Arsyi seorang wanita sederhana, menjalani pernikahan penuh hinaan dari suami dan keluarga suaminya. Puncak penderitaannya terjadi ketika anaknya meninggal dunia, dan ia disalahkan sepenuhnya. Kehilangan itu memicu keberaniannya untuk meninggalkan rumah, meski statusnya masih sebagai istri sah.
Hidup di tengah kesulitan membuatnya tak sengaja menjadi ibu susu bagi Aidan, bayi seorang miliarder dingin bernama Rendra. Hubungan mereka perlahan terjalin lewat kasih sayang untuk Aidan, namun status pernikahan masing-masing menjadi tembok besar di antara mereka. Saat rahasia pernikahan Rendra terungkap, semuanya berubah... membuka peluang untuk cinta yang sebelumnya mustahil.
Apakah akhirnya Arsyi bisa bercerai dan membalas perbuatan suami serta kejahatan keluarga suaminya, lalu hidup bahagia dengan lelaki baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter - 20.
Di rumah miliknya, Fajar mengamuk. Barang-barang berharga berhamburan, pecah dan berderak di lantai. Wajahnya merah padam, urat-urat di pelipis menegang dan sorot matanya menyala penuh amarah.
“Wanita sialan!” teriaknya lantang.
Nyonya Ratna sontak masuk, matanya terbelalak melihat ruang tamu porak-poranda. “Fajar! Apa-apaan ini?! Kenapa kamu menghancurkan barang-barang yang kubeli dengan uangku?!”
Venita maju, wajahnya tegang. “Bu, tadi di acara perusahaan… kami bertemu dengan mantan istri Mas Fajar.”
Nyonya Ratna mendengus, wajahnya penuh kepastian. “Lalu kenapa? Pasti dia jadi pelayan di sana. Sujud-sujud di kaki Fajar meminta kembali, iya kan?”
Namun, jawaban Venita justru membuat darah Fajar semakin mendidih. “Bukan begitu, Bu. Justru sebaliknya, Arsyi datang sebagai tamu kehormatan. Dia diperkenalkan oleh Tuan Rendra, CEO besar pemilik semua cabang perusahaan... sebagai calon istrinya.”
Ruangan seketika terdiam, hanya beberapa detik sebelum teriakan membahana.
“Apa?!” seru mereka bersamaan.
Linda, adik Fajar melotot tak percaya. Dia terbiasa memperlakukan Arsyi tak lebih dari seorang pembantu. “Si babu kucel dari kampung itu?! Kau bercanda, kan... Mbak?!”
Venita menggeleng. “Aku lihat sendiri, dia dirangkul mesra oleh Tuan Rendra.”
“Tidak mungkin!” Linda menjerit, wajahnya penuh dendam. “Wanita lusuh itu, jadi tunangan CEO tempat Kak Fajar kerja?!”
Adik laki-laki Fajar buru-buru membuka ponsel, mencari berita. “Tidak ada kabar apa pun, tidak mungkin seorang CEO sebesar itu mempunyai hubungan dengan seorang wanita tanpa sorotan media.”
“Semua yang hadir dilarang menyebarkan berita, kalau ketahuan... akan dipecat,” jelas Venita.
Fajar tidak berkata apa-apa lagi. Dengan wajah kelam, ia keluar rumah. Pintu dibanting keras, mobilnya melesat menuju klub malam. Di sana, ia berniat menenggelamkan diri dalam alkohol dan mencari informasi tentang kehidupan pribadi Rendra dari lingkaran pergaulannya.
.
.
Pagi berikutnya di kediaman Rendra, suasana penuh kewaspadaan. Para pengawal menjaga ketat setiap pintu. Rendra tahu jika keluarga Jerry bergerak, rumah itu bisa jadi target. Dan di dalamnya kini ada dua nyawa yang paling ia lindungi... Arsyi dan Aidan.
Seorang pengacara, duduk di ruang kerja Rendra dan menyerahkan dokumen. “Tuan, mengenai perceraian dengan Nyonya Raisa... proses akan cepat. Ia sudah menandatangani surat cerai. Selain itu, saya juga akan menyiapkan dokumen pernikahan Anda dengan Nyonya Arsyi segera... setelah akta cerai keluar.”
