Pertemuan pertama begitu berkesan, itu yang Mada rasakan saat bertemu Rindu. Gadis galak dan judes, tapi cantik dan menarik hati Mada. Rupanya takdir berpihak pada Mada karena kembali bertemu dengan gadis itu.
Rindu Anjani, berharap sang Ayah datang atau ada pria melamar dan mempersunting dirinya lalu membawa pergi dari situasi yang tidak menyenangkan. Bertemu dengan Mada Bimantara, tidak bisa berharap banyak karena perbedaan status sosial yang begitu kentara.
“Kita ‘tuh kayak langit dan bumi, nggak bisa bersatu. Sebaiknya kamu pergi dan terima kasih atas kebaikanmu,” ujar Rindu sambil terisak.
“Tidak masalah selama langit dan bumi masih di semesta yang sama. Jadi istriku, maukah?” Mada Bimantara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 - Masa Lalu
Dalam hati Rindu mengump4t karena tidak bisa mengontrol mulutnya. Terulang lagi dengan orang yang sama. Telpon dari pinjol mengalihkan dunia dan fokusnya, bahkan emosi yang bukan pada tempatnya.
“Maaf … pak,” ujar Rindu lalu mengangguk.
“Kamu ikut seleksi?” tanya Mada sambil memperhatikan Rindu. Menatap dari kepala sampai kaki.
“I-ya.”
“Oke, semoga beruntung,” ujar Mada masih menyematkan senyum di wajahnya.
Rindu menghela lega sambil memperhatikan kedua pria itu terlalu berharap mereka tidak ada hubungannya dengan seleksi yang dia ikuti. Nyatanya harapan tidak sesuai dengan kenyataan, Mada berbelok ke aula tempat seleksi.
“Mampusss lo Rin, semoga aja dia ngggak dendam dua kali lo tabrak. Pake bonus dibentak segala.”
Istilah dunia selebar daun kelor mungkin ada benarnya, terbukti kalau Rindu bertemu lagi dengan Mada. Sempat kagum dengan ketampanan pria itu, tapi ia sadar diri kalau level hidup mereka berbeda. Hari ini semakin jelas perbedaan itu, bagai bumi dan langit. Mada ternyata orang penting di Bimantara Property buktinya pria itu ada di jajaran depan untuk memberikan arahan.
“Nasibmu Rindu,” batin Rindu.
Di tengah ketidakjelasan pikirannya, Rindu bersyukur karena namanya disebut untuk lanjut tahap berikutnya.
“Silahkan yang namanya tidak disebutkan, bisa langsung meninggalkan ruangan melalui pintu di sebelah sana,” seru salah satu petugas yang ada di depan.
Sedangkan Mada menunduk memandang tablet dan pria di sampingnya -- Doni tengah menjelaskan sesuatu. Rindu berpindah duduk pada kursi yang tidak terlalu tepat memandang Mada. Ia memilih duduk di belakang peserta dengan tubuh yang agak tinggi.
Salah Satu petugas di depan membuka kembali acara seleksi. Menjelaskan kalau dua hari ke depan semua peserta seleksi yang terpilih akan melaksanakan pengarahan dan bimbingan sebelah bertugas sebagai SPG di acara.
“Untuk lebih jelasnya, mari kita dengarkan arahan dari manajer pemasaran dan penjualan, Bapak Mada Bimantara. Waktu dan tempat dipersilahkan.”
Mada mengambil mic yang diarahkan untuknya.
“Mada Bimantara, Bimantara Property,” gumam Rindu menduga kalau pria itu bukan pria sembarangan. Nama belakangnya Mada dengan nama perusahaan sangat mirip, mungkin nama keluarga.
Setelah menyapa, Mada menatap semua peserta lalu menjelaskan singkat mengenai pameran property yang akan diikuti oleh Bimantara Property.
“Jadi keberadaan kalian bukan hanya sebagai pajangan untuk menarik pengunjung agar membeli unit yang tersedia. Konsep SPG yang kami terapkan agak berbeda. Kalian harus menguasai semua unit dan produk yang kita miliki. Dua hari ke depan kalian akan dibimbing untuk tahu detail dari semua unit. Bukan hanya good looking yang harus diutamakan, tapi ini juga.” Mada menunjuk pelipisnya bermaksud mengatakan kalau otak dan kecerdasan juga penting.
“Saya banyak menemukan SPG tidak paham dengan produk yang ditawarkan, karena hanya mengandalkan rayuan agar mau membeli dan produk kami itu property bukan rokok atau parfum, yang mana orang bisa membeli meski tidak membutuhkan barang itu. Ini property, mana mungkin orang beli karena dirayu kamu atau senang dengan kamu. Harga satu unit properti paling murah 1,5 M. Apa jadinya kalau kalian tidak bisa menjelaskan detail, meski nanti ada juga sales senior.”
