NovelToon NovelToon
Three Years

Three Years

Status: sedang berlangsung
Genre:JAEMIN NCT
Popularitas:503
Nilai: 5
Nama Author: yvni_9

"Nada-nada yang awalnya kurangkai dengan riang, kini menjebakku dalam labirin yang gelap. Namun, di ujung sana, lenteramu terlihat seperti melodi yang memanggilku untuk pulang."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yvni_9, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Orang baru

...Happy reading ...

Mentari bahkan belum sepenuhnya menampakkan diri, namun Cely sudah bergegas menyusuri jalanan yang masih diselimuti kabut tipis. Pagi ini, bus kota yang biasa ia tumpangi bersama Leo belum juga terlihat batang hidungnya. Mungkin itu karena ia pergi terlalu pagi.

Langkahnya mantap, menyusuri jalan menuju gerbang sekolah yang tak terlalu jauh dari rumahnya. Tas ranselnya yang berwarna hitam berayun-ayun seirama dengan langkahnya yang cepat.

Embun pagi masih bergelayut manja di ujung dedaunan, memantulkan cahaya mentari yang mulai menghangat. Di kejauhan, sosok Pak Satpam yang selalu siaga sudah berdiri tegap di depan gerbang sekolah, menyambut kedatangan para siswa dengan senyuman ramahnya.

"Loh ... Cely, kok sudah datang pagi-pagi gini? Sendirian pula? Biasanya kan sama Leo naik bus?" tanya Pak Satpam dengan nada heran.

"Eh, iya, Pak. Biasa aja, saya memang rajin kok! Lagian, saya emang mau sekalian olahraga pagi biar seger," jawabnya santai. "Leo sendiri sih masih asik sama mimpinya kayaknya, jadi saya duluan aja," lanjutnya sambil terkekeh kecil. "Kalau gitu saya masuk ya pak" ucap cely.

Pak satpam mengangguk mantap.

Langkah kaki Cely menggema di lorong sekolah yang sunyi, hanya ditemani suara angin yang berdesir pelan di antara pepohonan di halaman sekolah. Pagi itu, sekolah masih tampak lengang, kabut tipis masih bergelayut di antara bangunan-bangunan kelas. Cely terus berjalan, matanya menelisik setiap sudut lorong, mencari tanda-tanda kehidupan.

Saat ia tiba di depan kelasnya, ia melihat seorang wanita duduk di sebelah kursinya, asik dengan ponselnya. Cely mengerutkan kening, bertanya-tanya siapa wanita itu dan mengapa ia sudah ada di kelas sepagi ini.

Ia semakin mendekatkan diri dengan wanita itu, sampai akhirnya ia kenal dengan sosok wanita yang ada di depannya sekarang.

"Ray? Lo ... ngapain di sini sepagi ini? Lo bawa handphone? Gue bilang guru ya!" hardiknya, matanya melotot mengancam.

"Eh eh, santai dong! Jangan main adu-aduan gitu ah," timpal Rayna, teman sebangkunya.

"Tumben lo udah nongol pagi-pagi begini? Kesambet apaan?" tanya Cely heran, alisnya terangkat sebelah.

"Lah ... Lo juga kenapa udah dateng jam segini? Biasanya lama tuh, sama itu tuh cowo lo, leo" kata Rayna.

"Bukan cowo gue ya!" kata cely. "maybe later!" lanjutnya diiringi dengan senyuman.

"Lo beneran naksir ya, sama dia?" tanya Rayna penasaran.

"I don't know," ucap cely acuh. "Udah ah, gak usah dibahas lagi," lanjutnya

"Tapi tumben banget lo pagi-pagi gini udah sampe, kenapa?" tanya Rayna.

"Hehe ... semalem gue habis main-main sedikit, dan hasilnya ... lumayan bikin ibu tiri gue naik darah! Jadinya gue berangkat cepet supaya ga ketemu sama dia," katanya diiringi kekehan kecil.

Rayna menggelengkan kepalanya. "Gila sih ..."

"Lo sendiri? Kenapa dateng cepet?" tanya Cely.

