NovelToon NovelToon
Istri Kedua Suamiku

Istri Kedua Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Kehidupan di Kantor / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Suami ideal
Popularitas:32k
Nilai: 5
Nama Author: ARSLAMET

Sebuah keluarga yang harmonis dan hangat,
tercipta saat dua jiwa saling mencinta dan terbuka tanpa rahasia.
Itulah kisah Alisya dan Rendi—
rumah mereka bagaikan pelukan yang menenangkan,
tempat hati bersandar tanpa curiga.

Namun, kehangatan itu mendadak berubah…
Seperti api yang mengelilingi sunyi,
datanglah seorang perempuan, menembus batas kenyataan.

“Mas, aku datang...
Maaf jika ini bukan waktu yang tepat...
Tapi aku juga istrimu.”

Jleebb...
Seketika dunia Alisya runtuh dalam senyap.
Langit yang dulu biru berubah kelabu.
Cinta yang ia jaga, ternyata tak hanya miliknya.

Kapan kisah baru itu dimulai?
Sejak kapan rumah ini menyimpan dua nama untuk satu panggilan?

Dibalut cinta, dibungkus rahasia—
inilah cerita tentang kesetiaan yang diuji,
tentang hati yang terluka,
dan tentang pilihan yang tak selalu mudah.

Saksikan kisah Alisya, Rendi, dan Bunga...
Sebuah drama hati yang tak terucap,
Namun terasa sampai

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ARSLAMET, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Melewati jalan pulang

Siang itu, matahari Jakarta menyinari jalanan dengan lembut. Alisya menghentikan mobilnya perlahan di depan rumah sederhana dua lantai yang sudah akrab di hati—rumah masa kecilnya yang kini menjadi pusat pengelolaan Butik Serba Murah. Di jok belakang, Rasya tertidur sambil memeluk boneka dinosaurus kesayangannya.

“Bunda , udah sampai?” gumam Rasya pelan saat Alisya membuka pintu mobil.

“Iya, Sayang. Yuk, bangun... Mau ketemu Nenek, kan?” jawab Alisya sambil tersenyum dan membantunya turun.

Saat melewati pagar kayu yang tidak terkunci, aroma masakan rumahan langsung menyambut. Di teras, Bu Ratna duduk santai mengenakan daster batik pastel. Di sampingnya, Tante Nila—adik dari ibu Alisya—sedang bercanda dengan cucunya, seorang bocah kecil seumuran Rasya yang tengah asyik bermain mobil-mobilan.

“Nenekkkk!” seru Rasya riang, langsung berlari ke arah Bu Ratna.

“Eh, Rasya datang!” Bu Ratna tersenyum lebar, memeluk cucunya dengan penuh cinta. “Duh, makin ganteng aja kamu. Udah kayak Rendi.”

“Assalamualaikum, Bu,” ucap Alisya menyusul dari belakang.

“Waalaikumsalam, anak Ibu. Kaget Ibu, tumben banget main ke sini,” sambut Bu Ratna hangat, memeluk anak semata wayangnya.

“Rasya kangen nenek katanya,” sahut Alisya sambil mengusap kepala putranya.

“Dan aku kangen sama cucuku yang bawel ini,” timpal Tante Nila sambil tertawa, lalu menoleh pada Alisya. “Lis, kamu makin cantik aja deh, Rendi paling bisa buat bahagia kamu , mana Rendi Ga ikut ?"

Alisya tertawa kecil. “ Iya Ayah nya Rasya gak ikut Tan, tapi kerjaannya lagi padat banget. Lagi ada proyek restoran baru di Bandung.”

“Oh iya, denger-denger proyek keluarga ya? Hebat juga tuh Rendi. Tapi kamu jangan terlalu capek , ya. Ibu rumah tangga itu juga kerja berat, loh,” ujar Tante Nila sambil mengelus rambut cucunya yang sedang bermain bersama Rasya.

Mereka masuk ke ruang tamu yang sekaligus ruang kerja butik. Di meja panjang, tumpukan katalog kain, buku stok, dan laptop terbuka—menunjukkan bahwa Bu Ratna tetap aktif, meski kini bisnisnya sudah memiliki banyak cabang.

“Gimana butik, Bu?” tanya Alisya sambil duduk.