Rindu mendengarkan Mada bicara, terlihat dewasa, cerdas dan serius. Sangat berbeda dengan sosok yang dia temui semalam.
***
“Perempuan tadi, siapa?” tanya Doni saat mereka menunggu lift untuk turun ke lobby.
“Perempuan … ah, Rindu.”
“Ck, aku tanya siapa malah rindu.”
“Namanya Rindu dan aku udah rindu sama Rindu."
Mada terkekeh sendiri sedangkan Doni berdecak sambil mengernyitkan dahi. “Kamu rekomendasikan dia lulus seleksi?”
“Nggaklah. Tahu dia ikut seleksi juga baru tadi, Om. Lagian ini kali kedua ketemu dia.”
Kedua pria itu memasuki lift yang terbuka, ada dua orang lain di dalam lift yang mengangguk pada kedua pria itu.
“Om, sepertinya aku harus balik ke aula.”
“Nggak usah ngaco, Mama kamu sudah menunggu. Lagian si kangen udah pulang,” ejek Doni sudah tahu maksud Mada.
“Rindu bukan kangen. Mana tahu dia masih di atas.”
Mada merasa pertemuan dengan Rindu ada campur tangan takdir. Sudah kali kedua mereka bertemu. Kalau dilihat-lihat Rindu memang cantik, sangat cantik malah meski dengan penampilan sederhana.
“Kita sempat briefing di atas dan peserta seleksi sudah bubar semua. Jangan ngadi-ngadi kamu.”
“Yaelah, kayak nggak pernah muda aja.”
Tidak sampai satu jam, Mada sudah tiba di rumah. Melihat ada mobil asing terparkir selain milik orang tuanya juga mobil antar jemput Gita. Menjelang pernikahan anak pertama Arya, kediaman itu mulai ramai dikunjungi. Kadang kerabat atau dari pihak WO.
Mada mengucap salam saat memasuki ruang tamu. Mencium tangan Sarah juga Arya dan menyapa tamu mereka.
“Ya ampun Mada, kamu sudah dewasa ya.”
Mada hanya tersenyum. “Apa kabar tante Amira,” sapa Mada.
“Baik, sayang. Eh, kamu belum kenal anak tante ya. Kenalkan ini Arba, dia baru pulang dari Aussie.”
Pandangan Mada beralih pada perempuan di samping Amira yang langsung berdiri mengulurkan tangannya. “Hai, aku Arba.”
“Hm. Mada.”
Mada langsung melepas jabat tangan Arba.
“Aku--”
“Duduk!” titah Arya menyela ucapan Mada yang langsung patuh menempati sofa tunggal.
Mada sempat berdehem karena Arba yang kembali duduk di samping ibunya masih menatap ke arahnya.
“Arba akan magang di kantor, kamu dan Doni yang arahkan dia,” titah Arya.
“Tolong ya Mada, Arba sudah ada posisi di perusahaan papinya. Kalau langsung terjun mungkin dia belum siap, makanya tante usul magang dulu.”
“Oke,” jawab Mada pendek sambil mengangguk.
“Jadi, kapan aku mulai magang?”
“Lebih cepat lebih baik,” sahut Amira. Sarah hanya menghela nafas mendengarnya, padahal yang berhak menjawab itu adalah Arya.
“Bisa mulai besok, nanti aku hubungi Doni. Besok temui Doni, asistenku,” seru Arya.
“Baik, Om.”
Amira dan Arba pun pamit. Berlama pun tidak nyaman, karena Sarah masih bersikap dingin. Keduanya sudah berada di mobil dan siap pergi.
“Ingat Arba, manfaatkan waktu yang ada. Hanya Mada harapan kamu,” cetus Amira.
“Iya, Mih, aku tahu.”
Amira menarik dagu Arba agar menatapnya. “Jangan berharap banyak dengan Papi kamu. Keluarganya hanya peduli dengan anak laki-laki sebagai pewaris. Dia tega menduakan aku untuk mendapatkan keturunan laki-laki.”
“Aku tahu dan jangan terus ingatkan masalah itu.” Arba menghempaskan tangan Amira. “Aku akan dapatkan Mada dan menjadi menantu keluarga Bimantara. Lagi pula aku tertarik dengan dia, Mada Bimantara.”
Amira tersenyum sinis. Dendam masa lalu pada Sarah masih mengakar. Felix mendua dan ia menyalahkan Sarah. Membuat putranya bucin pada Arba menjadi balas dendam terbaik.
\=\=\=\=\=\=\=\=
mendingan Rindu la,jaaaauuuh banget kelakuan kamu dan Rindu...
gimana mau jatuh cinta ma kamu
😆😆😆😆
kamu gak masuk dalam hati Mada Arba,lebih baik sadar diri...
jauh jauh gih dari Mada
babat habis sampai ke akarnya...
🤬🤬🤬🤬🤬