Sebuah novel tentang kebucinan suami bernama Ren pada istrinya Ayana, Ini kisah tentang cinta suami berbeda usia. Ini tentang suami yang jauh lebih muda.
Ayana : Tokoh aku, istri yang bekerja sebagai guru SMU. Dia dipanggil kakak oleh suaminya karena perbedaan usia mereka.
Yang gak suka dan ngerasa aneh dengan panggilan Ren pada istrinya, sepertinya ini novel bukan selera kamu kayaknya ya. Karena keuwunan, keimutan dan kegemasan Ren saat memanggil istrinya kakak menjadi titik poinku dalam menceritakan kebucinan Ren. Kalau kalian gak ngerasa fell imut dan mengemaskannya maka fix kita tidak satu aliran. Aku suka cerita ala noona korea soalnya. Hehe.
Renan : Dia biasa di panggil Ren( cuma aya yang panggil begitu) kenapa? suka-suka kak Aya ya. Biar lebih keliatan imutnya. hehe.
Hanya cerita kebucinan suami dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada konflik menegangkan atau apalah. Apalagi pelakor agresif, jauh-jauh dari mereka. Silahkan di baca dan nikmati alurnya ya ^_^
Terimakasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memulai Pagi
Pagi hari setelah perayaan ulang tahun pernikahan kami yang berharga.
Tanggal yang akan selalu menjadi memori indah. Setiap tahun kami berharap bisa merayakannya,
dengan diselimuti cinta yang semakin bertambah setiap tahunnya. Sebanyak tahun
yang ada,sebanyak itu pula kami ingin kembali jatuh cinta.
Jangan melupakan tanggal penting antara kamu dan pasanganmu ya, walaupun
itu tanpa kue atau perayaan besar. Karena mengingat tanggal istimewa bersamanya
itulah poin utamanya. Selamat jatuh cinta untuk kesekian kalinya pada pasangan
halal kalian masing-masing ya.
Yang jomblo, silahkan mulai berdoa sungguh-sungguh ya, pesan sederhana
dari Kak Aya yang jatuh cinta untuk kesekian kali pada suaminya. Setelah aku menikah secara halal dengannya. ^_^
***
Embun pagi belum menguap di luar sana. Setelah sholat subuh berjamaah, lagi-lagi Ren menariku ke tempat tidur. Dia tidak mau melepaskanku sama sekali.
“ Bau ulang tahun pernikahan kita kan belum habis, biar aku memeluk Kakak
sampai puas.” Sudah memasang wajah yang tidak bisa kulawan lagi. Ini anak ya,
kalau sudah dituruti selalu saja maunya melebihi dosis. Aku mendorongnya pelan, hanya pelan. Haha, naluriku terpancing untuk ikut rebahan lagi. Dasar kaum rebahan kalau di akhir pekan. Tempat tidur kenapa jauh lebih indah dilihat di akhir pekan ya.
Tapi aku segera sadar, kalau perutku lapar. Aku mau makan!
“ Minggir, aku mau buat sarapan!” Serius kudorong tubuh Ren sekarang, dia tidak bergeming. Idih, dia memang setegar baja kalau sudah memelukku.
“ Gak mau, nanti kita beli sarapan aja.” Jawabnya seenaknya.
Dan kenapa aku jadi pasrah begini mendengar bisikannya. Sungguh tidak tahu malu.
Ren menarik selimut, menutupi tubuh kami. Dan akhirnya, ketika embun menguap terkena terpaan sinar matahari, atau ketika kilauan keemasan menerobos jendela, tidak ada satu pun yang aku lihat pagi ini. Hanya wajah suamiku yang kulihat, mengalahkan cerahnya matahari pagi.
Ciuman sekali, ciuman dua kali. Dia meneruskan apa yang sudah dia mulai pada akhirnya. Ren menempelkan bibirnya di bahuku setelah selesai dengan urusannya. Memainkan bibirnya di ujung bahuku.
Kenapa si, aku tidak pernah bisa menolak tingkahnya yang mengemaskan ini.
“ Sayang.” Ujarku pelan.
“ Hemm.” Tangannya masih menempel erat, tidak mau melepaskan. Aku membiarkan pagi hangat ini berada di pelukannya sekali lagi. Sambil dia
bercerita tentang hadiah ulang tahunku yang memalukan semalam. Aku tertawa menutupi urat maluku.