“Lancar, alhamdulillah. Tapi Ibu paling betah kerja di rumah ini. Mau sehebat apapun cabangnya, hati Ibu tetap di sini.”

Di sudut ruangan, Rasya dan cucu Tante Nila sedang bermain tawa-tawa kecil. Mereka terlihat cepat akrab, tertawa saat salah satu mobil mainan terjatuh.

“Kok lucu banget sih mereka, padahal baru ketemu,” gumam Alisya sambil tersenyum.

“Nah, itu namanya darah keluarga,” celetuk Tante Nila. “Si Nara itu anaknya Intan, kamu inget kan? Dulu yang suka main sama kamu terus "

“Oh iya! Ya ampun, Intan ternyata punya anak segede ini , seumuran lagi"

“Waktu lari cepat, Lis. Tau-tau kita udah panggilan ‘Nenek’ sekarang,” jawab Tante Nila sambil tertawa pelan.

Alisya terdiam sejenak, lalu menatap ibunya yang tengah mengamati dua bocah bermain. Ada damai yang meresap dalam keheningan singkat itu. Rumah itu, dan semua perempuan yang tinggal dan tumbuh di dalamnya, adalah akar kekuatan hidupnya.

......................

Tak lama kemudian, ponsel Alisya berdering—sebuah panggilan video dari Rendi. Ia segera mengangkatnya. Wajah suaminya muncul di layar, dikelilingi hamparan hijau lapangan golf yang teduh.

"Assalamu’alaikum," sapa Rendi dengan senyum yang menenangkan.

"Wa’alaikumsalam, Sayang... Kamu di mana itu?" tanya Alisya, sedikit heran melihat latar belakang yang asing.

Rendi mengarahkan kameranya ke sekeliling. Angin berembus pelan, menambah damai suasana di balik layar.

"Lagi di lapangan golf, Sayang. Alhamdulillah, pekerjaan udah beres. pekerjaan sama Bunga juga udah diberesin semua," jelasnya tenang. "Tadinya mau langsung pulang, tapi Ayah ngajak ketemuan dulu sama temannya. Kebetulan Teman nya ayahnya Bunga juga ."

Kamera Rendi bergerak pelan, memperlihatkan Pak Wiratma dan Pak Hendra yang tengah duduk berbincang serius di pinggir lapangan. Di sebelah mereka, Bunga tampak duduk diam di dekat ayahnya, sesekali menatap layar ponsel Rendi dengan sekilas pandang.

"Aku senang bisa pulang lebih awal. Rasanya udah kangen banget sama kamu dan Rasya," lanjut Rendi, kali ini suaranya lebih lembut.

Alisya pun memperlihatkan layar video call yang menampilkan wajah ibunya. Ia mengarahkan kamera ke arah Rendi.

“Ibu, ini Rendi,” ucap Alisya pelan.

Mata sang ibu langsung tertuju ke layar. “Rendi sehat ya?” sapanya hangat.

Rendi tersenyum, menundukkan kepala sedikit sebagai bentuk hormat. “Ibu sehat? Maaf, Rendi belum sempat ke rumah lagi…”

“Gapapa, Ren,” jawab sang ibu singkat, lalu melambaikan tangan ke layar.

Tak lama kemudian, Rendi berpamitan dan menutup panggilan video itu, kembali bergabung dengan obrolan di meja. Alisya menyimpan ponselnya kembali ke dalam tas dengan senyum lembut di wajahnya.

......................

Pak Hendra sempat memperhatikan Rendi saat ia menelepon. Ada rasa kagum dalam hatinya—sederhana, tapi tulus. Ia terkesan melihat Rendi yang menyempatkan diri memberi kabar kepada istrinya.

Ketika Rendi duduk kembali, Pak Hendra pun membuka percakapan.

“Istrimu kerja, Ren?” tanyanya dengan nada santai.

“Istri saya di rumah, Pak. Mengurus saya dan Rasya,” jawab Rendi sambil terkekeh ringan.

Pak Wiratma yang duduk di seberangnya menurunkan kakinya dari sandaran, mengambil gelas es teh di meja, dan meminumnya sambil menyeringai kecil.

