NovelToon NovelToon
Bukan Lagi Istri CEO

Bukan Lagi Istri CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / Janda / Kehidupan di Kantor / Slice of Life
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Yazh

Cerita yang memberikan inspirasi untuk wanita diluar sana, yang merasa dunia sedang sangat mengecewakannya.
Dia kehilangan support system,nama baik dan harapan.

Beruntungnya gadis bernama Britania Jasmine ini menjadikan kekecewaan terbesar dalam hidupnya sebagai cambukan untuk meng-upgrade dirinya menjadi wanita yang jauh lebih baik.
Meski dalam prosesnya tidak lah mudah, label janda yang melekat dalam dirinya membuatnya kesulitan untuk mendapat tempat dihati masyarakat. Banyak yang memandangnya sebelah mata, padahal prestasi yang ia raih jauh lebih banyak dan bisa di katakan dia sudah bisa menjadi gadis yang sempurna.

Label buruk itu terus saja mengacaukan mental dan hidupnya,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Saling mengagumi

Malam ini, Britania memohon bantuan Chacha, sahabatnya, untuk memilihkan dress yang akan ia pakai besok. Dengan senang hati, Chacha mengacak-acak lemari baju Britania, mengeluarkan beberapa baju yang masuk referensinya. Mulai dari yang formal, casual sampai yang sedikit agak nyentrik.

Bri memang selalu mengusahakan untuk dress well, ia tidak lagi membiarkan tubuhnya terbalut oleh pakaian sembarangan, sekalipun itu sedang berada di rumah. Baginya itu adalah sebuah bentuk menghargai dirinya sendiri, kalau bukan dia, memangnya siapa? Berharap di ratukan oleh pria? Sayangnya yang datang padanya adalah pria dalam wujud raja fir’aun.

Aroma parfum dan pakaian-pakaian yang berpadu di atas kasur, memenuhi kamar Britania.

"Si Nathan suka sama Lo kali, Bri. Masa iya, sekadar dia atasan doang, mau ajak Lo ke acara penting dengan teman-temannya gini. Pasti nanti Lo bakal dikenalin sebagai pasangan di acara pernikahan temannya besok, deh," ujar Chacha, yang sedang membandingkan antara dress ivory atau hitam di tangannya. Matanya menatap ke arah dress dan Brii bergantian, mencoba mix n match.

Kenapa Bri yang begitu fashionable, tiba-tiba harus ribet meminta Chacha segala untuk memilihkan baju hanya sekedar untuk pergi kondangan? Satu-satunya alasan adalah karena Bri tidak punya pengalaman, kondangan saja tidak pernah dia mau melakukannya, apalagi ini kondangan sebagai pasangan seorang CEO, ia takut salah kostum nantinya.

Britania mendengus, menatap Chacha dengan jengkel. Ia sama sekali tidak suka dengan teori itu. "Nggak usah ngelantur, Chaaa... Cuma nemenin dia doang kok. Lagian dia siapa, aku siapa, kan? Ck... Hufh! Agak rese dikit memang itu Bos baru." Britania memalingkan muka, tapi ada sedikit terlintas sebuah pemikiran yang tidak bisa ia sembunyikan juga.

Benarkah Nathan tertarik padanya? Sebuah pikiran yang menggelitik sekaligus menakutkan. Mengingat ia sendiri sudah lupa bagaimana rasanya tertarik pada laki-laki, Britania selalu memagari dirinya dari romansa.

Keesokan harinya, Britania sudah siap dengan penampilan paripurnanya, tepatnya sudah siap hampir sejam yang lalu. Rambutnya sudah ditata rapi, dan makeup tipisnya membingkai wajahnya dengan sempurna. Dari ketentuan jam yang sudah Nathan janjikan semalam, pria itu sudah terlambat hampir setengah jam. Atau, jangan-jangan memang Britania yang terlalu berantusias hari ini?

