Akibat kesuciannya telah diberikan pada mantan kekasihnya, pernikahan Luciana bersama Billy harus kandas karena Billy tidak bisa terima kalau istrinya sudah tidak perawan.
Apakah Luciana bisa melewati permasalahan demi permasalahan yang menghadangnya dikarenakan masa lalunya yang kelam....?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Almira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Lulus Ujian
Ujian kelulusan telah usai, kini tibalah saatnya untuk melihat hasil ujian. Hari ini adalah hari pengumuman untuk menentukan siapa yang lulus dan tidak lulus. Tentu saja hati Luciana berdebar- debar menantikan pengumunan tersebut. Walaupun saat mengerjakan soal ujian dua minggu lalu dia tidak mendapatkan kesulitan yang berarti.
Iya, karena Luciana anak yang pintar dan juga cerdas, semua pelajaran yang dia terima langsung terekam dalam otaknya. Jadi tidak heran jika dia bisa mengerjakan soal- soal ujian dengan mudah. Tapi tetap saja rasa khawatir itu ada.
"Luci..." sahabat Luciana yaitu Vina, memanggilnya dari halaman sekolah.
Luciana yang sedang duduk di kursi panjang di taman sekolah pun menghampiri Vina.
"Kenapa Vin, apa pengumuman hasil ujiannya akan segera di mulai...?'' tanya Luciana.
"Iya... Ayo kita ke depan..." jawab Vina.
Luciana dan Vina bergegas pergi ke depan kantor kepala sekolah di mana di sana sudah dipajang papan untuk menempelkan catatan hasil kelulusan para siswa dan siswi. Para siswa dan siswi pun berdesakan untuk mencari nama mereka. Luciana dan Vina langsung menerobos kumpulan teman- temannya untuk melihat apakah mereka berdua lulus atau tidak.
Setelah mencari beberapa saat ternyata Luciana dan Vina lulus. Dan yang tidak pernah Luciana duga sama sekali adalah Luciana menjadi siswa lulus terbaik karena nilainya paling tinggi di antara teman yang lain.
Dan kebahagiaan Luciana pun bertambah ketika dia diberi tahu oleh wali kelasnya jika dia mendapatkan beasiswa untuk masuk ke perguruan tinggi negri di kotanya.
"Luci... Kamu jadi siswa lulus terbaik, selamat juga atas beasiswa yang kamu dapatkan..." ucap Vina begitu selesai acara kelulusan.
"Makasih ya Vin, selamat juga buat kamu ya..." sahut Lucina.
"Tapi nilaiku rendah, padahal aku ingin kuliah di kampus favorit. Kira- kira bisa nggak ya...?'' tanya Vina terlihat sedih.
"Kamu pasti bisa, kan kamu bisa masuk lewat jalur tes..." sahut Luciana sambil mengusap lengan sang sahabat untuk menyemangatinya.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Setelah dari sekolah Luciana langsung pergi ke rumah sang mama untuk memberitahu kalau dia lulus dengan nilai terbaik dan mendapatkan beasiswa. Dia juga meminta pada sang ibu untuk hadir di acara perpisahan yang akan di selenggarakan di sebuah gedung. Iya, pihak sekolah mengundang kedua orang tua siswa untuk hadir menyaksikan acara perpisahan tersebut.
"Selamat ya nak, mama ikut senang. Kamu memang anak yang pintar...'' ucap bu Jeni sambil menangkup kedua pipi sang putri. Iya, hari ini bu Jeni sedang ada di rumah karena dia libur kerja. Bu Jeni merasa tidak enak badan seharian ini.
"Iya mah... Mama sakit ya...? Kok muka mama pucat...?'' tanya Luciana.
"Nggak sayang, mama cuma lagi nggak enak badan saja. Biasa, asam lambung mama lagi naik..." jawab bu Jeni.
Iya, sudah beberapa bulan ini bu Jeni menderita sakit asam lambung yang cukup parah. Dia tidak boleh telat makan ataupun terlalu banyak pikiran karena penyakit asam lambungnya bisa tiba- tiba kumat.
"Makannya dijaga dong mah, jangan sampai telat makan..." ucap Luciana.
"Iya Luci ,makasih..." ucap bu Jeni lagi- lagi menangkup kedua pipi sang putri.
Tiba- tiba mobil berwarna hitam masuk ke halaman rumah bu Jeni dan berhenti di depan garasi. Tak lama keluarlah Hendrik suami bu Jeni. Melihat sang istri sedang bersama anak kandung dari pernikahan pertamanya duduk di teras rumah, Hendrik langsung memasang wajah asam.
"Sayang...kamu sudah pulang...?'' bu Jeni berdiri menyambut kedatangan sang suami.
