Tentang Dukun Santet Legendaris — yang berjaya dalam Mengusir Belanda, Tiga Abad Silam.
Tapi nasibnya berakhir tragis: dibakar hidup-hidup hingga arwahnya gentayangan
Sampai tahun 2025..
Jiwa LANANG JAGAD SEGARA:
tiba-tiba tersedot ke dalam tubuh ADAM SUKMA TANTRA, seorang INTERPOL Jenius, Muda dan Tampan.
Syarat tinggal di tubuh itu: cari dalang di balik pembunuhan Adam.
Maka dimulailah petualangannya menyelidiki kasus-kasus kriminal dengan cara aneh: Lewat Santet, Jimat Ghoib, dan Mantra Terlarang yang tak sesuai zaman. Tapi, justru cara kuno ini paling ampuh dan bikin partnernya cuma bisa terpana.
“Lho, kok jimatku lebih nendang daripada granat?!” — ujar Lanang, si Dukun Gaptek yang kini terjebak dalam lumpur misteri masa lalu.
Sanggupkah ia mewujudkan keinginan Jiwa asli sang pemilik tubuh?
Atau jangan-jangan justru terhantui rasa bersalah karena ternyata, penyebab Matinya Adam masih....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuni_Hasibuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Musuh yang Setara, Awal mula Penderitaan.
***
Tak lama berselang...
Bryan merasakan denyut aneh di udara, seperti tegangan listrik sesaat sebelum petir menyambar. Entitas di dalam tubuh Lanang bergetar liar, mendesis penuh kelaparan dan keserakahan. Ia seperti binatang buas yang melihat mangsanya—para serdadu Belanda di kejauhan—dan tak sabar untuk menerkam.
Tanpa pikir panjang, Lanang bersiap melancarkan serangannya. Bibirnya komat-kamit merapal mantra kuno, memanggil hujan deras dan badai petir sekaligus. Itu semua untuk kamuflase, untuk mengaburkan pandangan dan memberi ia kesempatan menghabisi musuh di tanah terbuka itu.
Namun, sesuatu yang tak terduga terjadi. Alih-alih mengalir keluar, kekuatan itu berbalik menusuk ke dalam. Getaran mengerikan dan menyakitkan mengguncang seluruh tubuhnya.
Geledarrrr...!
Sebilah petir menyambar bumi tepat di dekat kakinya,menghancurkan tanah dan membakar udara. Lanang terlempar beberapa langkah, napasnya tercekat. Matanya membelalak, bingung. Mengapa ajiannya memberontak? Mengapa kekuatannya sendiri tak lagi patuh?
Bryan menelan ludah. Entah bagaimana, ia seolah memahami, bahwa entitas di dalam Lanang sedang rapuh, lemah bagai singa yang kelaparan. Kekuatannya tak stabil, sulit dikendalikan. Mungkin karena sudah terlalu lama tidak diberi "makanan" yang ia inginkan, yaitu jiwa manusia. Dan kini, saat paling dibutuhkan, ia justru kehilangan kendali.
Tapi ternyata, itu bukan satu-satunya alasan.
Tiba-tiba, dari balik barisan serdadu Belanda di ujung lapangan, sebuah suara asing terdengar menggema. Suara wanita, terdengar lantang dan jelas, melantunkan mantra dalam bahasa yang sangat tua dan asing. Setiap katanya bergetar di udara, terasa berat dan penuh kuasa.
Bryan segera menoleh. Di sana, berdiri seorang wanita berkulit gelap pekat, dengan postur tegap dan anggun. Matanya berkilau aneh, memancarkan wibawa magis yang kuat. Tangannya menari-nari di udara, menuliskan simbol-simbol gaib yang berpendar cahaya keemasan.
Melihat simbol-simbol itu, entitas dalam tubuh Lanang langsung meraung kesakitan, seakan tersiram air keras. Bryan pun merasakan panas yang membakar, diikuti oleh rasa takut dan amarah yang tiba-tiba. Kekuatan wanita itu begitu murni, begitu terang, dan langsung menekan inti kegelapan yang bersemayam di dalam Lanang.
