NovelToon NovelToon
Air Mata Istri Yang Diabaikan

Air Mata Istri Yang Diabaikan

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Penyesalan Suami / Tukar Pasangan
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: fadelisa dedeh setyowati

Ratna yang tidak bisa hamil menjebak suaminya sendiri untuk tidur dengan seorang wanita yang tak lain adalah adik tirinya.

ia ingin balas dendam dengan adik tirinya yang telah merenggut kebahagiaannya.

akankah Ratna berhasil? atau malah dia yang semakin terpuruk?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadelisa dedeh setyowati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Air Mata Istri Yang Diabaikan 5

Bagas dan Ratna pulang ke rumahnya. Makan malam yang harusnya menjadi momen romantis bagi mereka berubah menjadi suasana yang menegangkan. Tentu perasaan itu hanya terjadi di sisi Bagas. Ia merasa tidak nyaman saat bertemu Andini. Bagas hanya berharap Ratna tidak menangkap gelagatnya yang gelisah selama makan malam tadi.

“Mas Bagas kayanya capek ya, mau aku gantiin nyetir mobil?” tawar Ratna kepada Bagas.

Bagas memang terlihat letih dan Ratna tidak tahu kenapa. Ia hanya berpikir Bagas kelelahan karena tadi dari kantor setelah rapat panjang Bagas langsung menjemputnya tanpa istirahat.

“Ngg ... ga usah dek, mas masih sanggup.” Tolak Bagas dengan halus.

“Mas kelihatan capek hlo, kalau ada apa-apa gimana? Kayanya tadi Mas kebanyakan minum anggur deh. Mas kan gak bisa minum banyak. Sini aku aja yang nyetir.” Ujar Ratna sedikit menasehati Bagas.

Ya. Kadar toleransi alkohol Bagas memang agak rendah jika dibandingkan istrinya. Jadi Bagas memang mudah mabuk.

Mendengar penjelasan logis istrinya Bagas akhirnya setuju untuk Ratna mengambil alih stir.

Dari tempat duduk sopir berpindah ke penumpang. Sebelum Ratna menjalankan mobil ia mengelus kepala Bagas dan menyarankan untuk menurunkan kursi penumpang agar Bagas bisa beristirahat dengan nyaman.

Lagi-lagi Bagas menyetujui usul Ratna. Ia memang merasa sedikit pusing karena minum terlalu banyak. Bukan tanpa sebab, Bagas hanya ingin menutupi kegelisahannya karena ada Andini di dekatnya.

Bagas berharap ia tidak akan pernah bertemu lagi dengan Andini di manapun dan kapanpun. Karena jika tidak, Bagas tak akan sanggup memendam perasaan bersalah pada istrinya atas kesalahannya yang tidak disengaja.

Sesampainya di rumah Ratna segera membuatkan air jahe untuk Bagas agar mabuknya bisa sedikit mereda dan mencegah mual muntah.

Setelah minum air jahe buatan istrinya Bagas merasa lebih hangat dan nyaman sekaligus merasa mengantuk.

Tanpa melepas kemeja kerja dan sepatunya Bagas berbaring di sofa panjang nan empuk yang semalam Ratna tempati untuk tidur.

Bagas merasa tidak sanggup kalau harus menaiki tangga dan Ratna memakluminya. Dengan penuh perhatian Ratna melepas sepatu suaminya dan mengambil selimut untuk menutupi tubuh Bagas.

Setelah memastikan Bagas benar-benar terlelap – Ratna mendial sederet nomor di hapenya.

“Lakukan seperti rencana awal,” titah Ratna singkat

“Maafkan aku mas,” bisik Ratna lirih sembari mencium puncak kepala Bagas.

...

“Tolong sambungkan saya dengan penjahit Rachel,” sebuah suara bernada memerintah menggema di telepon.

“Baik bu, sebentar.” Suara di seberang terdengar sedikit ketakutan

“Ya halo Rachel disini,” ucap seorang perempuan bernama Rachel.

