Termasuk dalam series Terpaksa Menikahi Tuan Muda (TMTM)
Sekretaris Han, bisakah dia jatuh cinta?
Kisah hidup Sekretaris Han, sekretaris pribadi Tuan Saga, sekaligus tangan kanan dan pengambil keputusan kedua di Antarna Group.
Dia meneruskan sumpah setia mengabdi pada Antarna Group, hidupnya hanyalah untuk melihat Tuan Saga bahagia. Bahkan saat Saga mengatakan dia bahagia bersama Daniah, laki-laki itu tidak bergeming, dia yang akan memastikan sendiri, kebahagiaan tuan yang ia layani.
Hubungannya dengan Arandita memasuki babak baru, setelah gadis itu dipecat dari pekerjaannya sebagai pengawal pribadi Nona Daniah.
Bagaimana hubungan mereka akan terjalin, akankah usaha Aran mengejar dan meraih Sekretaris Han membuahkan hasil.
Simak kisahnya hanya di novel Lihat Aku Seorang (LAS) 💖💖
ig : @la_sheira
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Surat Panggilan Kerja
Kembalinya Aran menjadi sesuatu yang membahagiakan jika tidak tahu situasi yang sebenarnya. Adik-adiknya sangat senang. Mereka berceloteh seharian tentang hidup mereka selama beberapa tahun ini. Rencana gila yang ingin mereka lakukan bersama kakak perempuan yang katanya pengganguran itu.
“Hei, aku itu bukan pengangguran, aku itu pencari kerja. Aku tidak punya waktu bermain dengan kalian!”
Tapi tetap saja, kedua adiknya tidak perduli ocehannya, dan tetap menyeret Aran pergi keluar rumah. Namun dengan tingkah polos adik-adik yang tidak tahu apa-apa, sejenak dia lupa betapa menyedihkannya dirinya. Kehilangan pekerjaan untuk kedua kalinya, putus cinta, kalau hubungan ini disebut pacaran mungkin bahasanya dia sudah dicampakkan.
Begitulah Arandita menjalani kesehariannya, menghibur diri dengan mencoba melupakan. Namun yang berserak di hari kemarin seakan memenuhi kepalanya saat malam, saat ia sudah sendiri berteman selimut tempat tidurnya. Bayangan punggung Han yang melangkah menjauh, menghilang di balik pintu seakan menjadi momen paling menyakitkan baginya.
Beberapa hari setelahnya.
Saat malam menggantikan cahaya siang. Cuaca di luar sedikit dingin dan basah karena hujan yang turun sore hari tadi. Membuat rasanya lebih enak bergelung selimut di tempat tidur. Aran melihat hpnya yang bergetar. Menyambar jaket di dalam lemari setelah membaca pesan. Gagal sudah bermalasan di bawah selimut.
“Aran, mau kemana?”
Ibu yang baru saja selesai membersihkan dapur muncul dengan tangan yang basah percikan air. Wanita itu mendengar suara langkah anaknya yang menutup pintu kamar dengan tergesa, membuatnya secepat kilat menyelesaikan urusan dapur.
“Keluar sebentar Bu?” Gadis itu menunjuk pintu. Menarik resleting jaketnya.
“Mau kemana malam-malam begini?” Curiga. Si ibu masih tetap waspada, walaupun tanda-tanda kemunculan laki-laki itu tak pernah ada. Dalam hati kecilnya berharap, sekretaris itu akan muncul untuk sekali saja di depannya.
“Bertemu kakak Bu. Sebentar saja.”
“Kakak siapa lagi?” Ibu sudah berjalan menuju pintu. Mau menghadang Langkah anaknya.
Dih, kapan ibu jalan sudah di depan pintu saja.
“Kak Fir Bu, memang siapa lagi si yang aku panggil kakak. Kan cuma Kak Fir.”
Ibu masih belum beranjak dari tempatnya berdiri. Melihat kejujuran dari mata anaknya. Kau sudah banyak terluka Arandita, mau apa lagi si. Begitu lah yang dipikirkan sang ibu.
“Sudah Bu, biarkan saja. Memang Aran mau ketemu siapa lagi kalau bukan Firman, lihat saja penampilannya.”
Jaket yang warnanya sudah mulai memudar. Jaket yang ia dapat sebagai hadiah diterimanya dia di stasiun TV. Hadiah ayah karena berhasil meraih impiannya, yang walaupun sudah bulukkan tetap selalu ia pakai. Rambut yang terurai jatuh tak beraturan. Piyama yang akan dipakai tidur bergambar stroberi. Celananya lebar berkibar-kibar.
“Ah, ayah apa si, aku sudah sisir rambut tadi. Aku pergi sebentar ya Bu. Sebentar saja kok di dekat taman. Kebetulan kakak habis meliput di sekitar sini.”
“Kenapa tidak mampir ke rumah aja,” Ibu masih bertahan dengan argumennya.
