NovelToon NovelToon
Jejak Luka Sang Mafia

Jejak Luka Sang Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Nikah Kontrak / Obsesi
Popularitas:20.4k
Nilai: 5
Nama Author: Sonata 85

Gavin Alvareza, pria berdarah dingin dari keluarga mafia paling disegani, akhirnya melunak demi satu hal: cinta. Namun, di hari pernikahannya, Vanesa wanita yang ia cintai dan percaya—menghilang tanpa jejak. Gaun putih yang seharusnya menyatukan dua hati berubah menjadi lambang pengkhianatan. Di balik pelaminan yang kosong, tersimpan rahasia kelam tentang cinta terlarang, dendam keluarga, dan pernikahan gelap orang tua mereka.
Vanesa tidak pernah berniat lari. Tapi ketika kenyataan bahwa ibunya menikahi ayah Gavin terkuak, dunianya runtuh. Di sisi lain, Gavin kehilangan lebih dari cinta—ibunya bunuh diri karena pengkhianatan yang sama. Amarah pun menyala. Hati yang dulu ingin melindungi kini bersumpah membalas.
Dulu Gavin mencintai Vanesa sebagai calon istri. Kini ia mengincarnya sebagai musuh.
Apakah cinta mereka cukup kuat untuk melawan darah, dendam, dan luka?
Atau justru akan berakhir menjadi bara yang membakar semuanya habis?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sonata 85, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dosa yang Tak Terlupakan

Malam sudah jatuh sempurna saat Gavin duduk sendiri di balkon rumahnya. Angin malam berembus pelan, membawa aroma tanah basah yang samar menyusup lewat celah dedaunan. Lampu taman di bawah memancarkan cahaya kuning temaram, memantul lembut di permukaan wine merah yang sudah separuh habis di gelas kristal yang ia genggam.

Langit begitu jernih, bintang-bintang tersebar seolah tahu bahwa bumi sedang penuh luka. Gavin menatap kosong ke atas, lalu meneguk wine-nya dalam sekali teguk. Botol kedua sudah habis. Kepalanya berat, bukan hanya karena alkohol, tapi juga karena ingatan yang tak kunjung tenang.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar pelan di meja. Nama "Karin" menyala di layar.

“Iya?” gumamnya, suaranya parau dan dalam, seperti terseret dari dasar dadanya.

“Kamu di mana, Sayang? Aku sudah menunggu dari tadi…” Suara Karin terdengar lembut namun getir.

“Oh… sebentar lagi sampai. Ini baru jalan ke sana,” bohong Gavin tanpa beban.

Padahal tubuhnya bahkan belum berdiri dari kursi rotan berlapis bantal putih itu. Ia menatap layar ponsel beberapa detik, lalu menaruhnya kembali, mendesah pelan. Janji yang ia buat pada Karin seminggu lalu kini terasa seperti beban. Ia tahu seharusnya malam ini dihabiskan bersama wanita itu. Tapi hatinya… pikirannya… masih tertinggal di tempat lain.

Dengan malas, Gavin berdiri. Ia mengenakan kemeja putih yang tergantung di sandaran kursi, lalu menyuruh Felix bersiap mengantar ke hotel tempat Karin menginap. Perjalanan hanya butuh sepuluh menit, karena hotel itu memang berada di tengah kota, tak jauh dari kediamannya yang megah.

Saat Gavin tiba, Karin sudah menunggunya di suite lantai lima belas. Aroma lavender dan peony memenuhi ruangan, berpadu dengan suara musik klasik dari speaker kecil di sudut ruangan. Di meja kaca, dua gelas wine telah tertuang rapi. Lilin-lilin kecil menyala redup, menciptakan nuansa romantis.

Karin berdiri dari sofa, mengenakan gaun satin tipis berwarna champagne yang memeluk tubuhnya dengan sempurna. Rambut panjangnya dikepang longgar ke samping, memberikan kesan lembut dan anggun. Tapi senyumnya memudar ketika melihat Gavin yang masuk tanpa semangat.

“Maaf,” ucap Gavin singkat.

Ia berjalan pelan, duduk di ujung tempat tidur, lalu menunduk, memijat pelipisnya.

“Aku sudah cerita semua tentang fashion show-ku padamu di telepon. Kamu ingat?”

Gavin hanya mengangguk tanpa menatapnya. Matanya tampak sayu, kepalanya bergoyang sedikit karena efek alkohol.

Karin menelan kekecewaannya. Ia mendekat, duduk di sebelah Gavin, lalu memeluknya dari samping. Tapi pelukan itu terasa dingin. Hampa. Tak ada balasan. Dalam hitungan menit, Gavin terlelap, bahkan sebelum Karin sempat mencicipi wine-nya sendiri.

Hening menyelimuti ruangan. Hanya suara detik jam dan hembusan pendingin ruangan yang menemani. Karin menatap pria yang kini terbaring di ranjang, wajahnya tenang, seolah tak membawa beban apa pun. Padahal, di balik kelopak mata itu, Karin tahu ada sosok wanita lain yang masih membayangi. Selama mereka menikah, tak sekalipun Gavin menyentuhnya. Hatinya sepenuhnya milik Vanesa.

**

Keesokan harinya, kantor Gavin yang berlantai marmer putih dan dinding kaca tinggi menjulang menerima tamu tak biasa. Vanesa datang bersama Karin. Langkah mereka beriringan, bak dua wanita sukses di dunia korporat. Vanesa tampil memesona dengan blouse silk dan celana panjang berwarna nude. Wajahnya cerah, rambutnya disanggul rapi.

Gavin berdiri kaku di depan lift saat melihat keduanya. Bukan hanya Gavin yang melongo Felix, Raga, Zidan ikut mematung. Mereka melacak keberadaan Vanesa beberapa hari ini tidak menemukannya ternyata ada di kantor bersama mereka.