Rendra mengangguk, wajahnya tegang.
“Namun, tentang kasus pembunuhan Tuan Jerry… pihak keluarganya masih mencari pelaku. Semua CCTV malam itu rusak, seolah ada yang sengaja menghapus jejak.”
Rendra terdiam, ia tahu persis siapa dalangnya. Pasti sebelum pergi, Daniel sudah merusak sistem Cctv di rumah itu.
“Jika sesuatu terjadi menimpa Raisa… misalnya dia menjadi tersangka, siapkan surat keterangan sakit jiwa. Semua rekam medisnya aman, Direktur rumah sakit sudah ku perintahkan. Dengan riwayat sakit jiwa, pihak berwajib akan kesulitan untuk menuntut hukuman dan kemungkinan Raisa akan kembali dirawat. Aku hanya mengkhawatirkan tindakan kelurga Jerry..."
Sorot mata Rendra tampak dingin, dia tak akan membiarkan keluarga Jerry menemukan Raisa.
Sementara di desa terpencil jauh dari hiruk pikuk kota, Raisa terbangun dengan kepala berat. Sinar matahari pagi menembus celah jendela kayu, menyorot wajahnya yang masih pucat. Ia mendapati dirinya berbaring di ranjang sederhana dengan selimut hangat.
Raisa menegakkan tubuh perlahan, matanya menyapu ruangan asing. Semua terasa tenang, namun ketenangan itu justru membuatnya cemas. “Di mana aku…?”
Tiba-tiba, potongan bayangan dari malam itu menelusup kembali. Saat ia menodongkan pistol ke pelipisnya sendiri, jari sudah nyaris menekan pelatuk. Namun detik berikutnya, sebuah sengatan tajam menghantam tubuhnya. Seseorang menyuntikkan cairan dingin ke tubuhnya. Seketika kekuatannya runtuh, pandangannya kabur dan seluruh tubuhnya terperangkap dalam kelumpuhan yang tak bisa ia lawan.
"Daniel..." baru lah ia ingat nama orang itu.
Pintu berderit terbuka.
Daniel masuk, membawa nampan berisi bubur dan teh hangat. Ekspresinya tenang, namun sorot matanya penuh kehangatan.
“Selamat pagi, Nona Raisa. Kamu berada di tempat aman, desa ini jauh dari jangkauan siapa pun.”
Raisa mengingat Daniel, namun ia menatap pria itu dengan kecurigaan. Tangannya meremass selimut erat-erat. "Kenapa kamu bawa aku kesini?!”
Daniel meletakkan nampan di meja kecil, ia menunduk sedikit lalu menatap Raisa dengan lekat. “Aku orang yang ditugasi melindungi mu, Tuan Rendra mempercayakan hidupmu padaku. Jadi, aku membawamu kesini untuk bersembunyi."
Wajah Raisa menegang. “Aku tidak butuh perlindungan... aku hanya ingin menyusul Rio.”
Daniel menghela napas panjang, lalu berkata tegas. “Kamu memang bisa memilih menyerah, Nona. Tapi ingat... saat ini banyak orang yang ingin kamu mati setelah membunuh Jerry. Bukankah, sebaiknya kamu tetap bertahan hidup untuk membalas mereka semua?"
Raisa terdiam, pandangannya membeku pada lantai. Butir air mata jatuh satu per satu, namun jauh di balik kepedihan itu, bara dendamnya terhadap keluarga Jerry kembali menyala.
Ia teringat bagaimana orang tua Jerry memperlakukan dirinya dengan kejam setelah Rio meninggal. Bagaimana istri Jerry pernah menyeretnya ke neraka dengan tuduhan keji. Dia disiksa, dipermalukan dan dituduh menggoda Jerry. Padahal, lelaki itulah yang menodainya dengan dalih tak mampu menahan diri. Luka itu kembali menganga, menyulut tekadnya untuk membalas setiap penghinaan yang pernah ia telan.
•
•
•
Lekas sembuh INDONESIA-KU 🥀