“Tolong ke ruangan saya sekarang,” perintah suara di seberang

Perempuan bernama Rachel tanpa suara segera menutup telepon dan bergegas ke ruangan yang diminta.

“Ibu memanggil saya?” ujar Rachel setelah sebelumnya mengetuk pintu yang terbuka.

“Silahkan duduk,”

Rachel segera duduk di tempat yang dipersilahkan, sedang empunya ruangan masih duduk di kursi putarnya.

“Kamu tahu apa yang membuat saya memanggil kamu kemari?”

Yang ditanya hanya diam. Ruangan terasa dingin karena AC tapi entah kenapa ada keringat yang mengalir dari pelipis Rachel.

“Kenapa diam?” suara itu terdengar sedikit meninggi.

Rachel tak sanggup menjawab dan hanya mampu menunduk.

“Jawab Rachel!”

“Sa – saya ... saya ....”

“Apa?” cecar suara itu.

“Saya tidak tahu Bu Andini,”

Andini melempar sebuah gaun bewarna ruby wine ke arah Rachel.

“Perhatikan! Apa yang salah!” ucap Andini masih dengan nada naik satu oktaf.

Rachel membentangkan gaun berwarna cantik itu dan mencoba mencari tahu apa yang salah dengannya.

Mata penjahitnya mengamati tiap bagian sampai akhirnya ia menyadari bagian pinggang sedikit miring dan resletingnya ternyata macet.

“Bagaimana? Kamu menemukan apa salahmu?” maki Andini.

“Ya Bu, bagian pinggang agak miring dan resletingnya macet,” ujar Rachel agak takut

“Kamu tahu kan gaun ini dipesan khusus untuk ulang tahun pernikahan?”

“Ya bu, saya akan perbaiki secepatnya – “

“Kalau kamu kerjanya benar kita gak akan ada diposisi kaya gini Rachel! Ini bukan sekedar menjahit baju lantas memperbaikinya tapi ini berpengaruh ke brand ku! Nama baik ku! Apa kamu mengerti?!”

Rachel menunduk sejenak dan berkata lirih, “Saya minta maaf Bu, kalau Ibu sudah tidak percaya lagi dengan saya, jika menurut ibu saya tidak pantas saya akan mundur Bu, saya siap.”

Mendengar pernyataan Rachel, Andini sedikit melunak. Tentu saja ia tak akan mau melepas Rachel. Ia penjahit terbaik. Dan lagipula baru kali ini Rachel melakukan kesalahan. Sesuatu yang amat sangat jarang terjadi.

Andini terdiam, menatap Rachel sebentar lalu suaranya melembut, “Aku nggak minta kamu mundur Rachel. Aku Cuma minta kamu perbaiki kesalahanmu. Lebih teliti lagi. Kamu yang terbaik di tim ku dan aku selalu puas dengan hasil kerjamu. Tapi tolong, gaun ini harus sempurna – malam ini juga. Bisa?”

“Bisa bu, saya akan berupaya ....” tukas Rachel cepat. Ia lega Andini masih mempercayainya. 

Sekian tahun Rachel bekerja dengan Andini baru kali ini ia melakukan kesalahan. Entahlah Rachel akui ia sedang banyak pikiran tapi ia tak menyangka masalahnya akan membuatnya melakukan kecerobohan saat menjahit gaun pesanan orang yang dibilang Andini penting. Meski tidak terlalu fatal tapi tetap saja kekeliruannya membuatnya harus berhadapan dengan Andini – seseorang yang penuh dengan ambisi dan harus mendapatkan apa yang dia mau dengan sempurna.

Andini sebenarnya baik. Ia tidak pelit berbagi ilmu tapi baginya semua harus sempurna tanpa cacat. Sama seperti kehidupannya yang terlihat utuh, lengkap dan bahagia. Sehingga itu membentuk kepribadian Andini sebagai seorang wanita yang tangguh dan tak mengenal kata kalah atau menyerah.