“Sebentar aja Bu.” Aran terkekeh sambil melewati ibunya yang sudah melepaskan gagang pintu. Sudah beberapa tahun dia tidak bertemu seniornya itu. Walaupun seniornya cukup dekat dengan orangtuanya, tapi kalau sampai ibu keceplosan bicara tentang Sekretaris Han bisa gawat. Itulah yang ditakutkan Aran, hingga ia memilih bicara diluar.
...***...
“Kakak!”
Aran berlari saat dari kejauhan melihat sosok tubuh seseorang yang sedang duduk. Dialah Firman, senior sekaligus rekan kerja paling dekat dengannya. Mereka dulu sering dipasangkan meliput berita bersama. Sudah lama sekali ya gumamnya sejak terakhir mereka bertemu.
“Aran.” Laki-laki itu berdiri. Wajahnya terlihat senang. “Sudah lama sekali ya, apa kabarmu?” menyodorkan segelas kopi panas ke tangan Aran. Menangkupkan kedua tangan itu ke gelas kopi.
“Terimakasih Kak.” Aran duduk di samping Firman dengan tenang. Memakai satu tangannya merapikan rambut.
Mereka sedang meneguk kopi masing-masing, sambil memikirkan tentang masa lalu. Ditemani angin yang semilir menyusup di sela-sela jaket mereka.
“Maaf.” Lirih terucap dari bibir Firman tiba-tiba. Laki-laki itu tidak melihat Aran, dia menunduk sambil melihat gelas di tangannya.
Maaf tentang masa itu, saat aku tidak berani berdiri di sampingmu atau membelamu. Membiarkan kau pergi dengan perasaan dikhianati. Aku yang lebih mengkhawatirkan pekerjaan dan diriku sendiri hanya bisa melihat punggungmu yang menjauh.
“Kenapa kakak yang minta maaf. Itu kan memang kesalahanku. Ibu bilang, kakak masih sering datang saat aku pergi. Terimakasih ya sudah menjaga keluargaku.” Tertawa mengusir canggung sambil menyeruput kopinya.
Waktu terasa sudah lama sekali ya. Peristiwa yang membuatnya kehilangan pekerjaan. Hidup serabutan sambil menyembunyikan diri dari pandangan orang lain. Bahkan menghilang untuk melindungi keluarga. Ah, rasanya itu sudah lama sekali gumam Aran. Saat dia dilupakan semua orang, seniornya ini masih sesekali mengunjungi keluarganya.
Dia memang laki-laki baik. Aran mangut-mangut meneguk kopinya. Bergumam sebuah nama wanita yang beruntung menjadi kekasih Firman.
“Eh, kau tidak meluruskan rambutmu? Padahal dulu kau bilang benci sekali dengan rambutmu.” Firman spontan meraih ujung rambut Aran.
Plak!
Eh, aku sudah gila ya, kenapa memukul tangan Kak Firman.
“Maaf Kak aku refleks.” Panik, tangannya benar-benar bergerak secara alami tadi.
“Maaf ya, aku yang sudah kurang ajar.” Firman memukul tangannya sendiri. "Kita sudah lama tidak bertemu aku malah sok akrab menyentuh rambutmu."
Bukan begitu Kak, aku refleks karena berfikir harimau gila itu akan kesal kalau ada yang menyentuh rambutku. Aku memang gila.
“Maaf Kak bukan begitu, aku kaget tadi.” Meletakan kopinya, lalu mengacak rambutnya. “Soalnya aku nggak keramas tadi sore. ” Menarik ikat rambut di tangannya lalu mengikatnya di tengah kepala seperti yang biasa ia lakukan. Dia gerai rambutnya supaya melindungi lehernyandari angin malam tadi. “Aku bekerja serabutan Kak, jadi tidak terlalu memikirkan penampilan.”
Firman tertawa mendengar alasan Aran, tapi dia tidak mau lanjut membahasnya. Karena di ujung tangannya dia tidak merasakan apa pun. Seperti rambut lepek atau berminyak karena tidak keramas.
"Ehm, kau sudah mendapat suratnya?”
Tatapan mereka bertemu. Angin menampar wajah mereka. Aran menganggukkan kepala lalu menatap kejauhan, gelap malam yang hanya dihiasi temaran lampu.
Dia mendapat email surat pemanggilan bekerja dari stasiun TV. Bahkan dia mendapat telepon langsung dari kepala sekretaris presdir perihal surat pemanggilan. Bahkan seharian dipikirkan pun semua rasanya janggal, aneh dan tidak masuk akal.
Dia sedikit senang si, tapi memang ada orang yang dipanggil bekerja lagi setelah dipecat secara tidak hormat!otak sehatnya bereaksi normal.
“Kembalilah, kau merindukan pekerjaanmu yang dulu kan.” Firman membaca kegalauan itu.
