💔 Dikhianati & Dibangkitkan: Balas Dendam Sang Ibu
Natalie Ainsworth selalu percaya pada cinta. Keyakinan itu membuatnya buta, sampai suaminya, Aaron Whitmore, menusuknya dari belakang.
Bukan hanya selingkuh. Aaron dan seluruh keluarganya bersekongkol menghancurkannya, merampas rumah, nama baik, dan harga dirinya. Dalam semalam, Natalie kehilangan segalanya.
Dan tak seorang pun tahu... ia sedang mengandung.
Hancur, sendirian, dan nyaris mati — Natalie membawa rahasia terbesar itu pergi. Luka yang mereka torehkan menjadi bara api yang menumbuhkan kekuatan.
Bertahun-tahun kemudian, ia kembali.
Bukan sebagai perempuan lemah yang mereka kenal, melainkan sebagai sosok yang kuat, berani, dan siap menuntut keadilan.
Mampukah ia melindungi buah hatinya dari bayangan masa lalu?
Apakah cinta yang baru bisa menyembuhkan hati yang remuk?
Atau... akankah Natalie memilih untuk menghancurkan mereka, satu per satu, seperti mereka menghancurkannya dulu?
Ini kisah tentang kebangkitan wanit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35: Komitmen Publik dan Kedamaian Baru
Beberapa minggu setelah Aaron ditahan dan setelah "Manifesto Tukang Kayu Jujur" meredam kebisingan media—mengubah narasi Arif dari gold digger menjadi Visioner UMKM—tibalah malam Gala Amal tahunan Whitmore Group. Ini adalah acara sosial terpenting, arena para stakeholder, direksi, dan para elit lama.
Natalie mengenakan gaun malam biru tua yang memancarkan kekuatan, tetapi ada sedikit kegugupan di matanya. Ia tidak takut pada bisnis, melainkan pada penilaian sosial. Di sampingnya, Arif mengenakan tuksedo yang dibelinya—sederhana, disesuaikan dengan baik, tetapi terasa kaku di tubuhnya.
"Aku merasa seperti kayu yang baru diamplas, Nat. Terlalu mulus dan tidak natural," bisik Arif, sedikit cemas, saat mobil mereka berhenti di karpet merah.
Natalie tersenyum, memegang lengan Arif. "Kamu adalah kayu yang paling jujur di ruangan ini, Rif. Biarkan mereka terintimidasi oleh itu. Kamu adalah pria yang membangun warisan murni, sementara mereka hanya mewarisi. Itu kekuatanmu."
Mereka melangkah masuk. Flash kamera menyala, menangkap gambar CEO terkuat dengan pendampingnya yang paling tidak terduga.
Begitu masuk, pandangan Natalie langsung bertemu dengan Jonathan Hart, Ketua Dewan. Hart berdiri bersama beberapa direktur senior lainnya, tatapannya dingin dan penuh penilaian. Ia bergerak mendekati mereka, siap meluncurkan serangan sosialnya.
"Natalie, Anda benar-benar membawanya ke sini?" tanya Hart skeptis, suaranya pelan namun menusuk, penuh rasa tidak setuju yang mewakili seluruh komunitas elit lama. "Saya harap Anda ingat apa yang saya katakan, ini adalah acara serius, bukan pertunjukan amal untuk... hobi pribadi."
"Ya, Tuan Hart. Ini Tuan Arif, pendamping saya malam ini. Dan dia adalah bukti hidup dari integritas yang harus dimiliki oleh perusahaan ini," jawab Natalie, nadanya tenang namun ada baja di dalamnya.
Arif mengulurkan tangan dengan tulus. "Selamat malam, Tuan Hart. Senang bertemu Anda."
Hart menjabatnya dengan ujung jari, menahan rasa tidak sukanya. "Tuan Arif. Saya harap Anda tidak terlalu terkejut dengan lingkungan ini. Ini jauh berbeda dengan bengkel, bukan?"
Arif, yang telah mempersiapkan dirinya bukan dengan retorika korporat tetapi dengan filosofi Tukang Kayu Jujur, menjawab dengan tenang.
"Memang, Tuan Hart. Tapi ada kesamaan. Di bengkel, saya menghabiskan waktu berjam-jam mencoba menyatukan dua jenis kayu yang berbeda yang sulit bersatu. Malam ini, saya melihat Anda semua mencoba menyatukan uang dan citra. Keduanya membutuhkan banyak poles dan kejujuran untuk tidak retak."
Hart terdiam. Kalimat sederhana itu memotong langsung ke inti kemunafikan sosial mereka, meninggalkan Hart tanpa balasan yang sopan.