Setelah memberikan beberapa wejangan kepada Rachel, Andini kembali menekuni hasil designnya. Ada beberapa customer yang meminta Andini mendesign gaun. Tiba-tiba ponsel miliknya berdering nyaring, Andini segera mengusap layar ke atas dan meletakkan di dekat telinga.

“Ya Halo? Ahh sudah bu, hampir jadi. Besok bisa diambil. Baik ... baik. Ya kita bisa bertemu Cold n Brew Coffe. Baik bu sampai jumpa besok. Ok terimakasih ....”

Andini berencana bertemu dengan kliennya di sebuah cafe besok sore. Dan itu berarti ia harus lembur untuk menyelesaikan semua pesanan kliennya yang lain.

Andini tidak suka menunda, ia memiliki etos dan dedikasi kerja yang cukup tinggi. Walaupun bagi orang lain sikap Andini lebih kepada ambisius Andini tidak peduli. Dia tidak akan kapok sebelum meraih kesempurnaan. Maka dari itu dia tidak menolerir kesalahan sekecil apapun.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 11 malam. Tapi Andini masih berkutat dengan sketsa fashion dan software desain di meja kerjanya. Mungkin Andini terlalu asyik tenggelam dalam kesibukan sampai-sampai ia tak mendengar Rachel mengetuk pintu dari tadi sehingga akhirnya Rachel masuk tanpa permisi dan mendapati Andini tengah menekuni fashion croquisnya.

“Bu Andini, permisi ....” panggil Rachel pelan takut mengganggu kesibukan Andini.

Andini yang tersadar menengadah, kacamatanya sedikit melorot,”Ehh ya Rachel? Bagaimana? Sudah kamu bereskan gaunnya?”

“Sudah bu, ini – “Rachel menyodorkan gaun yang indah hasil desain Andini  “ – mungkin ibu bisa cek dulu apakah sudah sesuai atau belum, masih ada waktu untuk memperbaiki.” Ujar Rachel.

Andini memeriksa setiap bagian dari gaun cantik itu dan ia merasa puas karena setiap inci terasa sempurna. Ia yakin kliennya akan puas dengan hasil desainnya.

“Ini sangat bagus, Rachel. Jahitannya rapi dan bersih. Aku menyukainya. Terimakasih, kamu memang bisa diandalkan. Tidak salah aku memilihmu untuk menjahit desain ini.” Ucap Andini tulus.

Rachel menunduk malu, ia tahu karyanya memang lebih bagus dibanding modiste yang lain. Tapi memperoleh pujian langsung dari mulut Andini adalah impian setiap penjahit disini.

“Ibu gak pulang? Ini sudah larut.”

“Sebentar lagi, masih ada beberapa sketsa yang belum selesai.” Ujar Andini sambil menguap.

“Apa ibu mau saya buatin teh jahe? Supaya badan terasa hangat dan mengatasi capek,” tawar Rachel.

“Boleh kalau tidak merepotkan.”

Rachel hanya tersenyum dan pergi menuju pantry untuk  membuatkan Andini teh jahe. Tak lama ia sudah kembali dan segera menyodorkan secangkir teh yang mengepulkan uap tipis.

“Silahkan bu, semoga bisa menghangatkan tubuh.”

“Terimakasih ya ... oh ya karena tugasmu sudah selesai kamu boleh pulang, aku akan pulang beberapa saat lagi.”

“Ibu yakin tidak mau saya temani?” tanya Rachel memastikan. Dia juga sebenarnya lelah tapi dia tak tega melihat Andini bekerja sendiri.

“Gapapa Rachel, kamu pulang aja. Saya berani kok. Makasih yaa ....”

“Baiklah, kalau begitu saya pulang dulu ya bu.” Pamit Rachel

Andini mengangguk sambil tersenyum manis,”Hati-hati,” katanya.

Setelah kepergian Rachel, Andini kembali berkutat dengan pekerjaannya. Mungkin karena terlalu asyik ia tak menyadari jam sudah menunjukkan pukul 00.45.