Tatapannya menajam saat melihat Vanesa, dan detik itu juga darahnya seperti naik ke ubun-ubun. Tapi ia menahan diri. Senyum dingin menyungging di bibirnya.

‘Apa selama ini dia ada di perusahaanku’ batin Gavin.

“Kamu kerja di sini?” suaranya rendah, tapi tajam.

Karin menjawab sebelum Vanesa sempat buka suara. “Iya, Sayang. Dia staf baru di tim desain. Aku sendiri yang rekrut.”

Gavin menoleh tajam. “Sejak kapan?”

Karin mengangkat alis. “Satu bulan lalu. Kamu terlalu sibuk untuk tahu.”

“Satu bulan kamu sembunyikan ini dariku, Karin?”

“Aku tidak sembunyikan. Hanya… menunggu waktu yang tepat,” jawab Karin enteng, lalu menarik Vanesa menjauh, membawanya menuju ruangannya.

Vanesa tak berani menatap Gavin. Ia tahu, pria itu bisa meledak kapan saja. Tapi ia tak menyangka, sore itu, Gavin akan menunggu balas dendamnya.

Ketika Vanesa hendak meninggalkan kantor, seseorang membekap mulutnya dari belakang, lalu menyeretnya ke dalam mobil hitam mewah. Tubuhnya ditarik paksa, dan dalam sekejap, mobil itu melesat.

“Lepaskan aku! Apa yang kamu lakukan, Gavin?!”

“Diam,” sahut Gavin datar, tak menoleh sedikit pun dari layar iPad-nya.

“Aku mau pulang! Papi menungguku!”

Tak ada respons. Gavin hanya melirik arlojinya, lalu menyuruh Raga berbelok menuju rumah lamanya. Rumah itu sunyi, bangunannya klasik, penuh ukiran kayu jati dan lantai granit dingin. Tempat yang dulu jadi saksi kebersamaan mereka, kini jadi tempat penebusan dosa.

Sesampainya di dalam, Gavin membuka pintu kamar, mendorong Vanesa masuk. Ruangan itu masih sama. Tirai putih menjuntai hingga lantai, tempat tidur besar dengan seprai kelabu, dan aroma kayu manis yang dulu Vanesa suka, kini menusuk hidungnya.

“Apa yang kamu inginkan dariku, Gavin?”

“Jawab aku dulu. Kenapa kamu kerja di perusahaanku?” tanyanya, matanya menyala.

“Aku butuh uang. Aku harus bertahan.”

“Kau pikir setelah semua yang kau lakukan, kau bisa hidup normal? Aku bilang berhenti kerja di tempat itu!”

“Aku tidak bisa! Aku harus melanjutkan hidup!”

“Kalau begitu, aku akan menghancurkan hidupmu!”

Tiba-tiba, Gavin menarik Vanesa, melemparkannya ke atas ranjang, merobek kancing bajunya, dan tanpa ampun, melakukannya dengan paksa untuk kedua kalinya.

Vanesa menangis tanpa suara. Tubuhnya menggigil, tetapi ia tak melawan. Setelah semua yang ia alami, kini ia hanya ingin satu hal—bebas.

Saat Gavin selesai, ia berdiri, mengenakan kembali bajunya tanpa rasa bersalah.

“Kamu… pria paling keji yang pernah kukenal,” ucap Vanesa lirih.

“Sampai kamu dan ibumu minta maaf di kuburan ibuku, aku akan terus menghukummu,” gumam Gavin sebelum meninggalkannya begitu saja.

Vanesa berjalan terpincang keluar rumah, menghentikan ojek yang lewat, lalu menuju apartemennya. Begitu tiba, ia tak sanggup menahan air matanya.

Tangannya gemetar saat menekan nomor Papi di ponsel.

“Papi… aku sudah tak sanggup lagi. Aku ingin Gavin… mati.”

Dan di balik jendela apartemen itu, seseorang sedang memperhatikannya. Bukan Gavin. Bukan Karin. Tapi seseorang dari masa lalu… yang diam-diam menyimpan rencana yang lebih gelap dari dendam itu sendiri.

Bersambung

Jangan lupa berikan dukungan ya, dengan cara like, komen dan berikan hadiah, agar authornya semakin semangat posting banyak bab tiap hari terimakasih

1
Bella syaf
😭😭😭
Bella syaf
selalu buat aku sedih Thor 😭
Bella syaf
wahh akhirnya dia tiadaaaaa, aku senang sekali 😭
Jenny's
sama, kita juga yg baca lelah. kesel
Bella syaf
Thor rumit bgt mereka
Bella syaf
capek bgt sama konfliknya, internal gavin-vanes aja rumit ditambah kritis Maxim
Bella syaf
😭😭😅😂🤣
Bella syaf
capek Thor Maxim kapan matinya
Bella syaf
plisss jangan ada masalah lagi thorr capeekk 🥲
Bella syaf
sepanjang baca nangis Mulu ya, sedih amat cerita ini. author ny pinter bikin kata menyayat hati
Bella syaf
besar bgt cinta Gavin ya Allah 😭
Bella syaf
🥹🥹🥲
mbok Darmi
waduh siapa lagi musuh gavin apakah maxime belum mati
Bella syaf
😭😭😭😭
Bella syaf
Alhamdulillah akhirnya 😭
Bella syaf
😭😭😭 capek nangis Thor
Bella syaf
😭😭😅😂
Bella syaf
😭😭😭
Thor boleh nggak Angga mati aja?
sedih aku 😭
Bella syaf
kenapa ni kabur melulu? selamat melulu
Bella syaf
untung Angga masih bener otaknya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!