 
                            Sebuah kecelakaan membawa Sora Langi ke dunia kultivasi, bersama sistem kultivasi harem akankah dia bisa kembali ke bumi?   Sistem milik Sora tidak biasa, kalau mau jadi kuat harus sering melakukan kontak fisik dengan lawan jenis. Semakin intim kontak fisik semakin besar poinnya, akankah Sora mampu melangkah maju bersama sistem? 
 
(Ding! Pegangan tangan dengan lawan jenis, poin harem +...) 
(Ding! Berciuman dengan lawan jenis, poin harem +...) 
(Ding! Berpelukan dengan lawan jenis, poin harem +...) 
(Ding! Berhubungan i...., poin harem +...) 
Tentu saja, meski caranya absurd, Sora Langi pasti melangkah maju sambil mengumpulkan kecantikan di kanan dan kiri.  Anak tetua desa yang cantik tapi pemalu, ketua sekte yang tegas dan dingin, dewi perang yang ditakuti miliaran orang, semua akan menjadi miliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AYN02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
-
"Kamu siap?" tanya Sora.
Melati mengangguk serius.
"Aku mulai..."
Melati segera memejamkan mata. Aura dunia berkumpul di sekitarnya, mulai membentuk kabut putih tebal. Sedikit demi sedikit aura dunia mengubah struktur tubuh Melati. Dari yang awalnya lemah jadi semakin kuat dari waktu ke waktu.
Cairan hitam mulai keluar dari tubuh Melati namun tidak ada jejak menahan rasa sakit di wajahnya.
'Aneh? Bukankah proses pencucian darah dan sumsum seharusnya menyakitkan? Kenapa Melati tidak menunjukkan sedikit pun reaksi?'
(Proses pencucian darah dan sumsum setiap orang berbeda, itulah kenapa dia tidak merasakan sakit.)
'Apa - apaan itu, sangat tidak adil!'
(Ohhh? Jadi Tuan berharap Melati merasakan sakit?)
'Hah?! Tentu saja tidak! Aku cuma protes dengan ketidakadilan yang ada di dunia ini.'
(Hah, kenyataannya semakin kotor fisik seseorang semakin sakit proses pencucian sumsum. Tapi selama masih berada di bawah garis aman, tidak akan ada rasa sakit serupa.)
'Kamu mau bilang tubuhku kotor?'
(Kenyataannya memang begitu. Bumi memiliki polusi di mana - mana, masalah ini secara tidak langsung menyebabkan penumpukan kotoran dalam fisik Tuan Rumah.)
'Ternyata begitu, dibandingkan dunia ini, bumi memang sangat buruk.'
(Bagus kalau Tuan mengerti.)
'Tingkat sembilan pemurnian qi, apa perlu aku naikkan ke ranah pembentukan dasar?'
(Saranku tidak, Melati belum punya teknik kultivasi, jadi percuma menaikkan ranahnya ke pembentukan dasar.)
'Benar juga, kalau gitu kita tunda sampai dia punya teknik kultivasi sendiri.'
(Mm, yang terbaik memang begitu.)
Duar!
Aura Melati meledak, menghancurkan perabotan di ruangan jadi bubuk. Melati membuka mata dengan wajah luar biasa, dia sangat bersemangat hingga tidak menyadari bau busuk tubuhnya.
"Aku benar - benar jadi kultivator! Ini bukan mimpi!" Melati melompat - lompat seperti kelinci kecil yang bahagia.
Sora merasa terhibur dengan tingkah lucu Melati. "Selamat, sekarang sebaiknya kamu pergi mandi. Kalau tidak keberatan, kita bisa mandi bersama." Senyum nakal muncul di wajah Sora.
"Hah? Memangnya kenapa?" tanya Melati.
Sora tersenyum menunjuk Melati. "Coba cium tubuhmu."
Melati menunduk ragu, dia melihat pakaiannya basah oleh keringat hingga lekukan payudaranya terlihat. Tapi bukan itu yang menjadi masalah utama, Melati langsung mual begitu mencium bau busuk tubuhnya sendiri.
"Kamu benar, aku harus mandi." Melati bergegas menuju sungai.
"Tunggu, aku akan membantu!"
Wajah Melati berubah merah. "Jangan! Kamu tidak boleh macam - macam denganku apalagi di luar ruangan."
Sora menyeringai. "Aku tahu, aku cuma ingin memastikan tidak ada yang mengintip saat kamu mandi."
Mendengar jawaban Sora, Melati merasa hangat di hatinya. "Aku mengerti."
Mereka tiba di bagian sungai yang cukup sepi. Melati segera melepas pakaian luarnya, memamerkan kulit putih mulus yang bisa membuat pria mana pun ngiler melihatnya. Kaki Melati masuk lebih dulu disusul tubuhnya yang sangat menggairahkan.
Melati membasuh tubuhnya, memastikan tidak ada bau busuk yang tertinggal. Dalam sekejap, Melati telah selesai membersihkan tubuhnya tapi dia masih merasa perlu berendam untuk memastikan tubuhnya benar - benar bersih dan terhindar dari bau busuk.
Cebluk!
Melati tiba - tiba masuk ke air dengan hanya menyisakan kepala di permukaan air. Wajahnya merona, dia merasa sangat malu hingga keluar asap putih dari sana.