“Padahal, dulu sebelum nikah, istri saya punya pekerjaan. Tapi sejak Rasya di kandungan, saya minta dia berhenti. Biar fokus di rumah,” tambah Rendi, sesekali melirik ke arah ayahnya.

Pak Hendra tersenyum kecil. “Oh, saya kira masih kerja. Nanti kalau Bunga ke Jakarta, nitip ya… sama istrimu!” godanya sambil tertawa ringan.

“Ayah, ih…” Bunga menunduk, pipinya memerah. Ia tersipu malu, disambut tawa ringan dari Pak Wiratma.

Pak Wiratma kemudian menimpali, “Bunga sudah ada tempat tinggal di Jakarta belum? Kalau belum, sementara tinggal di rumah Rendi aja.”

Rendi yang sedang minum tersedak pelan, terkejut. Bagaimanapun, Bunga adalah wanita asing baginya.

Namun sebelum ia menjawab, Bunga langsung merespons dengan manja, “Nggak usah, Pak. Terima kasih. Kan kita punya apartemen di Jakarta. Iya, Yah?”

Pak Hendra mengangguk mantap. Pak Wiratma pun ikut mengangguk, mengerti maksud Bunga .

...****************...

Menjelang sore, Rendi memutuskan untuk berpamitan. Hari itu cukup panjang, dan meskipun suasana di lapangan golf terasa santai, pikirannya mulai kembali tertuju pada tanggung jawab di Jakarta. Ia masih harus meninjau sejumlah laporan dan menyerahkan beberapa berkas penting kepada direktur sementara yang ditunjuk ayahnya. Sebagai Kepala Bagian Konstruksi, ia tak bisa lama-lama meninggalkan kantor.

Saat Rendi menyampaikan maksudnya untuk pamit, Pak Hendra menahan langkahnya sejenak.

“Ren,” ujarnya sambil menoleh ke arah putrinya, “sekalian saja Bunga ikut bersamamu ke Jakarta. Dia harus mulai berbenah di apartemennya. Lebih baik berangkat sekarang supaya bisa persiapan lebih awal.”

Rendi menatap Pak Hendra sejenak, lalu beralih pada Bunga yang tampak sedikit terkejut, namun tidak menolak. Ia mengangguk pelan.

“Baik, Pak. Nggak masalah. Kita berangkat bersama.”

Bunga tersenyum tipis, menerima keputusan itu tanpa banyak kata. Baginya, ini memang saat yang tepat untuk memulai langkah baru.

Mereka lalu berpamitan kepada Pak Wiratma yang sedang duduk santai di sisi lapangan, menikmati teh dingin sambil memandang hijaunya rerumputan.

“Kami pamit dulu, Pak,” ucap Rendi sambil menjabat tangan beliau.

Pak Wiratma mengangguk dan tersenyum. “Hati-hati di jalan, ya. Dan kamu, Bunga, jangan bikin repot Rendi.”

Bunga hanya tertawa kecil, menunduk malu. Rendi sekilas tersenyum, lalu mereka berpindah ke arah Pak Hendra.

“Terima kasih untuk hari ini, Pak,” ujar Rendi dengan sopan.

Pak Hendra menepuk pelan pundak Rendi. “Jaga diri. Dan bantu Bunga beradaptasi. Dia belum tahu kerasnya Jakarta.”

Rendi mengangguk. “Insyaallah, Pak.”

Dengan langkah ringan namun pasti, keduanya berjalan menuju mobil yang terparkir di sisi lapangan. Sinar matahari mulai merendah, mewarnai langit sore dengan semburat jingga yang lembut. Suasana hening sesaat, hanya terdengar desir angin dan bunyi sepatu mereka menyentuh rerumputan.

Mobil pun melaju pelan, meninggalkan lapangan golf dan membawa mereka menuju kota—menuju awal dari cerita baru yang belum mereka tahu ke mana akan bermuara.