Saat acara berlangsung, Arif tidak bersembunyi. Ketika Natalie memperkenalkan dia kepada para stakeholder penting, Arif tidak membahas saham atau merger, tetapi integritas dalam rantai pasokan, pentingnya keberlanjutan bisnis, dan potensi pengembangan keterampilan lokal.
Seorang investor veteran, Tuan Wijaya, yang dikenal skeptis terhadap tren sosial, tertarik pada pembicaraan Arif tentang efisiensi yang didasarkan pada kualitas material.
"Menarik sekali, Tuan Arif. Anda berbicara tentang integritas dalam proses pengadaan. Apakah Anda pikir itu bisa diterjemahkan ke dalam profitabilitas di skala besar?" tanya Tuan Wijaya.
"Tentu," jawab Arif. "Investor tidak hanya mencari laba, Bapak, mereka mencari risiko. Ketika perusahaan berinvestasi pada kualitas dari akar rumput—seperti kayu yang jujur—risiko menurun, karena produk tahan lama, dan loyalitas yang abadi. Kejujuran adalah investasi jangka panjang yang paling aman."
Natalie mengamati dari jauh. Arif tidak mencoba menjadi pria elit; ia menjadi Dirinya Sendiri. Dan kejujuran itu, di tengah lautan kepalsuan, membuatnya menjadi magnet yang autentik. Tuan Wijaya memberi selamat kepada Natalie karena memiliki visi yang jauh melampaui angka. Hart, yang melihat interaksi itu, mundur dengan wajah masam.
Natalie akhirnya menyadari: Cinta yang jujur tidak membuatnya lemah, justru memberinya kekuatan—kekuatan untuk memimpin dengan nilai-nilai yang jauh lebih berharga daripada status sosial.
Beberapa minggu setelah Gala, kehidupan Natalie dan Arif telah menemukan ritme yang stabil. Keseimbangan yang selama ini mereka cari perlahan terbentuk. Mereka bukan lagi dua dunia yang berlawanan, tetapi dua fondasi yang saling mendukung.
Natalie mulai menghabiskan hari Jumat sore di bengkel. Ia akan melepaskan setelan couture dan mengenakan jins, membantu Arif mencatat pesanan, menikmati aroma serbuk gergaji dan kopi pahit. Arif, di sisi lain, kini lebih nyaman mendampingi Natalie di beberapa pertemuan bisnis informal, suaranya menjadi penyeimbang bagi retorika korporat.
Suatu sore, Arif mengajarinya cara menggunakan pahat, mengajaknya mencoba mengukir.
"Ini seperti hidup, Nat," kata Arif, mengawasi tangan Natalie yang canggung. "Butuh kesabaran. Jika kamu memotong terlalu keras, kamu akan merusak kayu. Jika terlalu lembut, tidak ada yang terbentuk. Harus pas, perlahan, dan penuh penghormatan pada bahannya."
Pada suatu malam, Natalie menerima berita final dari Tuan Hadiningrat.
"Nyonya, sudah resmi. Aaron Whitmore divonis 15 tahun. Dia telah benar-benar dikeluarkan dari semua catatan perusahaan dan sejarah keluarga. Dia sudah selesai," kata Hadiningrat, nadanya lega.
Malam harinya, di apartemen Arif, mereka duduk bersama. Natalie menceritakan kabar itu tanpa emosi, hanya rasa lega.
"Dia sudah di penjara, Rif," kata Natalie, suaranya pelan.
Arif meraih tangannya. "Kamu sudah bebas, Nat. Kamu sudah memenangkan perang."
Natalie menyandarkan kepalanya di bahu Arif. "Aku pikir aku harus menang melawannya untuk bebas. Tapi aku bebas bukan karena aku mengalahkannya, Rif. Aku bebas karena aku jujur padamu, dan padaku sendiri."
Arif telah menetap di kehidupan Natalie, bukan sebagai pria yang naik kelas, tetapi sebagai fondasi baru. Ia adalah kayu yang kuat di tengah badai kehidupan korporat Natalie.
Natalie tersenyum, memikirkan Kenzo yang kini sering meminta untuk ikut ke bengkel, menemukan figur yang tenang dan stabil.
"Jadi, Tuan Arif," goda Natalie. "Setelah semua ini, apa rencanamu untuk masa depan? Apakah kamu akan tetap menjadi Tukang Kayu Jujur?"
Arif tertawa, merangkulnya erat-erat. "Tentu saja. Tapi mungkin, aku akan membuatkanmu meja dapur baru yang lebih besar di penthouse-mu. Yang sekarang sudah terlalu miring. Dibangun dengan bahan yang buruk."
"Aku tidak sabar menunggu," jawab Natalie, menciumnya.
Kisah cinta mereka kini adalah sebuah manifesto publik: bukti bahwa integritas jauh lebih bernilai daripada status, dan bahwa fondasi yang paling kokoh untuk membangun masa depan adalah Kejujuran.