sebelum Arjuna mulai bertutur.
"Begini Ay, seorang pria dan seorang wanita yang sudah menikah, memiliki hak dan kewajiban --"
"Seorang istri memiliki hak untuk mendapatkan nafkah dari suaminya. Baik nafkah lahir, maupun nafkah batin. Sementara kewajiban seorang istri ... dia harus taat pada suami dalam hal kebaikan, memenuhi hak suaminya, menjaga Marwah atau kehormatan suami dan keluarga, turut mewujudkan rumah tangga yang harmonis, serta mengurus rumah tangga bersama suami," tuturnya pelan agar bisa dimengerti oleh Ayu.
"Salah satu cara untuk menjaga Marwah yaitu ... menjaga jarak dengan lawan jenis. Supaya nggak timbul fitnah atau kesalah pahaman. Kamu mengerti maksudku 'kan?" imbuh Arjuna sambil melirik sekilas ke arah lawan bicara.
Ayu mengangguk samar dan serasa malas menanggapi ucapan Arjuna dengan mengeluarkan rangkaian kata.
Ia berusaha membuka mata lebar-lebar untuk menghempas rasa kantuk yang kembali hadir menyerang.
"Sekarang, aku jelaskan hak dan kewajiban seorang suami. Kamu masih sanggup menyimaknya?"
Tak ada sahutan dari Ayu, hingga membuat Arjuna terdorong untuk menoleh ke arah objek yang diajaknya bicara.
Terlihat sekali jika sosok Hawa yang duduk di sampingnya sudah sangat mengantuk dan mungkin tidak akan bisa mencerna penjelasan yang ingin dituturkan.
"Ay, kamu sudah ngantuk berat ya?"
Ayu mengangguk pelan dengan mata yang mulai terpejam. Ia sudah tak kuasa menahan rasa kantuk yang semakin meraja.
Sejenak, hening menyelimuti seisi ruang. Dan kini tergantikan oleh suara dengkuran halus yang berasal dari indera penciuman Ayu.
Arjuna menarik kedua sudut bibirnya dan menyelipkan anak rambut di telinga, yang semula menutupi wajah manis Ayu.
Sebagai seorang suami, Arjuna tidak tega membiarkan istrinya tidur di sofa. Sementara dirinya tidur di atas ranjang yang empuk.
Dengan satu hentakan, Arjuna mengangkat tubuh mungil Ayu. Kemudian membaringkannya di atas ranjang.
Malam ini, mereka tidur di ranjang yang sama. Tanpa menunaikan ritual selayaknya pasangan suami istri yang baru saja menikah.
Arjuna sengaja memberi sekat dengan menggunakan bantal guling, supaya Ayu tidak berpikiran macam-macam ketika terjaga nanti.
Jangan ditanya bagaimana tingkah polah Ayu ketika tidur.
Ia berputar-putar seperti bianglala dan tanpa sengaja menendang tubuh Arjuna hingga terjatuh ke lantai.
"Duh --" Arjuna mengusap punggungnya yang terasa ngilu akibat tendangan kaki Ayu.
Ia tidak menyangka jika istrinya bukan hanya bar-bar ketika terjaga. Namun saat tertidur pun tetap bar-bar. Bahkan lebih bar-bar.
"Pantas saja kamu nggak mau tidur seranjang, Ay. Bukan cuma takut hamil, tapi ... kamu juga takut mencederai aku 'kan?"
Andai Ayu mendengar perkataan Arjuna, mungkin dia akan mencebik sambil memutar bola mata malas. Atau mungkin mengumpatnya 'kepedean'.
Arjuna tertawa kecil dan menggeleng kepala. Ia merasa geli melihat tingkah polah Ayu ketika tidur.
Arjuna berpikir, mungkin inilah alasan papanya menikahkan mereka.
Ayu bukan hanya berperan sebagai teman hidup. Tetapi, ia juga mampu berperan sebagai dokter yang akan mengobati lara di hati dengan karakternya yang unik. Meski saat ini, Ayu masih sering bersikap acuh tak acuh.
Malam merangkak pergi, berganti fajar yang mulai hadir bersama tetesan embun. Menguarkan bau basah dan memaksa jiwa-jiwa yang terlena di alam mimpi untuk segera terbangun.
Ayu menggeliat, meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku.
Sepasang matanya terbuka perlahan, lalu mengejap menyesuaikan cahaya kamar.
"Kenapa aku bisa tidur di sini?" Ayu menyapu seisi ruang dengan pandangan mata dan berusaha mengingat kejadian semalam.
Ia heran, kenapa bisa tertidur di atas ranjang dan bukan di sofa.
Seketika manik matanya membulat sempurna begitu mendapati Arjuna tidur di atas sofa.
"Loh, kok malah dia yang tidur di sofa? Seharusnya 'kan aku --" Ayu bermonolog dan segera beranjak dari ranjang.