1
Lee Mbaa Young
Di pikir dng minta maaf semua akn baik baik saja. tntu tidak. km blm mnderita smp mau mati kok. pling tdk kehilangan anakmu juga rahim mu. hingga gk punya harga diri br impas hukuman buat pelakor. biar gk ngangkang pd laki orang lagi si bunga Bangkai itu.
Lee Mbaa Young
Heh bunga Bangkai kl km minta maaf mang semua akn kembali lagi. ingat karma mu masih berjalan walau alisha maafin km.
pokok nya bunga Bangkai harus hancur sehancur hancurnya. dasar wanita pendidikan tp gk punya moral.
semoga anaknya gugur biar rasha gk punya saudara Dr ibu pelakor mcam km.
j4v4n3s w0m3n
aduh maaf ya bunga denger.ceritamu maaf sekali aku tetap gak.respek sama.kamu.heheheh maaf ya mungkin.krn.sakit.hati alisya itu.jadi aki.gak.bisa dukunh kamu apapun.keadaanmu dan.silsailah.kamu ..jalananin.aja.dech kesusahanmu.itu
Lee Mbaa Young: sama aku juga gk respek ma bunga tu. manipulatif. di pikir setelah minta maaf ma alisha bisa bhgia paling. o tentu tidak. dia hrs hncur lebur hingga kehilangan anak dan rahim nya br impas. biar gk bisa nglahirin anak anak pelakor.
total 1 replies
Maizaton Othman
tetap sabar untuk bab seterusnya,bintang 5 utk setakat ini,harap selanjutnya ia tetap menjadi karya yg bagus sampai ending
Retno Harningsih
up
Lulu-ai
emng gg tau dendam tp situ tau rendi dah punya istri tetep nikah tuh
Iis Dawina
biarkan bunga stres trs keguguran deh
Mundri Astuti
dah tau ibunya begitu, dah ngerasain dampaknya, lah malah ngikutin, definisi bodoh si ini
Lee Mbaa Young
lah ibu sendiri seorang pelakor kok. Ya sm saja lah dng anakmu. pelakor juga.

semoga hbis ini bunga bnyak pikiran kecelakaan trus keguguran. wes ngunu ae. biar kapok para tua bangka bpk rendi dan bpk bunga.
ARSLAMET: kesel kan yaa , next bab di tunggu ya
total 1 replies
sutiasih kasih
ini gmn sih... bukankah anda jga merebut suami org bu tati.... ayah lisya yg lbh memilih minggat dgnmu... dan mnikahimu... dan rela menelantarkn lisya dan ibunya...
bukankah kalian sama" pelakorrrr...
ARSLAMET: kesel kan ya , next bab nya di tunggu ya
total 1 replies
Machmudah
karma otw ya thor
ARSLAMET: iya nih huhu
total 1 replies
Lee Mbaa Young
Alkhamdulillah semoga proyek gk lancar.. Aamin.
beda istri beda rejeki.
akhirnya viral semoga makin viral biar tmbh malu tu bunga Bangkai.
Retno Harningsih
lanjut
ARSLAMET: siap di tunggu ya next bab nya
total 1 replies
sutiasih kasih
beda istri beda rizkinya.... kelak knyataan akn mnamparmu pak wiratma.... krna sdh mnjadi mertua yg zdolim trhdp alisya....
wloupun kau brmantukan bunga.... blm tentu kerajaan bisnismu semakin maju...
Ifah Al Azzam Jr.
buat Rendi menyesal termasuk bunga dan kedua org tua mereka,,,
dtunggu thor jgn lama2
Retno Harningsih
lanjut
Rubyna
heh Rendi. kenapa jadi pria tolol gak tegas. cuekin saja bunga biar dia merasa memiliki raga mu tapi tidak dengan hati mu .
Anty Niez
ayo buktikan alisya kamu bisa berdiri di kaki sendiri dan bangun perusahaan mu sendiri tanpa ada yg namanya pewaris,kamu perintis bukan pewaris...jadi tinggikan wajahmu,biar muka angkuh Wira dan Hendra bisa kamu kalahkan, dan untuk bunga akan tau posisi mana yg lebih kuat...
sutiasih kasih
piciknya wirarma dan hendra.... mengangp alisya tak ada apa"nya di banding bunga....
mndepak alisya dgn sengaja sangat mmbahagiakan ya untuk kalian....
smoga karma berpuluh kali lipat mnyiksa kalian melebihi trlukanya yg alisya rsakan....
dan untuk rendi.... yakin km tahan tak myntuh bunga lgi...
laki" g setia macam km... emang sepatutnya di lepas....
Lee Mbaa Young
Masih nungguin Karma bunga Bangkai, rendi dan kluarga nya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!