"Aku tahu kamu sedang menjagaku, tapi jangan menatapku seperti itu," ujar Melati.
Sora di kejauhan tersenyum malu. "Aku berusaha, tapi kamu terlalu cantik sampai aku tidak bisa berhenti menatap."
Melati merasa sangat bahagia meski tetap malu untuk keluar dari sungai. "Aku mau keluar, kamu berbalik sebentar."
"Eeeh? Apa salahnya melihatmu ganti pakaian? Lagipula hampir setiap malam kita telanjang bersama."
Wajah Melati semakin merah. "Kamu... Kenapa kamu mengatakannya tanpa malu - malu?" Suara Melati gemetaran.
"Apa salahnya? Dalam radius satu kilometer tidak ada orang lain kecuali kita. Jadi jangan khawatir akan ada orang yang mendengar percakapan kita." Sora tersenyum penuh arti.
Melati semakin malu tapi tidak bisa melawan Sora. Dia hanya bisa menggertakkan gigi lalu keluar dari sungai dan berganti pakaian.
Ngomong - ngomong Sora cuma melihat di awal. Setelah tahu kalau Melati benar - benar malu, dia sengaja memalingkan muka untuk memberi privasi. Melati menyadari tindakan Sora, dia merasa lega dan senang karena didengarkan.
Tak butuh waktu lama, Melati mengganti pakaiannya dengan yang baru.
"Kamu boleh ke sini."
Wush!
Sora langsung melesat dan muncul tepat di depan Melati.
Melati menggeliat malu - malu. "Bagaimana? Apa aku cocok dengan pakaian ini?"
Sora mengangguk berulang kali. "Cocok, sangat cocok."
"Mm, makasih."
Sora terpesona, butuh waktu satu menit baginya untuk sadar secara mandiri. "Uhuk! Sekarang mungkin waktu yang tepat." Sora mengulurkan tangan pada Melati.
Melati bingung pada awalnya namun segera mengerti memahami maksud Sora. Dia juga mengulurkan tangan lalu menggenggam telapak tangan Sora.
Sora menyelimuti tubuh keduanya dengan energi sejati lalu membawa Melati terbang bergandengan tangan sampai desa.
Di desa, Yuki terus melihat ke arah Sora dan Melati. Kemesraan mereka membuatnya memiliki perasaan aneh yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Dadanya terasa sesak, tapi perasaan tersebut berasal dari dalam, bukan dari luar. 'Apa ini yang dinamakan cemburu? Apa aku memang semudah itu jatuh cinta dan cemburu?' Benak Yuki dipenuhi keraguan. Ingin sekali rasanya menggantikan Melati di sebelah Sora. 'Apa yang aku pikirkan? Kenapa aku berpikir untuk menggantikan Melati? Padahal ada opsi lain.' Mata Yuki berkaca - kaca lalu dia menunduk dan bergumam pelan, "Aku wanita penuh dosa."
Saking fokusnya pada rasa cemburu, Yuki sampai tidak menyadari perubahan pada Melati. Berdasarkan kekuatannya, seharusnya mudah merasakannya, tapi karena terlalu fokus pada rasa cemburu membuatnya kehilangan ketajaman inderanya.
...
Waktu berlalu, tiba saatnya Yuki kembali ke kota.
"Kalau boleh jujur, aku ingin tinggal di sini, tapi pekerjaanku tidak akan membiarkannya." Yuki tampak sangat sedih seperti mau menangis. Citra kakak perempuan menakutkan benar - benar hilang dari wajahnya.
Pasukan berkuda di belakang tercengang dan mulai meragukan kehidupan mereka. Dalam hati mereka bertanya - tanya, apa sifat wanita bisa berubah sedemikian rupa dalam waktu singkat? Jawabannya bisa. Di dunia ini tidak ada yang mustahil selama ada kemauan dan cinta.
"Setelah urusanku di sini selesai, aku akan datang ke kota. Saat itu kita bisa bertemu lagi." Sora tersenyum halus.
Yuki menghela napas dan tersenyum getir. "Kalau bisa jangan lama - lama."
Sora mengangkat bahu. "Aku akan berusaha semampuku."
"Aku pasti merindukan Kakak," ujar Melati sambil menjatuhkan diri ke pelukan Yuki.
Yuki tersenyum lembut. "Aku juga. Jaga dirimu dan jangan pernah berhenti berlatih."
"Mm... Saat kita bertemu lagi, aku pasti menguasai teknik pedang yang Kakak ajarkan!" Mata Melati terbakar semangat.
Sangat jarang melihat Melati seperti ini, sejauh ini dia cuma bersikap begini di depan Yuki. Ini menunjukkan seberapa dekat hubungan mereka.
Setelah berhari - hari bersama, Yuki berhasil menghancurkan perlindungan Melati. Sekarang Melati bisa bersikap terbuka pada Yuki, jadi jangan heran melihat interaksi mereka yang mirip kakak adik kandung yang sangat akrab.
"Oke, sudah waktunya." Yuki melepaskan diri dari pelukan Melati.
Melati tampak sedih tapi perpisahan masih tetap berjalan.
Sebelum pergi, Yuki diam - diam melirik Sora, memberinya kedipan mata lalu meninggalkan desa bersama pasukan berkuda.
...
..
.
Bersambung...
 
                     
                    