"Kak please jangan kayak gini" cicitnya saat deril memeluk Almira dari belakang dan mengendus ceruk lehernya menghadap jendela kelas yang tembus ke lapangan sekolah.
"Why? padahal lo nikmatin posisi ini kan?" ucap Deril sambil menyunggingkan bibirnya.
"Aku mohon kak ja- hmmmptt" ucapannya terpotong dan tesumpal oleh benda kenyal milik Deril.
Deril melumat bibir Almira dengan rakus dan menuntut, yang membuat si empu terbelalak kaget tak bisa bergerak.
-----
Yahhhh, bagaimana ceritanya ketika seorang Almira yang pindah sekolah tujuan ingin mencari ketenangan tetapi malah menemukan kemalangan dengan bertemu dan mengenal seorang Deril sendiri.
Mau tau kelanjutannya? yukkk baca novel Obsession Deril ini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dela Siti padilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Usaha Mendapatkan Almira
Pagi ini Almira sudah sembuh dan akan berangkat sekolah. Kini dia berjalan di tangga menuju dapur untuk sarapan bersama ayah bunda nya.
"Morning bund, morning yah. " Ucapnya kemudian duduk di kursi makan.
"Morning sayang, hari ini kamu bener mau sekolah?" Tanya Rere, karena dia merasa khawatir.
"Iya bunda aku udah sehat kok"
"Kalo kamu kena bully lagi jangan lupa langsung hubungi ayah okey" Budi tau kalau semalam putrinya masuk rumah sakit karena di bully, dia mendapatkan informasi dari Deril.
Yah, deril mencoba mendekati Budi karena dia merasa Budi adalah penghalangnya.
"Permisi!" Suara bariton dari pintu utama terdengar.
"Masuk aja!"
Almira merasa bingung siapa yang datang sepagi ini ke rumahnya, dan ayahnya menyuruh masuk. Kalo semisal Asisten ayahnya dia tidak pernah mengucap salam apapun, biasanya dia akan langsung masuk menghadap sang ayah.
"Halo om tante." Sapa Deril mencoba menyalami Budi dan Rere.
Saat ingin bersalaman dengan Budi, dia terlihat tidak ingin mengulurkan tangannya, tapi dirinya di tegur oleh sang istri.
"Yah..."
"huhhh..." Tarikan nafas panjang keluar di mulut Budi. Kemudian tangannya terulur untuk menerima salam dari Deril.
"Saya mengizinkan kamu menjemput anak saya karena bentuk tanggungjawab kamu, mulai sekarang kamu harus jaga dia. Kalo ada sesuatu yang terjadi sama anak saya kamu tanggung akibatnya." Peringatan ini tidak main-main sebenarnya karena Budi tidak ingin sang putri mengalami perundungan terus menerus.
"Iya om. Tapi kalo saya buat dia hamil apa yang bakal saya dapat?" Deril mencoba memancing emosi Budi, dan yah kini Budi langsung berdiri.
"Kamu berani macam-macam sama anak saya? Sekarang ikut saya ke belakang!" Budi langsung berjalan lebih dulu, dan di susul oleh Deril.
Di meja makan, Launa tampak terkejut dengan ucapan Deril barusan, dan dirinya merasa takut akan hal itu. Rere melihat raut wajah sang anak yang ketakutan lalu dirinya mendekat.
"Sayang, kamu jangan takut Deril hanya bercanda sama ayah kamu. Dia anak baik kok, gak mungkin dia kayak gitu." Rere tau gimana Deril, karena dari kecil sampai besar dia melihat perkembangan nya. Deril tidak pernah bermain wanita bahkan dekat pun tidak.
"Tapi bun gimana kalo hal itu terjadi, aku takut sama kak Deril." Dirinya langsung memeluk sang bunda sambil menangis sesenggukan.
Di taman belakang kini dua pria beda usia berdiri sejajar, tapi Budi memunggungi Deril sedangkan Deril menghadap punggung Budi yang membelakanginya.
"Kamu jangan bikin anak saya takut. Saya yakin ucapan kamu barusan akan membuat dirinya takut. Kalo kamu ingin mencoba mendekati anak saya jangan membuatnya takut."
"Tapi saya tidak berniat menakutinya, saya hanya bertanya seandainya kalo saya buat Almira hamil apa yang akan saya dapatkan."
"Saya akan minta pertanggungjawaban kamu Deril pasti nya itu, saya tidak ingin anak saya mengandung tanpa seorang ayah. Tapi bukan berarti kamu boleh melakukan itu."
"Yah, lihat saja kalo Almira nurut sama saya, mungkin hal itu tidak akan terjadi tapi beda lagi kalo Almira melawan. Siap-siap anak anda saya bikin bunting, jadi bantu saya untuk mendapatkan nya."
Setelahnya Deril pergi meninggalkan Budi di taman belakang. Sedangkan Budi terlihat mengusap wajahnya dengan sebelah tangannya.
"Dasar keturunan Angga, aku pikir anaknya tak akan segila itu. Tapi, untuk menjaga anak ku, aku harus coba bujuk Almira untuk dekat dengan Deril dan tidak pernah menolak Deril." Kemudian dia berlalu dari taman tersebut.
"Hari ini kamu berangkat sama Deril ya sayang." Ucap Budi untuk mendekatkan anaknya dengan Deril.
"Nggak mau yah."
Tiba-tiba Deril langsung menoleh menatap Almira dengan tatapan tajam. Hal itu membuat Budi was was.
"Gak papa sayang jangan takut, Deril tadi cuma bercanda aja sama ayah. Jadi mulai sekarang Deril akan antar jemput kamu ya sayang." Budi mencoba meyakinkan sang anak. Dan itu berhasil, kini Almira mengangguk meski dengan perasaan takut yang terus menggelayuti.
"Kalo gitu kami berangkat." Pamit deril dan langsung meraih tas dan tangan Almira.
Almira kaget mendapatkan perlakuan itu, dia hanya ikut berdiri dan terus menatap tangannya yang digenggam oleh Deril.
Sesampainya di sekolah, Almira mencoba membuka seat belt tapi susah, tanpa peringatan Deril mencondongkan tubuhnya untuk membantu Almira. Hal itu membuat napas Almira tertahan dan membuat matanya membelalak kaget menatap Deril.
"Udah, jangan lupa napas." Lalu Deril keluar dan memutari mobilnya.
Almira terkejut akan hal itu kemudian dia buru-buru ingin keluar membuka pintu, tapi Deril sudah lebih dulu membukakan pintu mobilnya untuk Almira. Disini Almira merasa pipinya mulai panas.
"Lo duluan aja ke kelas gue ada urusan di sekre basket." Tangan Deril mengusap pucuk kepala Almira.
Hal tersebut tidak luput dari pandangan orang-orang.
"Wah gila itu murid baru kemarin kan?"
"Iya bener, baru beberapa hari udah deket sama Deril."
"Eh atau emang dia udah kenal lama bahkan mereka ada hubungan, jadi Almira pindah kesini."
"Bisa jadi tuh, tapi mereka emang cocok. Kaya cerita-cerita di novel, cewe lugu sama cowok dingin beuhhh"
Begitulah respon mereka saat melihat Deril bersama Almira bersama. Hal itu juga tidak luput dari pandangan seseorang yang sudah lama menyukai Deril. Amora Pracilia, dia adalah wanita yang terus mendekati Deril selama ini.
Tangan Amora terkepal melihat adegan itu, dan mendengar bisikan-bisikan orang yang mendukung hubungan Deril bersama Almira.
"Oke let's see, siapa yang sebenarnya berhak dapetin Deril?" Kemudian Amora pergi dari sana.