"Lah ... gua mah emang setiap harinya dateng jam segini!" kata Rayna sambil memainkan handphonenya.

"Ngapain? COD sabu ya lo?" tanya cely.

Rayna langsung melayangkan tatapan tajamnya.

"Tuh mulut difilter dikit! sembarangan aja!" kata rayna.

"Hehe, sorry" ucap cely mengangkat tangannya sebagai tanda menyerah.

Pagi-pagi sebelum lonceng masuk berbunyi, Leo dengan cepat melangkah masuk ke kelas Cely untuk menemuinya. Wajahnya terlihat khawatir dan penasaran. "Cel, kamu kenapa pagi-pagi sudah berangkat? Sama tanya sama ibu kamu, katanya dia ga tau, ternyata kamu sudah di sini!" tanya Leo dengan nada yang sedikit keras.

Cely tersenyum. "Hehe ... gara-gara kejadian kemarin, gue jadi takut buat ketemu dia," kata Cely dengan suara yang pelan. "Makanya gue ngulur waktu biar dia adem dulu," lanjutnya.

Leo memegang pangkal hidungnya dan menghela napas. "Ya ampun, Cel! Besok-besok jangan lakuin itu lagi ya!" saran Leo.

cely mengangkat ibu jarinya.

Tapi ini cely, tidak segampang itu untuk jadi orang yang penurut. ia akan melakukan hal sesuka hatinya. tanpa peduli apa yang orang lain pikirkan.

Cely duduk santai di sofa ruang tamu dengan camilan favoritnya yang dibelinya siang tadi. Matanya terpaku pada layar TV, tertawa lepas karena adegan lucu dalam film yang sedang diputar. Namun, tiba-tiba suasana hatinya berubah drastis ketika sosok paruh baya muncul dari balik pintu. Yang membuatnya terkejut adalah kehadiran seorang remaja perempuan yang berusia tak jauh dari dirinya, berdiri di belakang wanita itu. Cely langsung berdiri, matanya memicingkan ketika wanita itu menghampirinya.

"Mulai sekarang, dia akan tinggal bersama kita!" kata Fianna.

Cely langsung menggelengkan kepala dengan cepat, ia mengerutkan dahinya. "Gak ... gak! Ga boleh!" larangnya dengan nada tinggi.

"Kenapa ga boleh?" tanya remaja perempuan itu dengan nada yang sedikit menantang. "Ini kan juga rumah Mamah gue!" tambahnya.

Cely langsung melotot, karena ucapan remaja itu. "Rumah Mamah lo, rumah Mamah lo! Jangan lupa kalo dia cuma numpang di sini! Ini rumah, murni punya Bokap Nyokap gue!" tekan Cely dengan nada yang keras.

Fianna langsung memotong pembicaraan Cely dengan nada yang tidak sabar. "Udah deh, Cely! Kamu ga usah ngatur-ngatur! Kalo kamu ga suka, yaudah kamu tinggal pergi!" Cely langsung melawan dengan nada yang sama kerasnya.

"Enak aja nyuruh gue pergi, harusnya kalian yang pergi!" kata Cely dengan wajah yang merah padam.

"Sstt ..." Fianna langsung menghentikan pembicaraan Cely. Mereka berdua langsung pergi meninggalkan Cely yang sedang tersulut emosi.

Cely memandang ke arah mereka berdua dengan mata yang merah padam, lalu memalingkan wajahnya dan memegang dagunya dengan erat.

"Gue harus pake cara apa ya, biar mereka ga nyaman tinggal di sini?" pikir Cely sambil menggigit bibirnya. Ia merasa kesal dan frustrasi karena tidak bisa mengusir perempuan itu dari rumahnya.

"Masa iya gue yang harus ngalah sih? Gak boleh! Gue harus bisa nih, ngusir dua benalu ini. Kan ini rumah Ibu," katanya sambil merenungi, melihat sekeliling rumahnya.