Tubuhnya terasa letih, dia menguap lebar sambil merentangkan kedua tangan ke atas untuk melemaskan otot.

Setelah ketegangan di pundaknya mereda Andini memutuskan untuk mengakhiri kegiatannya. Ini sudah larut dan dia harus pulang.

Andini selesai membereskan mejanya dan mulai mematikan lampu. Dengan langkah yang sedikit lamban karena lelah ia menghampiri mobilnya. Tak lama mobilnya mulai berjalan membelah jalan kota Solo tengah malam.

...

Mungkin karena terlalu lelah, Andini bangun kesiangan. Sesuatu yang jarang terjadi. Tapi untungnya jadwalnya tidak padat hari ini. Ia hanya punya 1 agenda yakni bertemu dengan klien yang menggunakan jasanya untuk mendesain gaun untuk ulang tahun pernikahan.

Andini berjalan ke kamar mandi dan memutar shower – menikmati air hangat yang membuat tubuhnya semakin rileks.

Puas dengan aktivitasnya, ia keluar dari kamar mandinya. Andini duduk di meja riasnya. Ia mulai memoles wajahnya dengan make up natural tapi justru menonjolkan kecantikannya.

Diliriknya jam yang tergantung di dinding. Satu jam lagi Andini harus sudah sampai di cafe tempat ia berjanji akan bertemu dengan kliennya itu.

Tanpa terburu-buru Andini keluar dari kamar, menuruni tangga dan masuk ke mobil. Tak lama Andini sudah berada di jalan menuju cafe yang dijanjikan.

Andini merasa ia tak terlambat tapi ternyata kliennya sudah sampai, seorang wanita yang anggun dan cantik. Andini selalu merasa dirinya cantik tapi kali ini ia mengakui kecantikan wanita yang ada di hadapannya ini. Ia merasa sedikit terintimidasi dengan pesona wanita itu.

“Maaf membuat anda menunggu Ibu Ratna.” Ujar Andini sambil menjabat tangan ramping wanita itu.

“Ahh tidak, saya memang sengaja datang lebih awal karena menunggu suami juga,” ucap Ratna dengan suara yang renyah.

Bahkan suaranya pun indah di dengar.

“Bu Andini mau pesan apa? Mas ....” Ratna memanggil waitres dengan sopan.

“Ya, bu mau pesan apa?” tanya Waitres

“Saya mau latte more ice no sugar, kalau Bu Andini?”

“Saya hot americano,” tukas Andini

“Baik, ada lagi?” tawar waitres

“Almond croissant apakah ada?”

“Ada bu,”

“Ok saya pesan itu ... Bu Andini mau juga? Almond Croissant disini lumayan enak,” ujar Ratna.

“Boleh,” ucap Andini singkat

“Baik itu saja mas, terimakasih ya,”

Bahkan Andini bisa merasakan betapa sopannya Ratna. Dalam hati Andini bertanya lelaki mana yang beruntung mendapatkan wanita secantik Ratna

Pesanan mereka tiba, dan Andini segera menyeruput kopinya dan mengiris croissantnya.

“Ahh itu suami saya, Mas ... sebelah sini,” Ratna melambaikan tangannya ke seseorang di belakang Andini.

Laki-laki yang dipanggil Ratna segera menghampiri mereka dan duduk di sebelah Ratna dan bertanya, “Apa mas terlambat?”

“Enggak ko Mas, oh ya kenalkan ini Andini designer yang kuceritain ke Mas kemarin – Bu Andini ini Bagas suami saya,” Ratna mengenalkan keduanya.

Keduanya bertemu pandang. Hampir saja cangkir kopi yang di pegang Andini terlepas. Senyum yang tadinya menghiasi bibir Andini mendadak lenyap begitupun dengan raut wajah Bagas yang menjadi pias.

“Andini ....”

“Bagas ....”

 

 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!