Diliriknya jarum mesin waktu yang tergantung di dinding. Rupanya sudah menunjuk angka lima pagi.
Itu artinya, ia harus segera mandi. Kemudian menunaikan ibadah.
Meski badung, Ayu tidak pernah meninggalkan kewajiban yang lima waktu.
Ayu bergegas masuk ke dalam kamar mandi, tanpa terlupa membawa handuk kimono dan pakaian ganti.
Tepat sepuluh menit, Ayu telah selesai membersihkan tubuh dengan kesegaran air shower.
Dikeringkan tubuhnya yang basah dengan handuk kimono, sebelum mengenakan pakaian ganti. Seragam putih-abu, khas seragam anak SMA.
Ayu berjingkat kaget ketika pintu kamar mandi dibukanya lebar.
Ia tidak menyangka jika Arjuna sudah berdiri di depan pintu sambil memperlihatkan wajah bantal-nya.
"Sudah mandi, Ay?" tanya yang terucap dari bibir Arjuna.
"Udah."
"Sudah wudhu?"
Ayu mengangguk, kemudian berlalu dari hadapan Arjuna.
"Tunggu aku ya. Kita sholat subuh bareng."
Tak ada balasan. Namun Arjuna yakin jika Ayu mengindahkan ucapannya.
Sambil menunggu Arjuna yang sedang mandi, Ayu membentangkan dua sajadah untuk dirinya dan Arjuna. Ia juga menyiapkan sarung dan mukena.
"Masya Allah, istri saleha," puji Arjuna begitu keluar dari dalam kamar mandi dan mendapati Ayu sudah mengenakan mukena. Namun sayang, pujiannya tidak berpengaruh sedikit pun.
Bagi Ayu, pujian Arjuna bagaikan suara angin yang keluar dari dalam perut. Tak perlu ditanggapi, apalagi sampai dimasukkan ke dalam hati.
Tanpa membuang waktu, Arjuna bergegas mengenakan sarung dan baju koko berwarna putih, lantas berdiri di atas sajadah untuk menunaikan ibadah sholat subuh bersama makmumnya.
"Allahu Akbar." Takbir terlafaz dari bibir Arjuna.
Ia tampak khusyu' dan tenggelam ke dalam nikmatnya ibadah. Begitu juga Ayu.
Dua salam terucap, sebagai akhir dari ritual ibadah yang ditunaikan.
Arjuna dan Ayu lantas menengadahkan kedua telapak tangan, memanjatkan pinta pada Sang Maha Rahman.
Seusai memanjatkan pinta, Arjuna memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Ayu.
Ditatap wajah kekasih halalnya yang sedikit menunduk, lalu dilabuhkan-nya kecupan dalam di kening sebagai ungkapan rasa sayang seorang suami.
Gelenyar aneh kembali hadir. Namun Ayu segera mengendalikan diri.
"Aku siapin sarapan dulu," ucapnya beralibi, supaya bisa segera berlalu dari hadapan Arjuna.
Setelah melepas mukena dan menyimpannya ke dalam almari, Ayu bergegas keluar dari kamar lalu membawa langkahnya menuju dapur.
Karena kesiangan, Ayu hanya membuat sandwich sederhana dan menggunakan bahan seadanya. Roti tawar, telur mata sapi, sosis, selada, saus, mentega, dan keju.
Selesai menyiapkan sandwich, Ayu membuat dua cangkir susu. Kemudian menyajikannya di atas meja.
"Sarapan apa pagi ini?" Arjuna menyapu seisi meja dan mendaratkan bobot tubuhnya di kursi.
"Kamu bisa lihat sendiri 'kan?" Ayu menanggapi pertanyaan Arjuna sambil menggeser sepiring sandwich dan secangkir susu tepat di hadapan Arjuna.
"Sandwich dan susu?"
"He-em."
Arjuna menerbitkan seutas senyum, kemudian mulai menyantap menu sarapan pagi yang disajikan oleh Ayu--murid sekaligus istrinya.
Meski terkadang acuh tak acuh, Ayu tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang istri. Menunaikan ibadah bersama suami dan menyiapkan sarapan pagi.
Arjuna meyakini, kelak sikap Ayu akan berubah. Perlahan tapi pasti dia akan legawa menerimanya sebagai suami.
🍁🍁🍁
Bersambung
Apa dia masih sempat bobok siang dgn tugas sebanyak itu.
Mas Win juga CEO..ya kali cuma suamimu aja
Dia tetap Deng Weiku.
Di tik tok aku udah banyak saingan. masa di sini juga
Ayu udah gak perawan.
Dan dia perawani oleh gurunya sendiri...😁😁
mandi berdua juga harusnya.
khilaf lagi ntar. Fix gak ke sekolah mereka hari ini