Sudut bibir Cely terangkat, membentuk seringai licik. "Gue ada ide," gumamnya, matanya berbinar penuh rencana. Dengan cekatan, ia membersihkan sisa makanannya yang berserakan di meja, lalu bergegas meluncur ke dapur, matanya berputar mencari sasaran. Dengan gerakan cepat dan terampil, ia mengganti semua bumbu dapur. Gula ia pindahkan ke toples garam, begitu pula sebaliknya. Tepung terigu ia tukar dengan tepung tapioka, dan seterusnya. "Mampus lo," gumamnya puas, membayangkan kekacauan yang akan terjadi.

Belum puas, Cely berjalan menuju wastafel. Dengan senyum licik, ia mengendurkan keran air sedikit demi sedikit, memastikan air akan menetes tanpa disadari. "Biar makin lengkap penderitaan dia," ucapnya, lalu terkekeh pelan.

Setelah menyelesaikan aksinya, Cely segera keluar dari rumah dengan langkah yang cepat. Ia berjalan menyusuri jalan gang perumahan yang belum pernah ia datangi.

"Kalo rencana gue berhasil, kayanya sih gue bakalan diusir dari rumah ibu," gumamnya dengan nada sedih. "Tapi ... gue ga boleh ninggalin rumah ibu, gue pengen dia yang pergi dari situ," lanjutnya.

Ia memegang kepalanya frustasi. "ARGHH!" teriak Cely lalu menendang botol kaleng yang tergeletak di depannya dengan keras. Bukannya merasa lega, ia justru menambah masalah baru. Kaleng yang ia tendang mengenai seorang bapak yang sedang menyapu halaman rumahnya.

Bapak itu meringis kesakitan, memegangi kakinya yang terkena kaleng. Matanya menyipit, mencari sosok yang berani melempar kaleng itu. Pandangannya langsung tertuju pada Cely yang berdiri tidak jauh darinya, wajahnya pucat pasi dan penuh kepanikan.

"HEH! KAMU KAN YANG NENDANG KALENG INI?!" bentaknya dengan suara menggelegar, urat-urat di lehernya menegang.

Melihat bapak itu murka, Cely tidak menunggu lagi. Ia langsung lari terbirit-birit, kakinya bergerak secepat mungkin menjauhi keberadaan bapak itu.

"A-ampun, Pak! Saya nggak sengaja! Maaf!" teriaknya sambil berlari sekencang-kencangnya, meninggalkan bapak itu dengan rasa sakit dan amarah yang masih memuncak.

Nafas Cely terengah-engah, dadanya naik turun dengan cepat. "Sial..." umpatnya pelan. Ia menyusuri jalanan komplek perumahannya kembali, namun tidak berbelok menuju rumahnya. Kali ini, tujuannya adalah rumah Leo.

Sesampainya di depan rumah Leo, ia melihat bunda Leo sibuk menyiram tanaman di halaman.

"Hallo tante ..." sapa Cely. "Leonya ada, tan?" tanya Cely dengan sesekali melirik ke arah dalam rumah.

"Kamu terlambat, Cely. Leonya barusan aja pergi sama ayahnya, jadi dia nggak ada di rumah sekarang," jawab bunda Leo dengan senyum ramah.

"Oh... gitu ya, Tante? Yaudah, kalo gitu Cely pulang aja deh, Tan!" kata Cely.

Sebenarnya, Cely merasa takut untuk kembali ke rumah. Pikiran-pikiran buruk mulai menghantuinya. Bagaimana jika ibunya sudah mengetahui perbuatannya? Apa jadinya jika ia tiba-tiba ditodong pisau atau bahkan ditembak? Cely menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir jauh-jauh pikiran menakutkan itu. Dengan langkah ragu, ia terus berjalan pelan menuju rumahnya.

Sampai di depan pintu rumah, jantung Cely berdebar semakin kencang. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Kakinya melangkah perlahan memasuki rumah.

Saat kakinya hendak menaiki anak tangga, matanya tanpa sengaja melirik ke arah dapur. Pemandangan yang dilihatnya membuat Cely sedikit lega. Ibu dan kakak tirinya terlihat sedang bersenda gurau. Itu tandanya, perbuatan Cely belum mereka sadari. Dengan langkah cepat, Cely segera menyelinap masuk ke kamarnya dan menutup pintunya rapat-rapat.