‘Help me, God! Jangan kayak ABG mau kencan sama crush-nya, Bri!’ Britania menampar pipinya pelan, berusaha mengenyahkan pikiran konyol itu.

Sudah beberapa kali Britania mematut tubuh dan wajahnya di cermin. Dress A-line berwarna ivory, dengan layer elegan menutup bagian dadanya, dilengkapi riasan makeup tipis, menjadi pilihannya setelah mendapat rekomendasi dari Chacha. Dress itu jatuh anggun di tubuhnya, menonjolkan siluetnya tanpa terlalu berlebihan. Ia tampak elegan, profesional, dan sedikit... berbeda.

Suara ketukan di pintu apartemennya membuat jantung Britania berdegup. Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. Begitu pintu terbuka,

Seperti biasa, sosok di depannya selalu mencuri perhatian. Termasuk Brii, yang biasanya selalu abai pada makhluk bernama pria, setampan apapun orangnya.

Namun kali ini, Nathan berhasil membuatnya sedikit goyah.

Setelah jas Armani yang pas di tubuh menjulangnya, membuat aura elegan makin terpancar. Kemeja putih bersih dengan detail kancing peraknya mempertegas kesan classy, sementara dasi perak warna Navy dan jam tangan kulit warna hitam di pergelangan tangannya makin mempertegas kharismanya.

Tak perlu banyak effort, hanya tatapan sejenak dan senyum singkat cukup untuk membuat siapapun saat itu kehilangan kewarasannya.

Dia tampak... sangat tampan, ketampanan yang konsisten bahkan lebih dari yang Britania bayangkan.

"Sori, Bri, lama, ya?" ucap Nathan, matanya menyisir penampilan Britania dari atas ke bawah, tatapan penuh dengan rasa kagum. Tanpa sadar sudah sekian detik Nathan terpaku di tempatnya, ada seulas senyum tipis yang enggan redup dari kedua sudut bibirnya.

Britania membalas dengan senyum sekilas, berusaha terlihat santai. Meski tidak semudah itu, jelas sekali ia gugup ditatap seperti itu oleh Nathan.

"Nggak kok. Mau berangkat sekarang?"

Nathan mengangguk seraya meraih tangan Britania tanpa canggung. Baiklah, mungkin itu biasa ia lakukan, Brii sjaa yang berlebihan merasakannya.

Sentuhan kulitnya dingin, namun segera menghangat. Jari-jemari Nathan melingkari tangan Britania dengan lembut, seolah itu adalah hal yang paling alami untuk dilakukan.

"Ren maksa mau ikut tadi, jadi aku harus membujuk dia dulu biar mau sama opanya," ucapnya lagi, menerangkan alasan ia telat menjemput Brii.

Beberapa detik Brii hanya diam, matanya masih menatap ke arah tangan mereka yang bertautan. Sebuah sensasi aneh menjalar. Rasanya... nyaman, namun juga sedikit mengganggu batas-batas profesionalisme yang selalu ia jaga.

"Nggak apa-apa kali, Pak, kalau mau ikut harusnya, kan bisa main sama aku nanti." Ia mengutarakan ide itu tanpa sadar, membayangkan keceriaan Ren.

Nathan menghentikan langkahnya, menoleh menatap Britania. "Just call me Nathan, oke? Kita nggak lagi di kantor, Bri." Ada penekanan pada namanya, seolah ia ingin Britania mengingatnya.

Britania hanya meringis. Ia merasa lucu juga jika mereka ke acara resepsi bersama tapi ia memanggilnya 'Pak' di sana. Wkwkkwkk.

Begitu juga dengan tangannya. Rasanya sangat asing dan tidak etis kalau saat ini mereka bergandengan. Sebuah alarm kecil berbunyi di kepalanya. Ia menarik tangannya dari genggaman Nathan dengan halus.

"Kenapa?" Nathan terkesiap, matanya menyiratkan kebingungan.