Tapi sang entitas tidak mau menyerah. Meski lemah, ia memberontak. Pertarungan gaib pun tak terhindarkan.
Api menyala dari tangan Lanang, tetapi dipadamkan oleh angin puyuh yang dipanggil wanita itu. Suara-suara gaib saling bentur, mengguncang udara, menciptakan gelombang tekanan yang terasa hingga ke tulang.
Namun, Bryan bisa merasakan dengan jelas, kalau entitas itu sedang dalam kondisi terburuk. Ia lapar, lemah, dan tidak seimbang. Serangannya tak teratur, penuh emosi, dan justru memperlihatkan banyak kelemahan.
Dan akhirnya, kekalahan itu datang.
Sang entitas terpukul mundur, meraung kesakitan sebelum akhirnya terhuyung-huyung, menyelamatkan diri ke sudut paling gelap dan dalam dari jiwa Lanang. Ia tidak lenyap, hanya bersembunyi. Menunggu. Memulihkan diri untuk kesempatan berikutnya.
.
.
Bryan terengah-engah, meski ia sadar betul ini hanyalah kilasan ingatan. Namun, rasa sakit yang ditanggung Lanang terasa begitu nyata baginya. Ia merasakan setiap guncangan, setiap gemetar yang mengguncang tubuh Lanang, menahan beban kekalahan yang pahit dan menyiksa.
Di hadapan mereka, musuh semakin banyak berdatangan. Situasi berubah drastis, menjepit, tanpa celah untuk melarikan diri.
“Eindelijk… musuh besar kita akhirnya tumbang!” seru seorang perwira Belanda dengan suara penuh kemenangan.
"Ya! Dia memakan umpan kita. Akhirnya kita menang!"
Teriakan itu disambut sorak-sorai gegap gempita dari para serdadu Belanda. Bryan baru menyadari kebenaran yang pahit: semua ini sudah direncanakan. Mereka menjebak Lanang dengan sempurna.
Sebuah pikiran mengerikan menyelinap dalam benak Bryan,
'Apakah wangsit yang turun saat Lanang mencari jalan keluar dulu… adalah kiriman dari wanita itu?'
Bryan menggigil, bukan karena dingin, tetapi karena rasa sakit yang ia rasakan bersama Lanang, saat tubuhnya dihempaskan ke tanah, diikat dengan kasar, dan diseret tanpa ampun.
Sorak-sorai kemenangan para serdadu masih bergema, memenuhi udara dengan euforia seolah mereka baru saja menaklukkan iblis yang telah meneror mereka selama bertahun-tahun.
Tubuh Lanang dilemparkan ke dalam kegelapan sebuah penjara bawah tanah. Udara di sana lembab, pengap, dan dipenuhi bau anyir yang menusuk hidung. Waktu kehilangan maknanya; siang dan malam menyatu dalam kegelapan yang sama. Yang tersisa hanyalah siksaan lapar, haus, serta luka di jiwa dan raga yang tak kunjung sembuh.
.
.
Sementara di masa kini... Kesadaran Lanang yang asli justru tengah terjebak. Ia telah mencoba melakukan ritual untuk menggali ingatan Bryan, tetapi gagal. Segalanya terhalang oleh sebuah pintu kokoh yang terbuat dari kayu jati, pintu yang ia kenal betul. Itu adalah gerbang Kadipaten Wira Wangsa, tempat sang Adipati Sengkala Dana memerintah.
Kenapa dia terus terjebak di sini? Kenapa ada kekuatan yang bisa menahannya dari Ritual Intra Pati? Berkali-kali dia mencoba melawan, tapi nihil tiada hasil.
.
.
Kembali pada Bryan... Dalam kilasan ingatan itu, ia terus merasakan penderitaan Lanang. Pikirannya hampir hancur, menyatu dengan keputusasaan Lanang. Kesadaran nyaris hilang, ketika sesuatu yang lebih mengerikan bangkit.
