Velora, dokter muda yang mandiri, tak pernah membayangkan hidupnya akan berubah hanya karena satu janji lama keluarga. Arvenzo, CEO arogan yang dingin, tiba-tiba menjadi suaminya karena kakek mereka dulu membuat perjanjian yakni cucu-cucu mereka harus dijodohkan.
Tinggal serumah dengan pria yang sama sekali asing, Velora harus menghadapi ego, aturan, dan ketegangan yang memuncak setiap hari. Tapi semakin lama, perhatian diam-diam dan kelembutan tersembunyi Arvenzo membuat Velora mulai ragu, apakah ini hanya kewajiban, atau hati mereka sebenarnya saling jatuh cinta?
Pernikahan paksa. Janji lama. Ego bertabrakan. Dan cinta? Terselip di antara semua itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutia Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Hari terakhir di Jepang
Beberapa jam kemudian, Velora perlahan membuka mata. Cahaya sore menembus tirai tipis, membuat kamar terasa hangat. Saat ia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh kulit lehernya, Velora tergerak, lalu meraba pelan. Jemarinya menyentuh sebuah kalung berkilau yang belum pernah ia kenakan sebelumnya.
Ia menoleh, mendapati Arvenzo duduk di sisi ranjang, menatapnya dengan sorot mata yang tenang sekaligus dalam.
“Ar...” suara Velora serak dan lembut. “Kalung ini dari kamu?”
Arvenzo tersenyum kecil. “Iya. Aku belikan tadi saat di Shinsaibashi, aku pengen kamu punya sesuatu yang bisa selalu mengingatkan kalau kamu milikku.”
Velora menunduk, menatap kalung itu dengan hati berdebar. “Kenapa nggak langsung kamu kasih waktu beli?”
Arvenzo menghela napas, jemarinya menyibak perlahan rambut Velora yang berantakan. “Aku pengen kasih di momen yang tepat. Waktu lihat kamu tertidur, aku sadar... nggak ada yang lebih pas dari itu. Kamu kelihatan begitu damai.”
Pipi Velora memanas, matanya berkaca tipis. Ia tersenyum samar, lalu menggenggam tangan Arvenzo. “Terima kasih, Ar. Kalungnya sangat cantik.”
Arvenzo menunduk sedikit, menatap mata istrinya lekat. Suaranya berat tapi tulus. “Sekarang, kamu milikku sepenuhnya. Dan aku janji, mulai sekarang nggak ada lagi yang perlu aku sembunyikan darimu. Karena itu, setelah kita balik ke Indonesia ada sesuatu hal yang harus aku ceritakan ke kamu.”
Velora terdiam, jantungnya berdetak kencang mendengar kalimat itu. Meski penasaran, ia memilih mengangguk pelan, percaya pada sosok di depannya.
...****************...
Keesokan harinya, matahari Osaka bersinar cerah. Udara sejuk awal musim dingin membuat semua orang memilih mengenakan jaket hangat. Velora yang masih menatap kalung barunya di depan cermin tersenyum kecil, sementara Arvenzo datang dari belakang, merapikan kerah jaket istrinya.
“Cantik sekali, cocok banget sama kamu,” bisiknya lembut.
Velora tersipu, hanya mengangguk pelan sebelum mereka keluar kamar untuk bergabung dengan Ren dan Yumi. Hari itu, sesuai rencana, mereka akan pergi ke Osaka Aquarium Kaiyukan, salah satu akuarium terbesar di dunia.
Di depan rumah keluarga, Ren sudah menunggu sambil memegang kunci mobil. “Kak Arvenzo, Kak Velora, ayo! Hari ini seru banget, Kaiyukan keren sekali kalian harus melihatnya!” serunya bersemangat, membuat Yumi terkikik.
Perjalanan ke akuarium dipenuhi obrolan ringan dan tawa. Velora duduk di samping Arvenzo, sesekali menggenggam tangannya. Sesampainya di sana, keramaian langsung menyambut. Gedung besar dengan arsitektur modern berdiri kokoh di depan mereka, dihiasi mural ikan paus biru yang ikonik.
“Wow...” Velora tak bisa menyembunyikan rasa takjubnya. “Besar sekali tempatnya.”
Arvenzo tersenyum melihat ekspresi polos istrinya. “Ayo, kita lihat lebih dekat. Aku yakin kamu bakal suka.”
Mereka masuk, melewati lorong kaca panjang yang memperlihatkan ribuan ikan berwarna-warni berenang di atas kepala. Velora hampir tak berkedip melihatnya, matanya berbinar seperti anak kecil. Yumi dengan girang menjelaskan beberapa nama ikan dalam bahasa Jepang, lalu tertawa saat Velora mencoba mengulanginya dengan logat Indonesia.
“Wah bentar lagi pasti kak Velora pintar berbahasa Jepang!” canda Ren.
Yumi menimpali dengan bahasa Indonesia seadanya, “Tentu saja. Kak Velora kan seorang Dokter, jadi pintar lah.” Ucapannya yang polos membuat semua tertawa, termasuk Arvenzo yang ikut mengacak rambut adik sepupunya itu.
Ketika mereka sampai di bagian utama, sebuah tangki raksasa berisi hiu paus membuat Velora terdiam lama. Ia berdiri dekat kaca, wajahnya dipenuhi rasa kagum. “Indah banget, Ar... aku nggak pernah bayangkan bisa lihat dari dekat kayak gini.”
