NovelToon NovelToon
Heera. Siapakah Aku?

Heera. Siapakah Aku?

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Berbaikan / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Putri asli/palsu
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dian Fauziah

Heera Zanita. Besar disebuah panti asuhan di mana dia tidak tahu siapa orang tuanya. Nama hanya satu-satunya identitas yang dia miliki saat ini. Dengan riwayat sekolah sekedarnya, Heera bekerja disebuah perusahaan jasa bersih-bersih rumah.
Disaat teman-teman senasibnya bahagia karena di adopsi oleh keluarga. Heera sama sekali tidak menginginkannya, dia hanya ingin fokus pada hidupnya.
Mencari orang tua kandungnya. Heera tidak meminta keluarga yang utuh. Dia hanya ingin tahu alasannya dibuang dan tidak diinginkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Fauziah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

5

Suara teriakkan Pak Arga masih terdengar saat aku keluar dari rumah Oma Melati. Dia masih terus saja memanggil nama Heni dengan tangisan yang meraung. Entah cinta seperti apa yang bisa membuatnya seperti ini.

Baru saja aku keluar dari pagar rumah. Oma Mela berlari kecil mendekat padaku. Nafasnya tersengal meski hanya berlari sebentar. Mungkin faktor umur yang membuatnya sudah tidak sesehat saat muda.

"Heera. Maaf, tapi apa Oma bisa bertanya satu hal padamu?" wajah Oma Mela begitu serius saat menanyakannya.

"Silahkan Oma."

"Apa orang tuamu masih hidup?"

Deg!

Hanya satu pertanyaan tapi berhasil membuat dadaku terasa nyeri dan sesak. Serasa semua beban saat ini aku pikul sendiri tanpa ada yang tahu. Seakan dunia membuat aku sendiri dan tidak bisa melakukan apapun.

Jika saja aku tahu orang tuaku. Mungkin saat ini aku tidak menjadi Heera si tukang bersih-bersih. Sayangnya aku adalah Heera yang harus melakukan semuanya sejak kecil sendiri tanpa siapapun.

"Heera. Heera."

"Ya, Oma."

Oma Mela menatap padaku, meminta sebuah jawaban dari mulutku.

"Oma, aku tidak punya orang tua. Sejak kecil aku tinggal di panti asuhan."

"Ma..maaf. Oma tidak tahu." Wajah Oma Mela terlihat menyesal setelah menanyakan hal itu padaku.

"Tidak apa, Oma. Jika tidak ada hal lain. Saya permisi."

"Hati-hati di jalan Heera."

Aku mengangguk pelan. Kembali aku ke dalam duniaku yang sendiri. Jika melihat orang lain yang memiliki teman hidup aku hanya bisa membayangkannya saja. Setidaknya ada teman, namun sejak kecil aku tidak terlalu dekat dengan siapapun.

Mungkin sudah takdirku jika hanya bisa menjalani hidup tanpa teman. Meski begitu, aku bersyukur karena kenal dengan orang-orang baik. Meski hanya perkenalan tanpa sebuah kedekatan.

Tanpa aku sadari tangan kananku terasa sakit saat aku gerakkan. Mungkin karena Pak Arga menarikku dengan kasar tadi. Walau begitu, aku tidak bisa menyalahkannya untuk hal ini. Bagaimanapun Pak Arga hanya mencoba mempertahankan apa yang dia cintai.

Meski berpuluh-puluh tahun jika memang cinta pasti tidak akan terlupa. Berbeda denganku yang sejak awal tidak diinginkan dan tidak dipedulikan.

*.*.*.*

Jam tiga sore aku sudah berada di apartemen Cendana. Sebenarnya aku tidak ingin datang, tapi teringat bagaimana Mada datang ke rumahku. Memegang barang milikku tanpa seizinku. Jadilah aku datang dan mengatakan jika tanganku tengah sakit. Berharap jika dia melihat kondisiku dia akan mengerti.

Lift terbuka. Aku langsung mengetuk pintu apartemen Mada. Setelah beberapa kali ketukan akhirnya pintu terbuka juga. Mada terlihat lelah hari ini. Bahkan aura yang biasanya dingin dan datar kini tidak terlihat sama sekali.

"Aku ingin makanan berkuah dan hangat."

Melihat kondisinya membuat aku mengangguk saja. Padahal niatku datang kesini untuk mengatakan jika tanganku tengah terluka dan tidak leluasa masak. Makan malamku saja memilih membeli dari pada buat sendiri.

Tanpa sadar aku menghela nafas berat. Membuat Mada menoleh padaku dan mengernyitkan dahi. Seakan bertanya apa ada sesuatu, namun ya aku kembali menggeleng dan mengatakan semua baik-baik saja.

Baru juga beberapa kali bertemu tapi aku benar-benar seperti pembantu untuk Mada. Setiap apa yang diinginkan pria itu aku hanya bisa mengatakan iya tanpa bisa mengatakan tidak.