Entitas di dalam diri Lanang mengamuk. Ia meraung kelaparan.Setiap detik, setiap helaan napas Lanang, diiringi oleh bisikan haus darah yang tak henti-hentinya. Bryan mendengar suaranya dengan jelas—parau, penuh amarah, mendesak untuk dilepaskan.
Lanang berusaha melawan. Berkali-kali ia merapal mantra, mencoba melepaskan kekuatan gelapnya untuk membantai para serdadu Belanda. Namun, setiap kali ia mencoba, kekuatannya terpental, seakan mentok pada dinding tak kasat mata yang melindungi musuhnya.
Bryan akhirnya paham, itu adalah ulah wanita berkulit hitam tadi. Lanang di masa lalu mungkin bingung, tidak tahu dari mana asal wanita itu dengan kulit hitamnya yang mengkilap dan begitu kontras dengan serdadu Belanda.
Tapi Bryan, sebagai seorang Interpol dari masa kini, langsung tahu. Wanita itu pastilah didatangkan dari Afrika. Mungkin sengaja dipanggil oleh Belanda khusus untuk menghadapi Lanang, untuk melindungi mereka dari serangan gaibnya.
Mata wanita itu setajam bara api, dan Bryan bisa merasakan kekuatan leluhur kuno yang bersemayam di dalam dirinya. Tidak heran entitas dalam tubuh Lanang dibuat tak berdaya.
Namun, Bryan merasakan ada niat yang lebih jahat dan dalam. Wanita itu bukan sekadar perisai bagi Belanda, ia ternyata menyimpan agenda tersendiri. Setelah berhasil melumpuhkan Lanang, ia berulang kali mendatangi penjara bawah tanah itu.
Dia hanya duduk di luar jeruji besi, ketika Lanang sudah ia buat tak sadarkan diri. Di luar sana, ia hanya melantunkan mantra-mantra aneh dengan suara yang mendayu-dayu. Ia tidak berbicara langsung kepada Lanang, melainkan kepada sesuatu yang bersemayam di dalam tubuhnya, yakni entitas gelap yang selama ini menjadi sumber kekuatannya.
“Bergabunglah denganku… Lepaskan tubuh lemah ini,” bisiknya, manis namun menusuk. “Kau akan bebas… kau akan berkuasa…”
Bryan merinding. Ia bisa merasakan getaran liar dalam diri Lanang, bagaimana entitas itu beresonansi, tergoda oleh bujuk rayuan yang penuh janji kosong. Dan perlahan, di tengah kelemahan Lanang, entitas itu mulai menuruti panggilan wanita itu.
Malam-malam berikutnya berubah menjadi mimpi buruk yang nyata bagi rakyat pribumi. Bryan mendengar kabar-kabar burung yang samar, orang-orang desa meraung kesakitan, tubuh mereka hancur tanpa bekas luka yang jelas. Anak-anak ditemukan tercekik di udara seolah ada tangan tak kasatmata yang merenggut mereka dari pelukan orang tua.
Api tiba-tiba membakar di tengah sawah yang hijau. Semua itu bukan ulah Lanang yang sadar, melainkan entitas yang kini telah lepas kendali, menggunakan kekuatan wanita Afrika itu sebagai saluran untuk mewujudkan nafsu kelaparan dan kebenciannya.
Sementara itu, Lanang? Ia tetap terkurung dalam kegelapan, lemah, dan bahkan tidak menyadari bahwa entitasnya telah keluar dari tubuhnya, berubah wujud menyerupai dirinya, dan diperalat untuk meneror rakyat yang selama ini ia bela mati-matian.
Tiga bulan berlalu dalam siklus penderitaan yang tiada henti. Lanang terpuruk dalam penjara, sementara sang entitas merajalela, memangsa rakyat pribumi untuk melampiaskan rasa laparnya. Dan semuanya dilakukan dalam wujud Lanang.
***
seru dan menyeramkan.
tapi suka
semakin seru ceritanya