"Mmm... nggak," balas Britania, berusaha mempercepat langkah untuk mengimbangi langkah panjang Nathan yang kini kembali bergerak. Ia tidak ingin membahasnya.

Britania terus fokus menatap jalanan dari balik jendela mobil, membiarkan pikirannya berkeliaran. Namun, ia bisa menangkap dari ekor matanya kalau seseorang di sampingnya sudah berkali-kali menoleh ke arahnya, menyunggingkan senyumnya.

Sialnya jantung Brii mendadak berdebar, merasa diperhatikan.

"Ada apa? Aku salah outfit, ya?" tanya Britania, seraya menunduk menilik kembali pakaiannya, padahal ia hanya mulai merasa sedikit tidak nyaman dengan tatapan Nathan.

Nathan menggeleng, mengulum bibirnya, "Kamu cantik... banget." Gumamnya pelan, namun begitu jelas di telinga Britania.

"Kayak baru ketemu aja bilang gitu," Britania, yang mulai blushing, mencoba cuek , tatapan matanya bergerak liar, menghindar dari Nathan.

"Serius, Bri. Kamu cantik banget hari ini. Aku selalu ngelihat kamu dengan pakaian formal dalam mode serius bekerja, sekarang lihat kamu berdandan seperti ini seperti melihat dua orang yang berbeda. Cantik banget kamu,” Jeda sesaat.

“Jadi nggak pengin ke resepsi. Kita pergi ke tempat lain aja gimana?" Cetus Nathan menatap Britania, matanya berbinar, penuh ekspresi menggoda.

Britania terkikik mendengar ajakannya. Bisa jayus juga Pak Bos.

"Pak... mmm... Nathan maksud aku... Kita sudah pakai outfit kondangan gini, selain ke resepsi memang Kamu mau ajak aku ke mana? Hm, aneh, deh..." Britania pura-pura berpikir, meski dalam hati ia tahu Nathan bisa saja benar-benar mengajak ke tempat lain.

Nathan pun ikut menertawakan dirinya sendiri, suara tawanya rendah dan menyenangkan. Dia sempat melirik kemeja putih polos yang ia singsingkan sampai siku dengan kancing terbuka bagian atasnya dan membandingkan dengan dress medium berwarna ivory yang Britania pakai. "Ada festival musik juga hari ini. Kita ke acara teman aku sebentar aja, ya, habis itu ke acara festival musik, gimana? Outfit-nya masuk kok."

Setelah masuk mobil tadi, tiba-tiba ia kepikiran untuk melepas jas dan dasinya. Katanya biar tidak terkesan sangat tua untuk berdampingan dengan Britania.

Ide itu cukup mengejutkan Britania. Nathan yang workaholic dan terkesan kaku ternyata juga punya sisi spontan seperti ini. Namun, Britania juga dengan mudah menyetujuinya. Ia memang tidak ingin berada di acara resepsi itu lama-lama. Ada luka lama yang selalu terbuka setiap kali ia menghadiri acara pernikahan. Butuh keberanian yang tinggi untuk ia datang ke acara seperti ini, apalagi ini teman dari Nathan.

Acaranya pasti jelas bukan acara kondangan kaleng-kaleng seperti yang biasa teman-temannya hadiri.

Acara ini diselenggarakan di ballroom mewah sebuah hotel bintang lima, dengan nuansa serba silver dan putih yang elegan. Gemerlap lampu kristal menggantung anggun dari langit-langit tinggi ballroom, memantulkan cahaya lembut ke permukaan lantai marmer yang mengilap.

Harum bunga segar seperti lily putih dan mawar pastel menguar dari setiap sudut ruangan, bercampur halus dengan aroma parfum tamu-tamu berkelas yang saling bertegur sapa.

Tamu yang datang hampir semuanya mengenakan gaun mewah, jas rapi dan sepatu mengilap.

Seperti biasa, resepsi pernikahan selalu menjadi panggung untuk keanggunan setiap tamu undangan maupun bintangnya acara.