Namun sang suami cuek dan segera masuk ke dalam rumah tanpa menjawab pertanyaan sang istri.
"Sebentar ya Luci..." bu Jeni segera menyusul sang suami.
"Sayang, mau aku buatkan kopi...?'' tanya Bu Jeni pada suami berondongnya itu.
"Ngapain anak itu datang ke sini...? Pasti mau minta uang kan ...?" tanya Hendrik tanpa menjawab pertanyaan dari Jeni terlebih dulu.
"Ti..tidak...
"Halah sudahlah... Anakmu itu memang merepotkan saja, kerjaannya cuma minta uang terus... Kita saja sedang hidup susah begini...! Kenapa kamu harus menanggung biaya anakmu...! Itu seharusnya menjadi tanggung jawab mantan suamimu...!" seru Hendrik hingga suaranya terdengar oleh Luciana yang masih duduk di teras rumah.
"Bukan sayang... Luciana tidak meminta uang kok, dia hanya kangen sama saya, makanya dia datang ke sini..." sahut bu Maria mencoba menenangkan suaminya yang sedang marah.
"Terus saja bela anakmu itu...! Saya kan sudah bilang sama kamu sebelum menikahimu... Kalau saya tidak mau menerima anak dari pernikahanmu bersama Johan...!''
"Anak kita itu cuma dua. Kamu harus ingat itu...!" sambung Hendrik sambil melotot.
Iya sejak menjalin hubungan dengan Jeni, Hendrik memang tidak mau menerima kehadiran Luciana sebagai anaknya Jeni. Bahkan sebelum menikah, Hendrik pernah berkata pada Jeni, bahwa dia mau menikahinya asal Jeni meninggalkan Luciana. Karena Hendrik tidak sudi mengasuh anak yang bukan darah dagingnya. Karena menurutnya hanya akan merepotkan saja.
Karena cintanya begitu besar pada Hendrik, Jeni pun mau menuruti apa kata Hendrik, asalkan dia bisa menikah dengannya. Laki- laki tampan yang usianya sepuluh tahun lebih muda darinya yang saat itu berstatus sebagai pengusaha restauran yang cukup sukses.
Namun di tahun pernikahannya yang ke tiga, restauran milik Hendrik mengalami kebangkrutan dan hingga kini Hendrik masih menganggur. Ditambah lagi dia suka berjudi dan banyak hutang.
Kini bu Jeni lah yang menjadi tulang punggung keluarganya sekarang. Dia harus menghidupi suaminya yang pengangguran dan kedua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
"Cepat suruh pergi anakmu itu...! " ucap Hendri.
"I... iya sayang..." jawab Jeni, kemudian kembali menemui Luciana di teras rumahnya.
Luciana yang sejak tadi mendengarkan ayah tirinya mengatakan banyak hal tentangnya pada bu Jeni pun menjadi sedih.
"Luci sayang..." ucap Bu Jeni hingga membuat Luciana yang sedang melamun pun kaget.
"I..iya mah... "
"Kamu pulang saja dulu ya..." ucap bu Jeni.
"Suami mama marah ya sama...?'' tanya Luciana.
"Tidak nak..." jawab bu Jeni.
"Mah...maafin Luci ya, gara- gara Luci datang ke sini, mama jadi kena marah..." ucap Luciana.
"Tidak nak... " bu Jeni mengusap lengan sang putri.
"Mah, kenapa mama harus cerai dari papa kalau pada akhirnya mama harus menikahi laki- laki yang tidak lebih baik dari papa...?'' tanya Luciana.
Iya, tentu saja Luciana tahu jika pernikahan sang mama tidak bahagia. Mamanya yang seharusnya mengurus rumah tangga harus menjadi tulang punggung keluarga. Dia harus kerja keras sedangkan suaminya hanya pengangguran dan tukang judi hingga meninggalkan banyak hutang yang harus bu Jeni tanggung.
"Luci tahu mah ...dulu papa memang suka kasar sama mama, tapi dia memenuhi semua kebutuhan mama, dia tidak pernah berjudi dan berhutang sana sini yang pada akhirnya menjadi beban buat mama karena mama yang harus membayar hutang itu..." ucap Luciana merasa kasihan tapi kesal juga pada sang mama karena terlalu menurut dengan suaminya yang sekarang.
Iya, sebenarnya pak Johan dulu sangat mencintai dan juga perhatian pada Jeni. Dia tidak mau Jeni kerja di kantor dan menginginkan Jeni menjadi ibu rumah tangga biasa yang mengurus anak dan rumah saja. Biarlah untuk urusan mencari nafkah menjadi tanggung jawab Johan. Namun saat itu Jeni keras kepala. Dia tidak betah kalau hanya menjadi ibu tumah tangga yang hanya sibuk dengan masak dan mengurus rumah serta anak.