Arvenzo berdiri di sampingnya, lalu berbisik pelan, “Indah, ya? Tapi buatku, kamu tetap yang lebih indah dari semua ini.”
Velora spontan menoleh, wajahnya memerah, sementara Yumi yang berdiri agak jauh menoleh dan berseru, “Kak Arvenzo, Kak Velora... ayo foto di sini!”
Dengan malu-malu, Velora berdiri di samping suaminya, dan Ren mengambil foto mereka berdua dengan latar hiu paus yang anggun berenang di balik kaca.
Setelah puas menjelajahi berbagai zona dari ubur-ubur bercahaya, penguin, hingga berang-berang laut lalu mereka keluar menuju area suvenir. Velora membeli boneka kecil berbentuk hiu paus untuk kenang-kenangan, sementara Yumi memilih gantungan kunci dan Ren sibuk menimbang-nimbang camilan khas akuarium.
Matahari mulai naik, langit Osaka semakin cerah. Mereka berjalan kembali ke mobil dengan hati hangat.
Di perjalanan pulang, Velora menatap keluar jendela, lalu bergumam pelan, “Aku nggak percaya besok kita sudah harus balik ke Indonesia...”
Arvenzo menggenggam tangannya, menatapnya dengan lembut. “Masih ada hari ini, Vel. Kita nikmati sepuasnya. Besok kita pulang bersama, bawa semua kenangan indah dari Jepang.”
Velora tersenyum, menggenggam tangannya lebih erat. Sementara di kursi depan, Ren dan Yumi saling bertukar pandang, ikut merasakan hangatnya kebersamaan keluarga itu.
...****************...
Karena besok Arvenzo dan Velora akan pulang ke Indonesia, Arvenzo mengajak keluarga nenek Sachiko untuk makan malam bersama di sebuah restoran bintang lima di pusat kota Osaka.
Velora berdiri di depan cermin kamar tamu, merapikan rambutnya. Ia mengenakan dress sederhana berwarna pastel, tidak terlalu mencolok tapi membuat wajahnya terlihat semakin lembut. Arvenzo, yang sudah siap lebih dulu, memperhatikan istrinya dengan senyum samar.
“Kamu cantik sekali malam ini,” ucapnya singkat, membuat Velora menoleh dan tersenyum malu.
“Jangan berlebihan, Ar. Ini kan cuma makan malam keluarga.”
“Justru itu, aku mau keluargaku tahu kalau aku punya istri yang luar biasa,” balas Arvenzo sambil meraih tangan Velora.
Mereka pun turun bersama, bergabung dengan yang lain. Ren, Yumi serta orang tuanya sudah siap dengan pakaian rapi, sementara Kenji tampak gagah meski usianya sudah lanjut.
Sachiko tersenyum hangat melihat semua berkumpul. “Ayo, kita berangkat. Malam ini harus jadi kenangan indah untuk kalian berdua.”
Restoran yang dituju terletak di lantai atas sebuah hotel mewah, dengan pemandangan kota Osaka yang gemerlap diterangi lampu malam. Begitu masuk, pelayan langsung menuntun mereka ke sebuah meja panjang yang sudah dipesan khusus.
Suasana hangat terasa sejak awal. Hiroshi dengan gaya bercandanya membuat semua tertawa, sementara Emiko sibuk memuji Velora yang tampak anggun malam itu.
“Velora-san, kamu benar-benar cocok jadi bagian keluarga ini. Sepertinya Arven makin bahagia sejak bersamamu.”
Velora tersipu, melirik sekilas ke arah Arvenzo yang hanya tersenyum tenang.
Makanan pun datang silih berganti dari sashimi segar, wagyu steak yang lembut, aneka hidangan musiman khas Jepang. Ren dan Yumi begitu antusias mencoba satu per satu, kadang sampai saling berebut kecil dengan senda gurau.
“Yumi-chan, jangan cepat-cepat habiskan itu, kasih Ren juga,” tegur Sachiko sambil tertawa kecil.
“Biarin, Nek! Ren kan rakus,” protes Yumi dengan bahasa Jepang, membuat meja semakin riuh oleh tawa.
Di sela makan, Kenji mengangkat gelas sake-nya. “Arven, Velora... semoga perjalanan kalian lancar besok. Jangan lupakan rumah ini, anggaplah selalu sebagai tempat pulang.”
Arvenzo menunduk hormat. “Arigatou gozaimasu, Ojii-san. Kami berdua berterima kasih atas sambutan hangat keluarga di sini.”
Velora menambahkan dengan senyum lembut, “Benar. Rasanya seperti menemukan keluarga baru.”
Makan malam itu dipenuhi tawa, obrolan ringan, dan sesekali momen hangat yang membuat Velora merasa benar-benar diterima. Arvenzo sesekali menatapnya, tampak lega melihat Velora begitu nyaman.
Menjelang akhir, pelayan membawa dessert cantik berbentuk kue mini dengan tulisan “Selamat Jalan” dalam bahasa Jepang. Yumi berseru riang, “Kyaaa! Cantik sekali!” sambil buru-buru memotret dengan ponselnya.
Arvenzo menggenggam tangan Velora di bawah meja, berbisik pelan, “Aku ingin malam ini selalu kamu ingat. Karena besok kita mulai babak baru lagi.”
Velora menoleh, tersenyum penuh arti. “Aku nggak akan lupa, Ar.”
Seorang dokter iya profesinya, istri statusnya sekarang jadi perawat dengan pasien suaminya sendiri🤭🤭