Sebuah kisah cinta rumit dan menimbulkan banyak pertanyaan yang dapat menyesakan hari nurani
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ericka Kano, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gamang mengartikan ini semua... (2014)
Tiap hari kami melobi sekolah yang bisa diajak untuk membuka kelas kerjasama. Lelahnya double. Apalagi aku dalam keadaan hamil seperti sekarang ini. Melawan rasa lelah, rasa mual, dan pusing, sangat tidak mudah.
Beberapa kali aku mengeluh sama Steve. Aku ingin berhenti bekerja. Tidak mampu. Namun jawaban Steve sering membuatku kecewa.
"Jangan berhenti sekarang. Rumah masih sementara membangun. Sebentar lagi Vincent masuk sekolah. Kita butuh banyak biaya,"
Renovasi rumah, biaya sekolah anak, kebutuhan hidup, apa itu semua hanya tanggung jawab ku? Apa Steve tidak kasihan melihat keadaan ku. Mengeluh ke orang tua ku juga percuma. Mereka akan menyalahkan pilihan ku.
Check up baru-baru ternyata bayiku cukup besar. Pantas saja perutku membesar lebih dari ukuran normal. Kaki ku mulai bengkak. Dan muncul garis-garis hitam di bagian leher dan ketiak. Benar-benar tidak estetik untuk dilihat.
Dengan langkah tergopoh-gopoh, aku menuju ke ruangan lobi. Aku mendengar riuh rendah suara orang dari arah parkiran.
"Mana Stella, Cha?," tanyaku begitu tiba di lobi
"Stella lagi ada penagihan di tiga sekolah, Bu. Pembayaran mereka mandet. Ini sudah ketiga kalinya Stella ke sana," jawab Icha
"Pergi dengan siapa dia?,"
"Dengan om Ewin, Bu,"
"Itu di luar apa yang rame-rame?," tanyaku sambil melihat ke arah luar.
"Kayaknya ada kegiatan peringatan kemerdekaan dari BUMN, Bu," jawab Icha
Aku penasaran dan memang sengaja mau menghirup udara segar karena sedari tadi terkurung di ruangan ber-AC.
"Kegiatan dalam rangka HUT RI ya Pak?," tanyaku pada satpam yang sedang duduk di mejanya
"Iya, Bu. Perusahaan BUMN. Gak semua. Tadi saya lihat ada dari Pertamina, BRI, PLN, sama Bio Farma kalau tidak salah," jawab Pak Rahmat
PLN? mendengar itu aku agak sedikit trauma. Jangan-jangan ada Anthony. Sekarang kan dia sudah menjadi pejabat bukan lagi karyawan biasa. Iseng-iseng aku menekan nama kontak Anthony di hp ku. Berdering dan menjawab. Gercep seperti biasa.
"Ya halo, Ty," sepertinya dia di tempat yang cukup bising
"Kamu di mana Thon?," tanyaku
"Aku lagi di kotamu. Lagi ada kegiatan jalan sehat untuk HUT RI,"
"Wah berarti kamu akan lewat kantorku, Thon. Panggung finis nya ada di ujung dermaga dekat sini,"
Kantor ku berdiri di tanah dam. Tanah hasil timbunan. Yang artinya di bawah kami adalah air laut. Jadi kami dekat dengan dermaga yang biasa jadi tujuan wisata turis.
"Masa sih Ty? Aku gak merhatiin loh ternyata dekat kantormu.... Oiya Ty, ini udah masuk kawasan bay nya. Aku liat kamu lagi berdiri di dekat satpam, betul kan?," ujar Anthon
"Ihhh kok bisa bertepatan sih, kamu di mana Thon?," aku berusaha melihat sekelilingku yang sudah cukup ramai
"Masuk portal, Ty," seru Anthon
Aku menyipitkan mataku untuk bisa melihat Anthon. Tampak rombongan menggunakan seragam PLN pas masuk portal.
Aku menunggu sampai Anthon lewat di depan kantorku. Aku sekadar menyapa sepupu kesayangan ku itu.
Makin lama makin dekat. Anthon segera berlari mendahului rekan lainnya menuju ke arah ku. Kami sudah jarang bertemu. Mungkin dia kangen.
"Ty," begitu tiba dia langsung memelukku meskipun agak kaku karena terhalang perutku. Aku balas memeluknya.
"Perutku besar, Thon. Bayinya gemuk," ujarku sambil memegang perutku
"Syukurlah, yang penting sehat. Bayinya sehat, kamu juga sehat," Anthon mengusap perutku
"Tapi aku gak cantik lagi, Thon. Lihatlah kakiku bengkak. Leherku menghitam. Benar-benar merusak penampilan," keluhku
"Tetap cantik kok," tunggu.. Itu bukan suara Anthon. Dari arah samping Rai muncul.
Iiihhhh. Dia seperti hantu yang datang tiba-tiba.
"Tetap cantik. Tidak ada yang berubah," ucap nya lagi
Aku hanya meliriknya sebentar. Dan kembali menatap Anthon.
"Selesai acara singgah di kantor ku ya, jangan langsung pulang. Aku pesan nasi Padang kita makan siang bersama," ajak ku hanya untuk Anthon.
"Pastilah. Aku sudah nyampe di sini gak mungkin gak mampir," jawab Anthon
"Aku bisa mampir, Ty?," Rai bertanya
"Aku masuk dulu Thon, capek berdiri lama," aku tak menanggapi pertanyaan Rai.
Apalagi yang diharapkan Rai dari padaku. Wujud ku saja sudah jelek begini. Mungkin tadi dia hanya basa-basi.
Aku langsung masuk tanpa menghiraukan kehadirannya sama sekali. Tanpa dia tahu, bunga yang dia pesan secara online saat aku di Bandung, sudah ku taruh di ruanganku. Tentunya tidak dengan kertas ucapannya. Itu sudah ku buang. Bunganya sengaja aku keringkan dan aku taruh di bingkai. Secinta itu aku terhadap bunga mawar.
Entahlah, bunganya atau yang memberikan. Aku juga gamang mengartikan ini semua.