Dia ingin menikmati dunia luar dengan bekerja dan bertemu dengan teman- temannya. Alhasil dia melupakan tugasnya sebagai istri karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan berkumpul dengan teman- temannya.Setiap hari Luciana dititipkan pada sang nenek. Dan tak jarang ketika sang suami pulang Jeni tidak ada di rumah. Dia masih bersenang- senang dengan teman- temannya sepulang kerja.
Johan pun kesal karena capek kerja tapi di rumah tidak ada yang menyediakan makanan untuknya. Rumah pun berantakan karena tidak ada yang mengurusnya. Dan hal itu pun berlangsung sampai bertahun- tahun hingga merubah sikap Johan yang awalnya lembut menjadi pemarah, karena sang istri keras kepala dan tidak menurut apa katanya.
Pertengkaran demi pertengkaran pun mewarnai rumah tangga mereka dan tak jarang Johan lepas kendali hingga berani menampar bahkan memukul Jeni. Dan pada akhirnya rumah tangga mereka kandas dan memilih untuk mencari pasangan hidup masing- masing. Johan menikahi janda anak satu yaitu Maria, dan Jeni menikahi berondong, yaitu Hendrik. Namun dari perpisahan itu Luciana lah yang menjadi korban. Karena baik dari istri baru Johan maupun suami baru Jeni tidak ada yang mau menerima Luciana.
Iya, mau tidak mau akhirnya Luciana dirawat oleh sang nenek hingga dewasa. Dan dari dia masih kecil hingga dewasa dia tidak mendapatkan kasih sayang yang semestinya dari kedua orang tua karena mereka lebih mengutamakan pasangan baru masing- masing.
"Lihatlah sekarang, mama kurus dan sering sakit, itu semua karena mama tertekan dengan sikap suami mama kan...?'' ucap Luciana.
"Tidak nak itu tidak benar... Papa tirimu baik kok... Tadi dia bersikap seperti itu karena dia sedang banyak pikiran saja..." lagi- lagi bu Jeni membela sang suami.
Iya, Luciana tidak heran, dari dulu sang mama memang selalu membela suami barunya itu walaupun dia tahu seperti apa kelakuan suaminya. Entahlah mungkin karena mamanya terlalu bucin pada suminya itu hingga dia tidak perduli seperti apa perlakuan suaminya padanya.
"Ya udah mah, Luci pulang ya, mama jaga kesehatan... " ucap Luciana.
"Iya nak... Makasih ya sudah berkunjung..." sahut bu Jeni.
"Oya mah, ehm... Mama bisa kan datang di acara kelulusan Luci minggu depan...? Sekolah mengundang semua wali murid untung datang ke acara itu mah..." ucap Luciana.
"Ehm... Maaf ya nak, kayaknya mama nggak bisa deh, kan mama harus kerja, kalau ijin lagi kan nggak enak soalnya hari ini mama udah ijin karena sakit. Ehm.. gini aja, kamu coba ngomong ke papamu, siapa tahu dia bisa datang...." sahut bu Jeni.
"Iya deh mah..."
"Maaf ya sayang..." bu Jeni mengusap pipi Luciana.
"Nggak papa mah..." jawab Luciana.
Iya, Luciana sudah terbiasa mendapat penolakan dari mama dan papa nya. Setiap pengambilan rapot tiba, Luciana selalu datang ke mama dan papa nya untuk meminta mereka mengambilkan rapotnya , karena pihak sekolah mewajibkan orang tuanya yang mengambil rapot dikarenakan wali kelas ingin menyampaikan perkembangan anaknya pada orang tua masing- masing. Namun mereka selalu saja ada alasan yang membuat mereka tidak bisa mengambilkan rapot.
Luciana pun akhirnya meminta tolong pada papa atau mama Vina untuk mengambilkan rapotnya setiap kali pengambilan rapot tiba. Karena orang tua Vina selalu menyempatkan diri untuk selalu datang ke sekolah jika diperlukan. Orang tua Vina pun mau mengambilkan rapot untuk Luciana karena mereka kasihan pada Luciana.
"Luciana pulang ya mah..." ucap Luciana dengan hati kecewa.
"Iya nak... Hati- hati di jalan ya..." sahut bu Jeni.
Luciana mengangguk lalu pergi dari rumah sang mama. Dari rumah sang mama, Luciana langsung menuju ke rumah sang papa dengan menggunakan angkutan umum. Iya, walaupun kurang yakin kalau papanya mau datang ke acara perpisahan, namun tidak ada salahnya Luciana mencoba.
