Cinta sejati seharusnya hanya terjadi sekali dalam hidup. Tapi bagi Alia, cinta itu datang berkali-kali, di dunia yang berbeda, dengan waktu dan takdir yang terus berganti.
Sejak kematian suaminya, Arya, hidup Alia telah kehilangan warna. Hingga suatu malam, alam semesta seolah mendengar jerit hatinya, Alia pun bertransmigrasi ke dunia paralel di mana Arya masih hidup.
Yang ajaib, Alia tidak hanya bertransmigrasi ke satu dunia paralel, melainkan dia terus berpindah-pindah ke berbagai dunia yang berbeda.
Di satu dunia paralel, Alia adalah sekretaris dan Arya adalah seorang CEO. Di dunia lainnya, dia remaja SMA sementara Arya adalah kakak kelas yang populer. Bahkan, ada dunia di mana ia menjadi seorang tante-tante sedangkan Arya masih seorang berondong muda. Dan masih banyak lagi situasi paralel yang lainnya.
Ini adalah perjalanan seorang wanita yang tak pernah bosan membuat pria yang sama jatuh cinta.
Jadi mari kita ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arc Maulana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cuma Seratus Miliar?
Sampai melewati sore dan memasuki malam hari, Alia dan Arya masih terus asik main game sambil diselingi makan-makan.
"Kamu gak keberatan kan kalau malam ini nginep di sini?" tanya Alia saat menyiapkan makan malam.
"G-Gak masalah kok, Tante," jawab Arya yang berdiri di samping Alia untuk membantu masak.
Arya tak heran dirinya menginap di sana. Yang aneh malah Alia yang sampai sekarang beneran sama sekali belum menyentuhnya.
...----------------...
Selesai makan, Alia pergi mandi. Selesai mandi, dia muncul mengenakan pakaian tidur berdesain seksi serta menunjukkan banyak area kulit.
"Kamu mau mandi juga gak? Aku udah siapin piyama buat kamu."
"... O-oh iya, makasih Tante."
Arya harus jaga pandangan. Sebab Alia terlalu menawan bagi mata pria perjaka sepertinya.
...----------------...
Selesai Arya mandi dan berganti pakaian, dia diajak duduk di area balkon oleh Alia. Sambil ditemani teh hangat dan menatap langit yang berbintang, mereka lanjut berbincang.
"... Apa aku boleh tanya sesuatu?" Alia membuka topik.
"Tanya apa Tante?" Bisa terlihat kalau Arya tak setegang seperti ketika pertama kali datang.
"Kenapa kamu memutuskan mau kerja sama Madam Lira?"
"...."
Arya tak bisa langsung jawab.
"Kalau kamu gak mau cerita gak apa-apa kok," tambah Alia saat melihat keraguan di raut muka Arya.
"Saya ...," nada bicara Arya berat, ".. butuh biaya untuk membayar biaya rumah sakit ibu saya."
Alia mengerutkan dahi, "Ibumu sakit apa?"
"Dia mengalami cedera otak. Ada kecelakaan sekitar dua bulan lalu, yang membuat ibu saya sampai sekarang bahkan belum tersadar. Dan biaya perawatan ibu saya ini bisa sampai ratusan hingga miliaran."
Motif Arya bisa dimengerti. Demi keselamatan ibu rela jadi gigolo. Sungguh sebuah takdir yang terdengar seperti cerita di film-film.
"Terus sekarang gimana? Kamu harusnya udah punya uang yang cukup untuk merawat ibumu kan?"
Setahu Alia, sebagian besar uang pelelangan tetap akan masuk ke kantong Arya. Jadi harusnya Arya tak perlu lagi memikirkan biaya perawatan ibunya.
"Benar. Berkat Tante, saya bisa bayar seluruh biaya rumah sakit ibu." Arya sangat berterima kasih pada Alia. Apa pun alasannya, uang Alia lah yang telah 'memperpanjang' nyawa ibunya.
"Apa itu artinya kamu gak perlu lagi kerja jadi seorang gigolo?" ekspresi Alia cerah. Dia senang jika Arya bisa terlepas dari dunia menjijikan tersebut.
Tapi sayang, nyatanya tak semudah itu.
"Tidak. Saya dan Madam Lira terikat kontrak selama satu tahun. Jadi meski saya tak membutuhkan uang lagi, saya tetap berkewajiban untuk terus melakukan pekerjaan ini hingga tahun depan."
"...."
Wajah Alia seketika padam. Semakin lama Arya bekerja seperti ini, maka semakin besar pula kemungkinan dia berakhir di tangan seorang wanita nakal.
"Apa konsekuensinya kalau kamu melanggar kontrak tersebut?" tanya Alia tajam.
"Saya harus bayar biaya pelanggaran sebesar seratus miliar," jawab Arya pelan.
"Eh? Cuma itu? Kalau seratus miliar doang sih aku punya."
"Maksud Tante?"
"Ya ... Aku bisa bayarin biaya pelanggaran itu buat kamu."
Arya tersentak. "Hah!? Tante bersedia mengeluarkan uang seratus miliar demi saya?"
Alia mengangguk yakin, "Tentu saja! Kenapa enggak?"
Menurut sudut pandang Arya, mereka baru bertemu, makanya keputusan Alia terdengar gila. Beda dengan Alia, yang merasa uang seratus miliar adalah uang yang sedikit jika demi membeli kebebasan suaminya.
"Aku bisa mentransferkan uangnya ke Madam Lira sekarang?" Alia siap mengambil handphone.
"Tunggu dulu!" Tapi Arya gesit menghentikannya. "Tante tidak perlu melakukan hal seperti itu untuk saya."
"Kenapa memangnya? Apa kamu gak mau terbebas dari Madam Lira?"
Arya masih menahan tangan Alia. "... Ini masalah saya. Dan saya ingin menyelesaikan semuanya sendiri."
Alia ditekan oleh ketegasan Arya. Alia pun akhirnya paham alasan Arya menolak bantuannya.
Arya pasti curiga dengan Alia yang terlalu baik. Arya tak mengerti motif Alia yang rela mengeluarkan uang sebanyak seratus miliar demi pria yang baru dikenal. Mungkin Arya takut Alia punya maksud terselubung.
"Saya sudah sangat berterima kasih dengan bantuan Tante membiayai perawatan ibu saya. Jadi tolong jangan tambah lagi hutang saya kepada Tante." Alia memohon dengan sangat.
Alia di sisi lain tak pernah bermaksud meminta balasan dari Arya. Tapi Alia pun tahu kalau Arya pasti tetap takkan mudah percaya.
"Ya udah. Tapi kalau butuh bantuan apa-apa, tolong jangan ragu untuk bilang ya!"
Alia memutuskan untuk mundur. Dia tak mau membuat Arya tambah tak nyaman.
Untuk sekarang, satu-satunya cara menyelamatkan Arya adalah dengan terus menyewa dia sampai kontrak dengan madam Lira selesai. Dengan begitu, Arya bisa terhindar dari para wanita kotor itu.
"Sudah malam, sebaiknya kita tidur," ajak Alia memecah keheningan.
Ini baru hari pertama mereka bertemu. Alia masih punya banyak waktu untuk mencuri hati suaminya itu.
Selepas meninggalkan balkon, Alia lantas lanjut berkata.
"Tapi kamu gak keberatan kan kalau malam ini kita tidur bareng?"