Britania merasakan kegugupan yang menusuk dadanya. Ini bukan lingkungannya. Lebih baik ia harus presentasi di depan puluhan klien kelas internasional daripada berada dalam acara seperti ini. Ia merasa seperti outsider yang tak seharusnya berada di sini.

"Nath, akuuu... mmm, jangan tinggalin aku sendirian, yaaa?" pintanya, dengan suara sedikit gemetar, tangannya reflek mencengkeram lengan Nathan.

Seolah mengerti kegugupan Britania, Nathan meraih lembut tangannya dan mengusapnya dengan ibu jari. Sentuhan itu menenangkan, mengirimkan gelombang kehangatan ke seluruh tubuhnya.

"It's okay, sugar... I'm beside you," bisiknya, suaranya rendah dan meyakinkan. Matanya menatap Britania dalam, seolah ingin meyakinkan bahwa ia benar-benar akan terus ada di dekatnya.

Tangannya terus menggandeng Britania, membimbingnya melewati keramaian, menuju bintang acara ini, kedua mempelai yang tengah duduk manis di pelaminan. Senyum Nathan begitu ramah saat menyalami kedua mempelai.

"Congrats Bens..." Nathan bersalaman ala teman dekat dengan sang mempelai pria.

"Thanks! Nath, untung lo lagi di Indo jadi bisa dateng.”

“ Siapa? Cantik bener, pantesan nggak pernah diajak nongkrong, takut diembat teman Lo, ya?" cibir salah seorang teman Nathan, menunjuk pada Britania dengan senyum usil. Beberapa teman lainnya ikut tertawa.

Nathan hanya tersenyum, namun tangannya meraih pinggang Britania, menariknya untuk lebih merapat padanya. Britania tersentak, merasakan kehangatan telapak tangan Nathan menembus kain dress-nya.

"She's mine," jawab Nathan singkat, posesif.

Kalimat singkat itu, diucapkan dengan begitu tegas, membuat jantung Britania kembali berdetak kencang luar biasa, sampai debarannya bisa ia rasakan mengguncang dada, memukul-mukul tulang rusuknya.

Ada perasaan membuncah yang sanggup membuat banyak kupu-kupu beterbangan di perutnya. Meskipun ia baru mengenalnya, namun Nathan tidak sungkan mengenalkannya pada semua rekan-rekannya as his own.

'Ya, mungkin karena sebuah formalitas saja. Jangan kepedean Brii... ‘ monolog Brii dalam batinnya

Namun, sampai di sini, Britania boleh bangga, kan?

Sebuah senyum tak sadar terukir di bibirnya. Ia menatap Nathan yang kini sedang terlibat percakapan ringan dengan teman-temannya, tangannya masih melingkar posesif di pinggangnya. Rasanya... asing, namun menyenangkan.

Tiba-tiba, ada seorang wanita yang berseru cukup keras dari arah belakang mereka.

"Nathannn... Heiii!"

1
Roxanne MA
ceritanya bagus
Yazh: Terima kasih kak, nanti aku mampir ceritamu juga/Smile/
total 1 replies
Roxanne MA
semangat ka
Yazh: Iyaa, semangat buat kamu jugaa😊
total 1 replies
Roxanne MA
haii kak aku mampir nih, janluo mampir juga di karya ku yg "THE ROCK GHOST"
Yazh: siap kak, terima kasihh💙
total 1 replies
Eliana_story sad
bagus tapi gue kurang ngerti ingres
Yazh: hehehe,, cuma sedikit kak kasih bahasa inggrisnya buat selingan.
total 1 replies
Eliana_story sad
hay mampir ya
Yazh: hai juga kak,, siap mampir,,
total 1 replies
KnuckleDuster
Menarik dari setiap sudut
Yazh: terimakasih kakk
total 1 replies
Yazh
ok kak,, terima kasih.. gass mampir 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!