Elsheva selalu percaya keluarga adalah tempat paling aman.
Sampai malam itu, ketika ia menjadi saksi perselingkuhan terbesar ayahnya—dan tak seorang pun berdiri di pihaknya.
Pacar yang diharapkan jadi sandaran justru menusuk dari belakang.
Sahabat ikut mengkhianati.
Di tengah hidup yang runtuh, hadir seorang pria dewasa, anggota dewan berwajah karismatik, bersuara menenangkan… dan sudah beristri.
Janji perlindungan darinya berubah jadi ikatan yang tak pernah Elsheva bayangkan—nikah siri dalam bayang-bayang kekuasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Debat
.
.
.
Pria bertubuh tegap menjulang tinggi itu berdiri di hadapan Elsheva, tak berniat untuk menjaga jarak. Dari sorot mata terlihat jelas betapa pria itu sangat menginginkannya. "Elsheva, aku tahu perasaanku ini mungkin terdengar klise, atau mungkin terlalu gila." ujarnya dengan tulus, "tapi aku merasakan sesuatu yang begitu dalam padamu. Perasaan yang membuatku gelisah dan nggak baik-baik saja saat aku nggak melihatmu, nggak mendengar kabarmu."
"Kak, lo melewati batas gue," desis Els sambil menggigit bibirnya, mencoba mempertahankan jarak. Menepis tiap kata yang terlontar dari bibir Samudera. Berjuang menahan desakan godaan yang begitu kuat. Ia mencoba meredam gemuruh dalam dadanya. Apa yang Samudera baru saja lakukan sukses membuatnya merasakan hal asing tetapi menyenangkan, sebuah sensasi aneh yang membuatnya ketagihan. Bagian bawah tubuhnya pun turut berdenyut kencang, padahal itu hanya ciuman sesaat. Dengan Heksa, ia bahkan sudah melakukan lebih dari itu.
Tangan Els yang sedari tadi mencengkeram kemeja Samudera, perlahan mulai terlepas. Namun, Samudera tidak membiarkannya. Ia kembali menarik pinggang Els, merapatkan tubuh mereka hingga tidak ada lagi jarak di antara keduanya.
Els sudah kehilangan kendali untuk memberontak. Sentuhan dari bibir Samudera tidak hanya memabukkan, tapi juga melumpuhkan akal sehatnya. Ini bukan ciuman pertama baginya, tetapi ini adalah kali pertama ia dikecup dengan perasaan sangat mendamba dari seorang pria. Itu terasa seperti sebuah ungkapan perasaan yang teramat dalam, bukan sekadar nafsu yang menggebu-gebu.
Kewarasan Els menghilang total saat bibir mereka kembali bersentuhan. Ia hanya pasrah ketika Samudera mulai memainkan lidahnya. Tubuhnya bergerak kian gelisah, tiap sentuhan jemari Samudera membuat Els mendesis pelan. Pagutan yang lembut namun mendalam dari bibir Bastara memaksanya mengerang lirih. Hell! Els sangat malu untuk mengakuinya, tetapi ia kelewat menikmati bagaimana kulit mereka saling beradu.
"Kak Sam..." lirih Els, napas pendeknya memburu. Ia merasakan tubuhnya benar-benar melayang, membumbung tinggi akibat pergerakan tangan Samudera di balik crop top yang ia kenakan. Rasa menggelitik hebat menjalar hingga memenuhi seluruh sendi dan saraf dalam tubuhnya. Samudera melakukannya dengan sangat sempurna. Selama ini ia mengira Heksa sudah sangat hebat, tetapi Samudera terasa jauh lebih mahir dalam hal ini.
Beberapa menit keduanya larut, Samudera sedikit menarik diri. Netra hitam miliknya, yang masih tertutup kabut gairah, menatap Els sayu sekaligus penuh rasa ingin yang begitu besar. Badai kenikmatan yang ia berikan pada gadis itu cukup membuatnya sangat puas. Senyum menyeringai terukir jelas di wajahnya, tetapi kali ini ia menahan mati-matian gejolak dalam dirinya. Ia hanya ingin menunjukkan pada Els bahwa semua adegan yang biasa dia lakukan dengan Heksa tidak sebanding sensasinya jika dilakukan dengan perasaan yang tulus—seperti yang ia berikan barusan.
"Sorry," ucap Samudera tulus. Meskipun ia tidak menyesal menciumnya, ia tahu Els mungkin belum menginginkannya. Tatapan Els yang kebingungan dan memerah sudah memberinya kemenangan awal.
Belum selesai sensasi itu pergi dari diri Els dan Samudera, suara derap sepatu yang makin mendekat membuat Els terlonjak.
"Pergi buruan! Itu Heksa, pasti." kata ELs panik, ia mendorong cepat dada Samudera, mengarahkan pria itu untuk keluar lewat pintu samping. Namun, yang terjadi adalah pria itu terkekeh.
"Kalau nggak keluar, gue bakal benci sama lo seumur hidup gue!" ancamnya lebih tegas lagi.
Telat! Pintu kayu besar itu terbuka cepat, Heksa berdiri di sana membawa aroma lezat yang menguar dari box transparan di tangannya. Sebelum ke Seulmate kafe, ia sempatkan untuk membeli cake kesukaan istri kecilnya, demi meredam kekesalannya di resto tadi.
Sontak, Els menundukan kepala Samudera ke bawah meja. Pria itu menguji kesabarannya sekali.
