"Saingan? Lawanku Janda aja, aku udah MENANG!"
.
.
.
Gladys, merutuk habis kekasihnya yang ketahuan sedang berselingkuh di sebuah kamar hotel dengan seorang Janda beranak tiga.
Hati wanita mana yang tak sakit, terlebih ia sudah menerima pria itu sepaket dengan putrinya yang selama dua tahun ini selalau berusaha agar bisa diterima dengan baik sebagai ibu sambung.
.
.
.
"Dasar DUDA gak tahu diri. Lihat saja, akan ku pastikan penggantimu adalah BERONDONG TAJIR"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenengsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
part #05
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Erica yang makan cukup lahap bersama sang kakak sampai tak terasa dengan waktu yang terus bergulir.
Ada banyak yang mereka obrolkan terutama tentang si mantan kekasih.
"Udah yakin nih ceritanya ninggalin si Duda?" tanya Cita dengan nada sedikit mengejek.
"Yakin seyakin yakinnya!" jawab Erica mantap.
Cita yang mendengar semangat sang adik malah tertawa kecil, tentu saja karna ia tahu bagaimana Bucinnya Erica pada si Duda sampai segala petuah Mama tak pernah di dengar sama sekali. Gadis itu tetap keukeh dengan pilihannya selama dua tahun ini.
"Baguslah, selingkuh itu penyakit, Er. Apalagi udah sampe tahap Hubungan badan. Ugh--, gak bisa bayangin kamu dapet bekas bukan dari mantan istrinya aja," ucap Cita tetap sambil terkekeh.
Erica hanya tersenyum tipis, yang dikatakan Cita tentu saja benar, lagi pula ia sudah membuktikan ucapannya untuk tidak lagi diam memaafkan jika perselingkuhan itu terjadi di depan matanya sendiri.
"Iya, Kak. Ini sudah sangat cukup. Harusnya aku dengar omongan Mama, jadi aku gak buang buang waktu selama dua tahun ini kan?"
"Anggap ini pelajaran, Er. Itung itung pengalaman pacaran sama Duda Mokondo," balas Cita lagi.
"Emang Duda ada yang Mokondo? bukannya itu buat Bujangan ya?" tanya Erica, kali ini ekpresinya cukup serius menatap sang Kakak.
Dari yang ia dengar menurut pengalaman pribadi teman temannya, tak sedikit yang di manfaatkan oleh pasangan sendiri yang berstatus Bujangan. Dan inilah salah satu alasan Erica bertahan pada si Duda anak satu yang ternyata gila selang kangAn.
"Hust, siapa bilang? jangan samakan takdirmu dengan takdir orang lain. Kalau teman temanmu dapat Bujang Mokondo, kan katanya kamu mau dapat Bujang Tajir melintir," sahut Cita.
Erica tentu langsung mengAamiinkan ucapan Cita dengan menadahkan kedua tangan lalu di usapkan juga ke wajah cantiknya. Tapi, bohong jika hatinya sudah sembuh dari luka, apalagi pengkhianatan itu bukan sekali terjadi. Dan yang terparah memang yang terakhir ini. Bayangan Si Duda bercinta nyatanya cukup membekas dan terus terbayang di pelupuk matanya.
"Hey, kok ngelamun sih?" tanya Cita yang cukup mengagetkan.
Erica buru buru menggeleng kan kepalanya, ia alihkan pandangan hanya demi diam diam mengusap cairan bening di ujung mata, padahal sebenarnya Cita tahu itu.
"Pulang bareng boleh gak, Kak?"
Cita tak lekas menjawab, kedua matanya menatap tumpukan berkas dan juga adiknya secara bersamaan. Melihat Erica yang senyum senyum penuh harap, akhirnya di iyakan juga olehnya.
"Tapi jangan berisik ya, kerjaan kakak banyak nih," Pesan Cita.
"Siap, komandan!"
.
.
.
Rumah utama, bangunan mewah namun hangat itu semakin hari semakin banyak menyimpan kenangan indah, suka maupun duka. Terlalu banyak canda dan tawa namun juga air mata perpisahan. Segala tingkah konyol penghuninya sedikit banyak masih terekam jelas oleh para pasukan Gajah dunia nyata.
"Minum obatnya dulu, Pih," titah Mamih Rinjani yang kini sudah duduk di tepi ranjang.
Papih Lintang langsung meletakkan Ponselnya lalu di letakkan di atas nakas, berganti dengan beberapa butir obat yang di berikan oleh istrinya.
"Siang nanti Bubun mau kesini, Pih," ujar Mamih Rinjani lagi mengingat kan jika ibu mertuanya akan datang.
"Hem, iya, Mih. Sama Ayah juga gak?"
"Duh, kurang tahu aku. Bubun cuma telepon dan bilang siang ini mau kesini, udah sih gitu aja, aku juga gak tanya loh, Pih," Sahut wanita cantik anak dari DuRen dan JaHe.
"Ya sudah." Papih Lintang langsung menegak semua obatnya satu persatu, hal rutin yang selalu ia lakukan setiap hari dari pagi siang malam selama lebih dari dua puluh tahun.
Mamih Rinjani yang begitu setia tak pernah bosan akan rutinitas tersebut, selalu ada harapan dan doa dari setiap obat yang di minum oleh suaminya.
"Hari ini gak usah ke kantor lagi, Kata Abang Asha, meeting hari ini dia yang handle."
"Hem, iya, Mih."
Mamih Rinjani tersenyum kecil, ia bereskan semua obat lalu menaruhnya kembali ke laci nakas samping ranjang.
"Mamih keluar dulu sebentar ya. Anakmu itu pasti belum bangun. Setiap pagi kalau belum di gedor ya gak akan melek matanya."
"Sabar, Mih, Sabar. Makin sabar akunya makin cinta loh," kekeh Si kuncen akhirat.
Mamih Rinjani hanya bisa menghela napas, ia cium kening dan kedua pipi suaminya lalu bergegas keluar kamar.
Langkah kaki kecilnya kini menuju salah satu kamar, mana lagi jika bukan kamar putra semata wayangnya. Didepan pintu bercat putih itu, Mamih Rinjani bersiap untuk menggedor bukan lagi mengetuk.
Tok... Tok.. Tok...
.
.
.
Kaivandra Lee Rahardian Wijaya!
Tetep semangat 💪💪💪💪💪💪 dan sehat selalu Mak Othorrrr 🥰🥰🥰🥰🥰🥰
akhirnya melipir ke sini setelah di paijo ndak muncul2.
kangen dengan rayuan luar biasanya 👏👏👏
Tetap semangat 💪💪💪💪 dan sehat selalu Mak Othorrrr 🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