Ditinggal saat sedang hamil, Elma terpaksa bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhannya seorang diri. Yang lebih menyakitkan daripada sekedar ditinggal, ternyata suami Elma yang bernama Dion secara diam-diam menceraikan Elma. Dan dibalik pernikahan tersebut, ada kebenaran yang jauh lebih menyakitkan lagi bagi Elma. Penasaran? Yuk baca ceritanya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Menyangka?
Pagi itu udara terasa menyesakkan bagi Fira. Ia baru saja duduk di meja kerja ketika suara sirine mobil polisi terdengar memecah keheningan di depan showroom mobil mewah miliknya. Dari balik kaca besar, Fira melihat beberapa petugas berseragam lengkap turun sambil membawa map dan dokumen. Jantungnya berdetak kencang, jemarinya refleks meremas tepi meja.
“Bu, ada polisi,” ujar salah satu karyawannya dengan wajah pucat.
Fira bangkit, berusaha menenangkan diri. “Tenang. Mungkin hanya pemeriksaan biasa,” katanya mencoba meyakinkan, meski dalam hatinya sendiri tumbuh kecemasan.
Namun semuanya berubah ketika salah satu petugas kepolisian menghampirinya dan memperlihatkan surat perintah sidak.
“Kami dari satuan kriminal ekonomi, Ibu Fira?” tanya seorang petugas tegas.
“Iya, saya Fira,” jawabnya pelan.
“Kami ingin memeriksa berkas kepemilikan dan bukti pembayaran pajak untuk seluruh mobil yang terdaftar di showroom ini. Kami juga mendapat laporan adanya dugaan peredaran mobil hasil curian yang dijual di sini.”
Fira langsung memucat. “Mobil hasil curian? Itu tidak benar, Pak! Semua mobil yang dijual di sini resmi!” katanya tergagap, tapi berusaha menyembunyikannya dengan senyum.
Petugas itu tidak banyak bicara. Mereka langsung menuju ruang administrasi dan mulai membuka-buka dokumen. Fira memanggil stafnya, namun tak ada yang muncul. Ia baru sadar dua karyawan kepercayaannya tidak terlihat sejak pagi. Nomor telepon mereka pun tidak bisa dihubungi.
“Mana dokumen BPKB dan surat pajak kendaraan ini, Bu?” tanya petugas sambil menunjukkan daftar.
“Seharusnya ada di sini, Pak. Semua dipegang staf saya….”
“Staf Ibu yang mana?”
“Bimo dan Andri, tapi mereka pergi entah ke mana,” jawab Fira panik.
Satu per satu petugas mulai menemukan kejanggalan. Nomor rangka dan nomor mesin beberapa mobil tidak cocok dengan data di kepolisian. Bahkan ada mobil yang ternyata dilaporkan hilang dua minggu lalu.
Fira semakin pucat pasi. Ia mencoba menelepon Dion, suaminya, dengan suara gemetar."Dion, showroom disidak polisi,” suaranya nyaris berbisik.
Dion yang sedang berada di showroom peninggalan ayahnya langsung berdiri dari kursi. “Apa? Polisi?”
“Iya, mereka cari berkas pajak dan kepemilikan. Aku tidak memegang salinannya, semua dipegang anak buahku, tapi mereka kabur.”
Belum sempat Fira melanjutkan, Dion mendengar suara gaduh di luar showroom miliknya. Ternyata beberapa polisi juga datang melakukan pemeriksaan serupa.
“Pak Dion, kami ingin memeriksa kelengkapan administrasi showroom Anda. Ada laporan juga bahwa pajak penjualan mobil bekas di sini belum dibayarkan selama tiga tahun terakhir.”
Wajah Dion berubah tegang. Ia tahu benar bahwa laporan itu tidak salah. Sejak lama ia memang menunda-nunda pembayaran pajak karena menganggap itu urusan sepele. Namun kini semuanya terasa menghantam dalam satu waktu.
“Pak, saya bisa jelaskan, ini hanya masalah administrasi kecil,” kata Dion terbata-bata.
Namun polisi tetap melakukan penyegelan sementara terhadap beberapa mobil yang statusnya belum jelas.
Sementara itu, di showroom Fira, situasi makin kacau. Salah satu petugas datang dengan membawa laporan hasil identifikasi nomor mesin. “Bu, mobil ini termasuk dalam daftar kendaraan curian lintas provinsi. Kami perlu membawa mobil ini ke kantor untuk penyelidikan.”
Fira nyaris pingsan. “Tidak, itu mobil dari supplier resmi!”
“Kalau begitu, tolong sebutkan nama supplier-nya,” ujar petugas dengan tatapan tajam.
Fira terdiam. Ia tahu pasti asal mobil itu karena semua urusan pembelian diatur oleh stafnya dan ia hanya mengurus promosi dan penjualan. Bisnis peninggalan papanya yang selama ini berjalan mulus, baru sekarang berurusan dengan pihak yang berwajib.