"Kau mau masak apa?" tanya Mada saat aku mengambil beberapa bahan makanan di kulkas.

"Soto daging."

"Pasti enak."

Aku hanya tersenyum kecil. Baru juga aku akan memulai tapi saat akan memotong daging tanganku benar-benar sakit. Mau bagaimanapun tangan kanan yang biasa ku gunakan. Tidak mungkin aku menggunakan tangan kiriku.

"AW!"

"Ada apa?"

Mada sudah berada di sisiku. Dia melihat memar di pergelangan tangan kananku. Baru setelah itu Mada membawaku duduk di kursi makan.

"Apa yang terjadi?"

"Aku jatuh saat membersihkan rumah tadi," kataku sembari menarik tangan yang di pegang oleh Mada.

"Kau yakin?"

Aku mengangguk. Mana mungkin aku akan bercerita hal yang sesungguhnya. Apa ada manfaatnya? Tentu saja tidak. Aku dan Mada tidak ada hubungan apapun jadi tidak perlu aku menceritakan bagaimana hariku.

"Kenapa tidak bilang kalau kau sakit?"

"Apa kau akan mendengarkan aku?"

Mada diam saja. Dia mengambil kotak obat dan mengambil sebuah salep. Dia berniat memakaikannya tapi aku sudah lebih dulu mengambil salep itu.

"Aku bisa sendiri. Terima kasih."

"Setelah ini kau bisa kembali setelah tanganmu sembuh."

Aku hanya mengangguk setuju. Setidaknya beberapa hari ini aku akan memiliki waktu luang dalam hidupku. Meski tidak mendapat bayaran, tapi aku bisa bebas beberapa hari ini.

Pintu apartemen Mada terbuka. Seorang wanita cantik dengan rambut tergerai menatap pada diriku dan Mada secara bergantian. Wanita itu menatap diriku dari ujung kaki sampai ujung kepala, lalu menoleh pada Mada.

"Ada apa Mama datang ke sini?"

Aku kaget saat Mada memanggilnya mama. Padahal aku kira dia adalah pacar dari Mada. Ternyata dia adalah ibu dari seorang Mada. Jujur saja aku tidak percaya karena penampilan wanita itu masih sangat fashionable dan sangat cantik.

Wanita yang di panggil Mada dengan sebutan mama itu langsung duduk di sebuah sofa. Masih sesekali melihat ke arahku. Merasa tidak nyaman, jadi aku berpikir untuk pergi dari apartemen itu.

Tidak aku sangka Mada menarikku untuk berdiri di sisinya. Wanita itu terlihat tidak senang dengan hal ini. Bahkan tangannya terkepal dengan kuat di atas sofa.

"Tuan Mada. Tolong lepaskan saya, saya mau pulang."

"Aku belum mengizinkanmu keluar dari sini."

"Dia siapa Mada?!" tanya wanita itu dengan keras.

"Istriku."

"Apa?!" aku dan wanita itu sama-sama kaget dengan pengakuan Mada. Entah apa yang ada dipikiran pria di sampingku ini. Dia benar-benar hilang akal sampai mengakui ku sebagai seorang istri.

"Tuan Mada..." belum selesai aku bicara Mada sudah menarikku semakin dekat dengannya.

"Aku tahu orang tuamu," bisikkan Mada membuat mataku membulat tidak percaya. Hal yang selama ini aku cari, Mada tahu tentang hal itu.

"Aku sudah menikah dengannya satu minggu ini, Ma."

"Aku tidak percaya. Kau sudah bertunangan dengan Elvi."

"Putuskan saja. Aku mencintai Heera."

"Ini tentang bisnis kita Mada."

"Aku sudah bilang. Aku tidak peduli."

Wanita itu hanya bisa menahan rasa kesalnya. Dia menghentakkan kakinya dan mengambil tas putihnya. Lalu pergi keluar dari apartemen Mada. Menyisakan aku dan Mada berdua.

"Dia ibu tiriku," ucap Mada.

Aku tidak peduli dia ibu kandung atau ibu tiri. Aku hanya ingin tahu tentang orang tuaku.

"Aku akan katakan semuanya, tapi jadilah istriku lebih dulu."

Diam. Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Jika ini memang jalan takdirku, aku akan setuju untuk menikah. Namun, apa aku bisa mempercayai Mada. Aku baru beberapa kali bertemu dengannya.

"Aku bahkan akan membantumu balas dendam pada orang yang telah menyakitimu," kembali Mada bicara tanpa menungguku bereaksi.

"Jika kau setuju. Datanglah ke kantor urusan agama besok. Kita sahkan pernikahan ini."

1
Berlian Nusantara dan Dinda Saraswati
ehhh blm ada yg ketemu novel ini kah aku izin baca ya thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!