“Aku tak menyukainya. Dia sangat dingin.”
Kikan adalah wanita pendiam dan sangat tidak mudah beradaptasi terhadap laki-laki.
Namun, ibunya yang sakit-sakitan ingin sekali melihat putri semata wayangnya itu agar segera menikah.
lalu kikan mendengar kabar bahwa ia akan dijodohkan dengan teman masa kecilnya yang bernama Alka yang kini menjadi pembisnis sukses.
sudah 15 tahun mereka sama sekali tidak pernah bertemu.
Kikan dan Alka saling menyetujuhi perjodohan itu
Namun, waktu akan melakukan pertemuan antar keluarga, Alka justru malah kabur dari rumah hingga kakak kandung Alka yang sangat dingin terpaksa menggantikan pernikahan tersebut.
bagaimanakah kisah pernikahan yang akan Kikan lalui dengan laki-laki yang tak seharusnya ia nikahi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nona lancaster, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mendung
Keesokan paginya, Mendung menyelimuti sebagaian kota yang ada di Irlandia tepatnya kota Dublin, matahari terlihar nampak sedang bersembunyi. siapapun akan merasa teduh saat melihat pemandangan pagi itu, Sungguh menenangkan jiwa. Cathrine, pamit pulang kepada Kikan dan Ibu Merry. Karna ia merasa sudah satu hari merepotkan sahabatnya tersebut. Terlebih lagi, ada Reyhans, membuat Cathrine tidak enak hati jika berlama - lama tinggal di sana. Meskipun, sebenarnya, ia masih ingin sekali bersama sahabatnya tersebut. Dan, seusai Cathrine pulang, selang beberapa menit Kikan dan juga Rey berpamitan pulang. Mereka sudah berada di halaman rumah di antar oleh Ibu Merry, menuju ke mobil.
"Terimakasih banyak, Bu. maaf, kalau Kikan sudah merepotkan Ibu," ucap Rey.
"Hei, bicara apa kamu? yang merepotkan itu kamu bukan aku," saut Kikan dengan ketus.
"Kikan, sudah! Nak Rey, Ibu tidak merasa di repotkan kok, Nak. Justru Ibu malah senang kalian bisa kemari," tutur Ibu dengan tersenyum.
"Yasudah, Bu. Kikan dan Kak Rey pamit pulang, Bye ibu," pamit Kikan seraya mencium kening Ibunya. Mereka berdua sesegera mungkin masuk ke dalam mobil. Dan Rey melajukan mobilnya tersebut dengan kecepatan sedang. Suasana kala itu begitu teduh, Kikan menikmati setiap jengkal jalan yang di lalui oleh mobil suaminya tersebut.
"Apa kau suka pantai?" tanya Rey.
"Sangat suka sekali," jawab Kikan dengan melebarkan senyumnya.
"Minggu depan, aku akan menemui client di luar kota. kebetulan lokasinya berdekatan dengan ressort milik keluargaku yang berdampingan dengan tepi pantai. jadi , aku rasa, aku, akan mengajak kamu kesana sekalian berlibur," kata Rey
"Benarkah, Kak Rey akan mengajakku berlibur?" tanya dengan begitu girangnya seolah tak percaya.
"Iya ... tapi, kau jangan menyusahkanku," seru Rey menatap tajam Kikan.
"Apa aku boleh mengajak Cathrine?" tanya kikan, namun Rey hanya diam. rasanya ia enggan menjawab pertanyaan itu. Karna, sebenarnya, Rey ingin sekali hanya pergi berdua bersama Kikan.
"Kak Rey,?" panggil Kikan.
"Terserah kau saja," singkat Rey.
"Yeay, apa kau tau Kak Rey, aku sudah lama sekali ... tidak pergi ke pantai," kata Kikan dengan senang.
"Itu bukan urusanku," saut Rey dengan jutek. Kikan membungkam dan mengerucutkan bibirnya. Namun raut wajahnya terlihat begitu kegirangan, ia benar - benar senang waktu itu. sesekali kedua mata Rey melirik ke arah kikan yang masih terlihat kegirangan, ia menahan senyumnya, seakan ada kedamaian di dalam hatinya tersebut.