Kemudian Ren mulai membuat daftar
hadiah yang ia inginkan untuk ulang tahun pernikahan kami berikutnya dan
berikutnya. Diapun membuat daftar hadiah
yang ia mau untuk ulang tahunnya sendiri. Tidak tahu kapan dia memikirkan semua
itu.Tapi dia membuatnya detail dan terperinci.
"Bagaimana kalau Kakak memakai baju kelinci lucu, aku melihatnya waktu membeli baju tidur kemarin. Haha." Mulai deh kelakuannya yang tidak ada habisnya. Aku bahkan tidak sanggup sekedar membayangkan, baju berbentuk kelinci itu seperti apa.
" Kakak pasti mengemaskan kalau pakai telinganya yang goyang-goyang." Idih, apalagi itu. Telinga kelinci dan bergoyang-goyang segala. Aku menolak keras. Dia tidak menyerah, beberapa daftar dalam pikirannya kembali dia keluarkan.
“ Hei yang benar saja.” Aku mulai protes saat daftar hadiah ulang
tahunnya mulai masuk kategori tidak masuk akal. Bagaimana kau bisa memikirkan
sampai sejauh itu si.
“ Kenapa? Itu belum selesai,” ucapnya menyeringai.
Dasar Ren, baiklah, baiklah, memang hanya kamu yang bisa melakukan hal
gila begitu. Aku juga akan membuat
daftar hadiah tidak masuk akal yang aku iginkan. Sambil masih berada di pelukannya,
aku berfikir keras. Tapi ntah kenapa isi
kepalaku hanya menguap. Aku tidak kepikiran apa pun yang bisa ku pakai untuk
menyusahkannya.
Aku menyerah.
“ Haha, Kakak tahu, kepala Kakak berasap karena dipakai berfikir keras.”
Ucapnya dengan tawa penuh kemenangan, karena aku tidak berhasil membuat daftar
hadiah yang bisa menyusahkannya. Sementara dia mulai berceloteh tentang hadiah
ulang tahun yang ia inginkan di ulang tahunnya mendatang.
***
Selesai sarapan Ren yang membereskan semua sisa sarapan kami. Aku sedang
memilah benda-benda di depanku. Memasukan ke dalam tas kertas yang sudah kuberi
nama satu persatu. Sambil mengecek ulang
daftar nama yang sudah kutulis di buku memo. Tidak mau terlewatkan atau
terselip. Kuhitung dengan teliti untuk kedua kalinya.
Sepertinya sudah semua, kuperiksa ulang setiap
isinya. Semuanya sudah pas. Mulai memasukan ke dalam boks besar saat Ren mendekat.
Dia duduk di belakangku, memeluku dari belakang dan menyandarkan kepala di bahu.
“ Sudah selesai? kenapa diperiksa berulang-ulang.” Dia tahu kebiasaanku yang
satu ini.
“ Takut terselip sayang, nanti kalo ada yang nggak dapet dia akan jadi orang paling sedih di antara anak-anak
yang bahagia kan,” ujarku memberi penjelasan. “ Bantu aku memasukan semua
makanan kecil itu ke dalam boks.”
“ Baiklah.” Dia melepaskanku, sebelumnya masih sempat mencium pipiku
dulu. Melakukan apa yang aku suruh. Dengan rapi, semua makanan kecil dalam kantong plastik sudah rapi tersusun dalam boks besar. Dia mulai memindahkan keluar, memasukan ke dalam mobil tanpa kuminta.
Hari ini, seperti kebiasaan kami. Setiap moment bahagia harus ditandai dengan kegiatan bermanfaat untuk orang lain juga. Menularkan kebahagiaan untuk orang lain, begitu slogan yang kami buat. Aku dan Ren akan mengunjungi anak asuh kami di sebuah yayasan. Tempat di mana ketulusan tanpa batas bisa kami temukan.
" Sudah siap semua?" aku bertanya saat Ren muncul dari luar.
" Hemm."
" Ayo pergi." Kami berpegangan tangan menuju mobil. Ayo pergi, anak-anak pasti sudah menunggu kita.
Membayangkan saja sudah membuatku senang.
Bersambung
membaggongkan