Sampai di luar pagar rumah sang papa, Luciana melihat papanya sedang duduk santai di teras rumah bersama dengan istri barunya dan juga anak dari pernikahan mereka yang kini berumur tujuh tahun. Melihat pemandangan keharmonisan sebuah keluarga di depan matanya, tentu saja Luciana merasa iri. Di mana dia melihat sang papa dan istri barunya sedang berbincang sambil memangku anak gadisnya. Mereka bertiga sesekali tertawa.
Tak lama kemudian anak tiri Johan yang bernama Nando keluar dari dalam rumah menghampiri papa tirinya. Luciana bisa mendengar dari percakapan antara Nando dan papanya kalau Nando minta dibelikan laptop baru karena dia mau kuliah. Dan sang papa pun berjanji akan membelikan laptop untuk anak tirinya itu setelah gajian.
Tentu saja mendengar hal itu hati Luciana bertambah sakit. Sekarang sang papa sudah tidak menafkahinya dengan alasan Luciana sudah bisa cari uang sendiri dengan kerja paruh waktu. Bahkan sebelum kerja pun sang papanya jarang mengirimi uang dengan berbagai alasan. Tapi lihat lah sekarang anak tirinya minta dibelikan laptop , dan dia langsung menyanggupinya.
Luciana menghapus air matanya yang tiba- tiba turun . Dengan menguatkan langkah, dia berjalan menuju halaman rumah sang papa menghampiri keluarga yang terlihat bahagia tersebut.
Melihat kedatangan Luciana yang tidak diundang, bu Maria langsung memasang wajah masam. Sedangkan sang papa tersenyum karena biar bagaimana pun dia kangen dengan putrinya itu yang sudah berbulan- bulan tidak bertemu dengannya.
"Luci..." ucap pak Johan.
"Apa kabar kamu nak...?'' tanya pak Johan lalu berdiri menyambut sang putri sulung.
"Baik pah... " Luciana mencium punggung tangan papa dan ibu tirinya.
Sang adik tiri pun menyalami Luciana sedangkan Nando langsung masuk ke dalam rumah.
Setelah berbasa - basi pak Johan pun mempersilahkan Luciana duduk.
"Oh, jadi kamu kamu sudah lulus nak... Selamat ya papa bangga sama kamu..." ucap pak Johan begitu mendengar Luciana lulus dengan nilai terbaik dan mendapatkan beasiswa untuk kuliah.
Sedangkan bu Maria hanya tersenyum sinis mendengarnya. Menurutnya Luciana hanya mau pamer saja, merasa dia lebih pintar dari Nando. Iya, tahun ini Nando juga lulus SMA sama seperti Luciana. Tapi nilainya pas- pasan dan tidak mendapat beasiswa.
"Jadi kamu mau ambil beasiswa itu...?'' tanya Pak Johan.
"Rencananya sih begitu pah..."
"Baguslah nak , Nando juga akan kuliah..." sahut pak Johan.
"Ngapain sih kamu Kuliah... Mending kamu fokus kerja aja Luci..." sahut bu Maria.
"Mah... Kok kamu ngomong gitu sih, kamu harusnya dukung Luci dong...'' ucap pak Johan.
"Ngapain anak perempuan kuliah, nanti juga akhirnya jadi ibu rumah tangga..." sahut bu Maria.
"Lagian nih pah, mama nggak mau ya nanti Luci merepotkan kamu soal urusan biaya kuliah. Ya emang dia mendapatkan beasiswa. Tapi kan nggak semua- muanya gratis, pasti ada saja yang harus dibayar..." sambung bu Maria.
"Tapi kan Luci kuliah sambil kerja mah, buktinya dia bisa bayar sekolah akhir- akhir ini..." ucap pak Johan.
Pak Johan tidah menyadari jika ucapannya membuat hati Luciana sedih. Pak Johan seperti tidak merasakan kesedihan Luciana yang harus kerja paruh waktu hingga pulang larut malam setiap hari demi bisa membayar tunggakan spp dan biaya kelulusan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya.
Dan pak Johan malah lebih perhatian pada anak tirinya yaitu Nando. Dia memenuhi kebutuhan anak tirinya yang akan mendaftar kuliah di universitas ternama di kota ini. Sedangkan anak kandungnya dibiarkan berjuang sendiri untuk meneruskan pendidikannya.
Iya, pak Johan memang sayang sekali pada Nando anak sambungnya. Maklumlah selama ini pak Johan memang menginginkan anak laki- laki, tapi dari kedua pernikahannya dia selalu dikaruniai anak perempuan.
Bersambung....
dan buat bily menyesal..
.dn luciana tinggalkn bily.
kmbli kpda noah..
atau cari kbhgian sendri
smngt oithor upnya
lbih menyakitkan kelakuan bily..
udah cerai sajaaa...
balikan sama noah sn hidup bahagiaaa
tpi aku berharap balikan dn menikah.hidup bhgoa dg noah