Rey kembali memfokuskan kemudinya. dan menambah laju kecepatan mobilnya. dan sesampainya di rumah, dirinya melihat mobil Alka sudah terpakir di halaman depan rumahnya. guratan raut wajah Rey berubah seolah tak senang, akan kedatangan adiknya tersebut.
"Dia kemari lagi," gumam Rey pelan.
"Kau bicara apa?" tanya Kikan.
"Bukan apa - apa, cepat turunlah ..." Rey memerintahnya.
Mereka berdua pun berjalan beriringan masuk ke dalam rumah, dan mereka melihat Alka sudah duduk dengan tenangnya di atas sofa ruang tamu. Alka yang kala itu melihat Kikan dan juga Kakaknya pulang, ia langsung berdiri menghampirinya. Alka memandangi Kikan dan menyapanya. Namun, Kikan tak mempedulikan akan hal itu. Kikan pamit kepada suaminya untuk masuk ke dalam kamar, Rey melirik ke arah adiknya yang sejak dari tadi tak lepas memperhatikan Kikan.
"Pagi - pagi kamu sudah kemari. ada apa?" tanya Rey.
"Kakak dari mana semalam?" tanya Alka.
"Bukan urusanmu, duduklah," ajak Rey sambil mendudukan tubuhnya di atas sofa. Alka pun mengikutinya.
"Kak, apa kau sudah menemukan investor yang tepat untuk perusahaan kita? dua bulan terakhir ini, perusahaan kita mengalami penurunan yang sangat drastis," tutur Alka dengan serius.
"Tidak usah bingung, aku akan mengatasinya," jawab Rey dengan santai.
"Kau terlalu meremehkan masalah ini, Kak." Alka menaanggapi Rey dengan kesal.
"Nanti kau juga akan tau," saut Rey. Alka pun mengiyaknnya.
"Oh iya, Kak. bagaimana hubungan mu dengan Kikan?" tanya Alka.
"Kau melihatnya bagaimana?" tanya Rey balik.
"Aku melihatnya biasa - biasa saja. lalu, kapan kau akan menceraikannya?" tanya Alka. Ia begitu sangat berharap sekali, Kikan segera berpisah dari kakaknya. Rey terdiam sejenak, ia terlihat mengepalkan tangannya dengan geram, saat mendengar perkataan adiknya.
"Nanti, aku menunggu waktu yang tepat," saut Rey.
"Kau tidak benar - benar jatuh hati kan, Kak. dengan Kikan?" tanya Alka, sekali lagi, ia ingin memastikan kakaknya. Rey semakin geram akan pertanyaan Alka. Namun sekeras mungkin, ia mencoba menahan kegeramannya.
"Aku sudah bilang, aku sama sekali tidak tertarik dengannya," seru Rey dengan penuh penekanan. Namun, tiba - tiba, Kikan sudah berada di depan Alka dan juga Rey, dengan membawa 2 cangkir teh, Kikan meletakan cangkir tersebut di atas meja. Rey memperhatikan istrinya tersebut dengan kedua mata yang begitu terkesiap. Mungkin, Kikan mendengar semua percakapan mereka. namun ia seolah tak mendengarnya. Kikan pun segera berlalu meninggalkan Kakak beradik itu.
"Apa dia mendengarnya?" gumam Rey dalam hati, ia memperhatikan Kikan yang berjalan ke dalam, Rey menelan salivanya dengan begitu susah payah.
Kikan berjalan masuk ke dalam dapur dan meletakan nampan yang sedang ia bawa. Ia memegangi dadanya akan perasaannya yang begitu kacau.
"Seharusnya aku sudah tau," gumam Kikan dalam hati. Ia mencoba tersenyum menyembunyikan kesedihannya. Demi apapun, perasaan Kikan begitu terluka mendengar percakapan yang tak sengaja ia dengar. Lalu, Kikan kembali ke dalam kamarnya. dan ia duduk di atas tepi tempat tidur, perkataan Rey yang sempat ia dengar masih terngiang jelas di telinganya. Sesakit itukah? bahkan Kikan tidak pernah merasakan perasaan seperti ini. Sebelumnya.