Belum sempat Cely menjatuhkan tubuhnya di ranjang, tiba-tiba suara teriakan menggelegar, memecah keheningan rumah dan mengguncang setiap sendi bangunan.

"CELY..."

Bukan suara ibunya, melainkan suara kakak tirinya yang terdengar penuh amarah. Pintu kamarnya digedor-gedor dengan brutal, membuat Cely terlonjak kaget. Jantungnya berdebar kencang, ia tahu kemarahan yang besar telah menantinya di luar.

Tanpa membuang waktu, Cely berlari menuju kamar mandi di kamarnya. Ia menyalakan shower, berharap suara gemericik air yang deras dapat menutupi teriakan kakak tirinya yang semakin keras dari luar kamar.

Beberapa waktu kemudian, ocehan dari balik pintu sudah tidak terdengar lagi. Cely keluar dari kamar mandi dengan langkah perlahan. Ia menaiki tempat tidurnya dan berbaring termenung, memeluk gulingnya erat-erat. Hatinya terasa kosong. "Abang ... pengen Abang balik," gumamnya lirih, air matanya menggenang di pelupuk mata, hingga akhirnya ia tertidur.

Sialnya hari ini adalah hari minggu, sehingga ia tak bisa mencari tempat pelarian lain selain kamarnya. Membuat kasur menjadi satu-satunya tempat pelarian yang tersisa. Ia mengurung diri dalam sangkar, berbaring di atas kasur yang empuk.

Perutnya keroncongan, sebuah orkestra kelaparan yang dipimpin sang cacing. Namun, alunan tawa riang dari luar kamarnya membuatnya ragu untuk beranjak keluar mencari makan. Ia memutuskan untuk kembali tidur.

Sekitar pukul tiga sore hari, Cely mengintip dari balik pintu yang sedikit terbuka. Rumah yang tadinya ramai oleh tawa kini sunyi senyap.

Perutnya yang semakin meraung meminta untuk disini, mendorongnya untuk mencari makanan di warung. Dengan langkah ragu, ia berjalan ke arah pintu, tangannya mencengkeram erat gagang pintu. Namun, pintu itu tidak mau terbuka. Cely mencoba lagi, dan lagi, namun pintu itu tetap tak bergeming.

"Dikunci?" tanyanya pada diri sendiri.

Ia berlari ke arah pintu belakang dengan harapan bisa keluar dari rumah, tapi hasilnya sama. Pintu itu juga terkunci, Ia merasa seperti terjebak dalam perangkap, tidak bisa keluar dari rumah. Kemudian, ia menyadari bahwa ibu dan kakak tirinya sengaja menguncinya dari luar.

"Oh ... Gitu cara main lo?" ucapnya dengan nada menantang. "Gue ikutin!" lanjutnya. Lalu perhatiannya teralihkan ke arah telepon rumah yang berdering.

"Halo?"

^^^"Halo, cel!"^^^

^^^"Ini abang! Abang hari ini, sampai beberapa minggu ke depan ga bisa jenguk kamu ya, soalnya abang sibuk ngurus kerjaan."^^^

^^^"Sebentar lagi kamu kamu kan tamat tuh! Nah ... Abang bakalan jemput kamu di situ, oke?"^^^

"Oh ... gitu ya, bang?"

"Kalo abang ga bisa dateng, ga apa-apa kok!"

^^^"Kamu ga keberatan kan, dek?^^^

"Oh ... sama sekali enggak dong!"

"Udah Lo balik kerja aja sana!"

"Sehat-sehat ya, bang!"

^^^"Hmm ..."^^^

^^^"Yaudah, dek. Abang ga bisa lama-lama, nanti abang telpon lagi ya! Bye bye!"^^^

"Bye ..."

Sambungan telepon terputus, Cely kembali termenung. Sampai akhirnya ia menekan nomer seseorang di sana.

...________...

1
MindlessKilling
Gak sabar nunggu lanjutannya, thor. Ceritanya keren banget!
yvni_9: terima kasih
total 1 replies
Zhunia Angel
❤️ Hanya bisa bilang satu kata: cinta! ❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!