“Kalau Ibu tidak bisa menunjukkan bukti resmi, kami akan membawa Ibu untuk dimintai keterangan lebih lanjut,” kata petugas.
Tubuh Fira melemas, wajahnya pucat pasi. Ia sempat menatap sekeliling, mencari dukungan, tapi para karyawan menunduk ketakutan.
Beberapa menit kemudian, ia digiring ke mobil polisi. Di luar, para wartawan sudah berkumpul. Kilatan kamera menyilaukan matanya, suara-suara keras memenuhi udara,
“Bu Fira, benar Anda penadah mobil curian?”
“Apakah suami Anda, Dion, juga terlibat?”
“Benarkah bisnis keluarga Anda sudah lama dalam penyelidikan?”
Fira hanya bisa menunduk. Air matanya jatuh tanpa bisa ditahan. Ia ingin berteriak, ingin menjelaskan bahwa semua ini bukan salahnya, tapi lidahnya kelu.
Sementara di showroom Dion, kabar penangkapan Fira langsung sampai ke telinganya. Dion menatap layar ponselnya yang menampilkan berita dengan judul besar.
“Pemilik Showroom Mobil Mewah Ditangkap Polisi, Diduga Penadah Mobil Curian.”
Darah Dion seakan berhenti mengalir. Ia meremas rambutnya frustasi. Semua ini datang terlalu cepat. Ia berlari ke luar, menatap showroom peninggalan ayahnya yang kini juga disegel garis polisi.
Dion hanya terdiam. Kepalanya berputar-putar, penuh pikiran. Ia sadar, selama ini ia dan Fira terlalu serakah, terlalu sibuk mengejar keuntungan tanpa mempedulikan legalitas.
Sore harinya, Dion datang ke kantor polisi. Ia berusaha menemui Fira yang sedang diperiksa. Dari balik kaca ruang interogasi, ia melihat istrinya duduk dengan wajah pucat, tangannya gemetar memegang sebotol air mineral.
Begitu Fira melihatnya, air matanya kembali jatuh. “Dion, apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanyanya sambil menahan tangis.
“Aku tidak tahu, Fir. Tapi sekarang semuanya udah terjadi,” jawab Dion pelan, suaranya parau.
Petugas keluar dari ruang interogasi dan berkata tegas, “Saudara Dion, kami juga perlu meminta keterangan Anda. Nama Anda tercantum dalam beberapa dokumen kerja sama dengan showroom milik istri Anda.”
Dion terdiam. Dunia seakan runtuh di depan matanya. Ia tahu tidak ada lagi jalan mudah keluar dari masalah ini.
Ketika malam tiba, Fira masih berada di ruang pemeriksaan, sementara Dion duduk di ruang tunggu dengan wajah lesu. Ia baru benar-benar menyadari, mungkin inilah balasan atas keserakahannya, atas semua kelalaian yang selama ini ia anggap remeh.
Dunia yang dulu begitu mewah dan berkilau kini runtuh dalam satu hari. Semua karena satu hal yang sama, ketamakan yang membutakan segalanya.
Begitu mendengar kabar bahwa Dion ikut ditahan di kantor polisi karena kasus showroom Fira, Yardan langsung meledak. Pria itu membanting gelas berisi kopi, wajahnya merah padam menahan amarah.
“Jadi sekarang adikmu juga ditahan? Astaga, Diana! Aku benar-benar menyesal menikah dengan keluarga kriminal seperti keluargamu,” suaranya menggema memenuhi ruang tamu.
Diana yang baru keluar dari kamar hanya bisa menunduk, matanya berkaca-kaca. “Yardang, tolong jangan bicara seperti itu. Aku juga tidak menyangka semua ini terjadi…”
“Tidak menyangka?” Yardan mendengus sinis. “Mamaku sudah dipermalukan, nama keluarga ini jadi bahan gosip, dan sekarang adikmu masuk tahanan. Kalian memang pembawa sial!”
Ucapan itu menusuk hati Diana seperti belati. Ia menahan napas, menatap lantai tanpa berani membantah. Namun di balik rasa sedihnya, ada ketakutan yang jauh lebih besar, ketakutan jika Yardan mengetahui rahasia kelamnya.
Ia teringat kata-kata Elma di rumah sakit jiwa, tentang bukti yang dimiliki gadis itu atas perbuatannya. Diana tahu, jika Yardan sampai tahu bahwa dirinya dan Dion pernah menyuruh dua preman menyerang Elma hingga gadis itu keguguran, maka rumah tangganya benar-benar akan berakhir.
Malam itu, Diana duduk sendirian di kamar, wajahnya pucat. Ia menatap layar ponselnya yang berisi pesan dari nomor tak dikenal, “Kebenaran akan segera terungkap, Diana.”
Tubuhnya bergetar. Ia tahu, waktu untuk menyembunyikan dosa sudah hampir habis.
Sekarang tinggal dirimu menyongsong bahagia tanpa ada bayang masa lalu yang menyakitkan