"Hai sayang," sambut Els lebih dulu, memasang senyum termanisnya. Yang tidak Heksa tahu adalah jantung Els sedang meloncat tidak aman di dalam sana. Samudera masih bersembunyi di bawah mejanya, dengan jahil ia mengusap betis mulus Els yang berdiri tepat di depan wajahnya. Mengecupnya pelan, hingga Els reflek mengangkat kakinya berusaha menghindar. Sayangnya, gerakan kaget itu justru membuat kakinya terkantuk meja cukup keras.
"Aww!"
"Hati-hati, Yangg... sini aku bantu," ujar Heksa hampir berlari ke arah Els, tapi gadis itu menahannya.
"Stop, biar aku yang kesitu aja. Ini cuma kena meja dikit kok. Mm, aku terlalu semangat ketemu kamu sampai kejedot gini." ELs berjalan cepat menahan nyeri di lututnya.
"Beneran nggak apa-apa?"
"Nggak, Yangg. Kamar aja, yuk." ajak ELs buru-buru. Heksa tidak boleh terlalu lama di sana. Samudera benar-benar membuatnya kehabisan kesabaran.
Sampai di kamar, Heksa belum mau menurunkan Els dari gendongan. Pria itu membawanya duduk di sofa, setelah menyimpan cake yang ia bawa di atas meja. Tidak banyak bertanya lagi, Heksa hanya menatap wajah istri kecilnya yang sedikit tegang.
"Kenapa? Marah tadi?" ia menyibakkan rambutnya ke belakang, dengan satu tangan, memperlihatkan dahi lebar dan tatapan yang sulit diartikan. "kamu cemburu?"
Els meremas tangannya, ada keringat dingin yang membuat tangan itu lembab. Bukan gugup dengan pertanyaan Heksa, ia sedang mengkhawatirkan keberadaan Samudera. Meski pria itu pasti bisa menyelinap dengan mudah dan bisa lolos dari Heksa. Namun, tidak dengan Gwen. Semua orang juga tahu, sejeli dan se-setia apa ia bekerja untuk Heksa.
"Hah? Mm, y-yaa, iyaalah cemburu. Liat kamu mesra-mesraan sama mbak Davina ya kalii aku nggak cemburu. Emangnya aku nggak punya perasaan?" sahut Els terbata-bata. Mengalihkan pandangan, tidak berani bersitatap dengan Heksa.
"Denger, yaa. Yang boleh cemburu itu cuma aku, kamu tadi apa-apaan senyum-senyum ramah banget sama cowok-cowok di luar resto? Hm," Heksa menarik pelan dagu Els, agar menatap penuh padanya.
"Ya, mereka kan datang di lar kendali aku. Tiba-tiba aja muncul aku juga nggak tahu mereka dari mana. Kalau kamu, kan, sengaja seharian sama mbak Davina nggak peduliin aku. Ok, aku emang nggak se-proritas mbak Davina, aku nggak pantas cemburu dan minta lebih, aku sadar kok aku ini siapa." sahut Els panjang lebar, membela dirinya. Sekaligus ingin mengalihkan Heksa agar Samudera bisa keluar dari kafe tanpa mengundang kecurigaan.
"Hei, nggak gitu. Kamu kenapa tiba-tiba perawatan dan jalan-jalan di mall kayak gitu nggak bilang dulu? Biasanya di klinik dokter Hanum. Kalau kamu nggak terlalu cantik tadi juga cowok itu nggak akan nyamperin kamu tiba-tiba, kan?"
"Oh, sekarang permasalahanya jadi gara-gara aku klinik kecantikan di mall. Iya, sorry kalau udah ngabisin uang kamu banyak hari ini buat threatment di mall tadi, yang bikin aku cantik banget sampai disamperin cowok-cowok."
"Sejak kapan aku permasalahin uang? Hm,"
"Lah, tadi bilang gitu. Secara nggak langsung, gitu, kan? Padahal aku sengaja threatment di sana buat siapa? Buat kamulah, besok mau pergi jadi aku siapin penampilan dengan maksimal buat nemenin kamu. Malah kamu lagi asyik sama mbak Davina di sana. Giliran udah cantik gini, di marahin ... Hufh!"
Els menunduk, memelas, pria itu terdiam. Sesekali Els meliriknya, berharap tidak lagi kena omel. Heksa terus diam, biasanya ia tidak pernah mendiamkannya seperti ini. Kalau Esheva berceloteh panjang lebar, entah sedang kesal atau sedang mengoceh random Heksa akan terus menyimaknya dengan sabar. Kali ini tidak, pria itu sungguhan kesal padanya.
"Tadi cowok itu cuma mau ngajakin ngopi, karena kebetulan kita satu kampus. Dan, aku juga udah nolak kok." jelas Els, belum ingin menatap Hksa. Pria itu melengos, kesal.
"Kalau nggak ada aku di sana, kamu tetep mau ngopi bareng mereka? Hang out dan seru-seruan bareng?"
Els mengigit bibirnya, bukan seperti itu maksudnya. Dia tidak semurahan itu juga, bahkan untuk memimpikan hidup normal seperti teman-teman lainnya di kampus juga ELs tidak berani. Karena ia sadar punya sebuah keterikatan yang tak mungkin akan ia terobos begitu saja.
.
.
.
Tapi dengan saat bersama Samudera baru bikin Adrelin bekerja,gak monoton2 amat..Lagian sama Heksa,Heksa itu gak TEGAS orangnya, Isteri kayak Davina aja masih lagi di pertahankan,Biarkan saja Heksa bersama Davina,biar dia nyesel nanti..
Nah kan bilang I love you,secepat itukah Heksa bisa mencintai,Apa karena sudah mendapatkan Virginnya Els kah??