“Kak, sejujurnya aku memang ingin kembali seperti dulu. Tapi bukan di stasiun TV XX.” Siapa yang mau kembali ketempat yang sudah mengusirmu secara tidak terhormat batin Aran realistis.
“Kau pasti masih kecewa ya. Maaf.”
“Kenapa lagi-lagi kakak yang minta maaf. Kalau permintaan maaf seharusnya nona muda yang minta maaf padaku kan, dia mengingkari janjinya untuk bertanggungjawab. Pada akhirnya dia menyebut namaku. Sekarang dia hidup nyaman dengan suaminya tanpa pernah berfikir dia sudah menghancurkan hidup orang lain.” Membayangkan saja kesal, terlepas dari dia yang memang tergiur dengan uang.
Firman menuturkan secara garis besar selepas kepergian Aran stasiun TV mengalami banyak sekali kejadian. Defisit anggaran, karena Antarna Group menyetop hampir 80% iklan dan sponsor yang masuk ke perusahaan. Kalau beberapa karyawan menyalahkan tindakan nona muda, tak banyak juga yang menyalahkan Aran. Bahkan untuk menutupi itu semua, beberapa bonus dan gaji karyawan mengalami penundaan. Mereka berdua terkadang paling sering disebut kalau sedang ingin memaki.
Antarna Group hampir menguasai separuh iklan TV XX.
Tapi setelah beberapa bulan belakangan, kondisi keuangan kembali stabil. Antarna Group kembali menjalin kerjasama saling menguntungkan dengan perusahaan. Entah karena kepiawaian tim marketing dan humas yang melobi dan memohon-mohon. Atau m memang sudah waktunya perang dingin tak menguntungkan itu disudahi.
Aran menyimak.
“Kembalilah, semua juga menunggumu. Presdir bahkan memberi pengumuman resmi kedatanganmu, teman-teman yang lain juga menunggumu.”
Aku kan belum mengambil keputusan apa-apa. Mereka percaya diri sekali aku akan kembali.
Semuanya terjadi tiba-tiba dan tidak masuk akal. Pikiran Aran tertuju pada Sekretaris Han, apa ini ulahnya. Apa dia sengaja membuat semua ini. Hah! Batu keras meloncat menembus kesadarannya. Laki-laki yang bahkan tak bergeming saat dia memohon untuk berdiri bersamanya, yang sampai akhir tidak terlihat ketika dia pergi meninggalkan rumah utama, apa mungkin akan melakukan sesuatu pada seseorang yang dulu dia anggap serangga. Sekarang di hadapannya aku pasti kembali jadi serangga pengganggu yang menyedihkan.
Aku terlalu bermimpi.
“Aku juga kangen padamu Aran.” Malu, terdengar suara dia meminum kopinya sampai habis. Bahkan saat dia meremas gelasnya.
“Aku juga kangen sama Kakak.” Aran tertawa sambil menepuk pundak Firman.
Deg.
“Aku kangen dengan meja kerjaku, aku kangen dengan semua rutinitas gila yang terkadang tidak kenal waktu. Bahkan aku kangen teriakan direktur yang memakiku karena aku salah menulis ejaan berita. Kalau dia memakiku saat aku kalah cepat dari stasiun TV lain, aku kangen itu. Lebih gilanya lagi aku bahkan kangen kopi instan yang selalu kita buat di dapur kecil studio.”
Firman tergelak sambil meremas gelas di tangannya lebih ***** lagi.
Posisiku selevel dengan kopi instan, haha.
Firman gumam-gumam sambil memalingkan wajah.
“Kenapa Kak?”
“Ah tidak, selama ini apa yang kau lakukan selama menghilang. Kau bekerja dimana?”
“Aku bekerja ini dan itu.”
Akhirnya mereka bicara cukup panjang. Firman mengatakan kalau hubungannya dengan kekasihnya tidak berjalan baik, dan mereka putus. Aran terlihat bersimpati, karena dia tahu rasanya. Namun, banyak hal yang tidak diceritakan Aran selama beberapa bulan ini. Tentang hidupnya yang seperti mimpi di rumah Tuan Saga dan Nona Daniah.
Firman pun berceloteh tentang banyaknya pekerjaannya bahkan saat langkah kaki mereka sampai di depan rumah Aran. Sebenarnya obrolan masih ingin terus berlanjut. Firman belum rela pergi. Tapi mereka harus berpisah. Karena malam semakin larut.
“Kembalilah pada dunia yang kau cintai,” kata terakhir yang diucapkan Firman sebelum melangkah pergi.
Aran melambaikan tangan dengan perasaan yang lebih ringan. Bersama Firman terkadang dia bisa menjadi adik yang bisa mengeluh apa pun. Dia masuk ke dalam rumah dengan berdendang.
Dia itu benar-benar tidak peka.
Firman berjalan menuju mobilnya terparkir.
Bersambung
apa si Arya mnjdi cerita kisah key dn Abian yah
sweet banget.