Seorang wanita muda bernama Misha, meninggal karena tertembak. Namun, jiwanya tidak ingin meninggalkan dunia ini dan meminta kesempatan kedua.
Misha kemudian terbangun dalam tubuh seorang wanita lain, bernama Vienna, yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Rian. Vienna meninggal karena Rian dan Misha harus mengambil alih kehidupannya.
Bagaimana kisahnya? Simak yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bingungnya Jo
Dua mobil melaju dengan kencang. Suara sirine ambulance memecah keheningan. Jalanan pagi itu sudah tak sepadat sebelumnya, sehingga mobil ambulance dapat membelah jalanan dengan mudahnya dan dapat melaju begitu lenggang. Begitu pun mobil yang mengikutinya. Mobil yang telah menabrak Tika.
Tika langsung dibawa ke Rumah Sakit terdekat. Kini Tika sudah berada di Ruang IGD tepatnya di ruang obgyn dan sedang menjalani pemeriksaan. Darah segar masih keluar dari area bawah perut.
Dokter obgyn dengan sigap memeriksa rekam jantung bayi dan melakukan USG. Di ruang tersebut juga terdapat perawat yang membantu membersihkan serta menangani luka-luka yang Tika dapat.
Setelah dokter melakukan pemeriksaan, dokter tersebut keluar dari ruangan guna bertanya perihal wali dari pasien.
"Dengan keluarga pasien bernama Tika."
Laki-laki yang tak sengaja menabrak Tika pun bangkit dari duduknya.
"Saya, Dok. Saya yang akan bertanggungjawab atas pasien."
Dokter mengangguk.
"Begini, Pak. Dari hasil pemeriksaan, janin yang berada dalam kandungan Ibu Tika tidak dapat diselamatkan. Sepertinya karena benturan yang sangat keras sehingga mengakibatkan Ibu Tika mengalami pendarahan hebat. Ibu Tika perlu menjalani kuretase. Karena Bapak yang bertanggungjawab, mohon Bapak segera mengurus semuanya di ruang administrasi, agar kami bisa secepatnya menangani pasien."
Deg.
'Apa? Berarti saya sudah membunuh janin tersebut?' Batinnya.
Laki-laki tersebut benar-benar gugup, rasa bersalah semakin menghantuinya. Tapi, dengan cepat dia merubah ekspresi wajahnya ke setelan awal.
"Baik, terima kasih. Kalau begitu saya akan langsung mengurusnya." Jawabnya.
Bagaimana Dokter bisa mengetahui nama pasien? Jelas dari laki-laki yang tak sengaja menabrak Tika. Karena laki-laki yang telah menabrak Tika adalah Sekretaris Jo.
Tempat tinggal Jo memang satu komplek dengan Fani dan Ferdi. Hanya saja jaraknya memang agak berjauhan, meskipun terbilang masih satu komplek, namun Jo sama sekali tidak terlalubmengenal siapa itu Ferdi.
Dokter pun membalikkan badan dan masuk kedalam ruangan kembali sementara Jo pergi ke ruang administrasi untuk mengurus keperluan.
*****
"Tumben Sekretaris Jo belum terlihat batang hidungnya, Fan?" Tanya Harja.
Harja penasaran, karena biasanya sebelum dia pergi, Jo ini selalu datang lebih awal dan selalu menyapa dirinya. Bahkan dia selalu menunggu dirinya di parkiran sebelum naik ke atas. Tapi sampai sekarang Harja tidak melihat keberadaan Jo.
Sementara Refan yang sedari tadi sibuk melihat layar laptopnya beralih menatap Papanya yang sedang duduk santai di sofa sambil menikmati kopinya.
Mereka berdua sudah tiba di Kantor sejak tadi. Tapi, biasanya Sekretaris Jo sudah tiba lebih dulu dari Refan. Dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul 09.30 WIB, namun belum ada tanda-tanda Sekretaris Jo datang ataupun memberikan kabar.
"Tidak tahu, Pa. Sedari tadi juga tidak ada kabar. Apa sedang terjadi sesuatu ya?" Refan merasakan filling kurang mengenakkan.
"Coba kamu hubungi dia. Papa begitu hafal dengan Jo, dia anak yang disiplin."
Refan pun mengotak-atik ponselnya lalu menghubungi Jo.
Panggilan tersambung.
[Halo, selamat pagi menjelang siang, Tuan!]
"Kamu dimana?"
[Maafkan saya, Tuan. Saya sedang mengalami musibah. Saya harus bertanggungjawab sebagai wali karena saya tidak sengaja menabrak seseorang. Saat ini saya sedang berada di Rumah Sakit Lirik sana Lirik sini. Tapi, Anda pasti terkejut siapa yang telah saya tabrak.]
"Memangnya siapa yang telah kamu tabrak?"
[Mantan istri, Anda Tuan. Maafkan saya.]
'Jo menabrak Tika? Bagaimana bisa?' Batin Refan.
"Hm, baiklah. Kalau begitu kamu urusi masalahmu dulu."
[Baik, Tuan.]
Tut.
Panggilan pun terputus.
"Gimana?"
"Jo sedang mengalami musibah, Pa. Dia tidak sengaja menabrak seseorang. Dan sekarang dia sedang mengurus semuanya. Karena dia harus bertanggungjawab."
Harja mengangguk.
"Di Rumah Sakit mana dia berada?"
Refan mengerutkan keningnya. "Rumah Sakit Lirik sana Lirik sini, Pa. Apa Papa ingin menyusulnya?"
Harja menggeleng.
"Tidak. Tapi, Pak Sapto, supir Papa juga dirawat disana. Lebih baik kita nanti juga segera menjenguknya. Kasihan dia. Baru juga masuk kerja sudah kena musibah juga dia."
Refan nampak manggut-manggut mengerti.
*****
Pukul 13.00 WIB. Tika sudah selesai menjalani kuretase. Kini Tika sudah dipindahkan ke ruang inap. Jo memilih ruang VIP agar lebih privasi. Jo nampak bingung. Dia duduk menunduk dikursi tunggu samping tempat tidur, Tika. Dia menunggu Tika yang sedang terbaring lemah.
Tiba-tiba saja pikirannya buntu. Dia merasa begitu bersalah karena telah membuat Tika keguguran. Dia kini sudah di cap sebagai pembunuh. Dia sudah menghilangkan nyawa bayi yang tidak berdosa, bayi yang seharusnya tumbuh dengan baik didalam kandungan.
Jo takut karena musibah ini akan membuat Tika menjadi stress.
"Saya harus bagaimana? Bagaimana kalau wanita ini nanti sudah sadar? Apa yang harus saya katakan?" Tanya Jo lirih pada dirinya sendiri.
Memang musibah itu murni bukan kesengajaan. Namun, kenapa harus sampai menghilangkan nyawa?
Jo memandang Tika yang penuh luka. Bahkan wajahnya saja penuh dengan perban.
"Astaga kenapa pikiran saya menjadi kacau begini. Lebih rumit masalah ini dibanding urusan kantor. Apa saya harus bertanggungjawab sepenuhnya? Tapi, dia mantan istri Bos saya. Ya Ampun. Saya benar-benar merasa frustasi."
Jo mengacak rambutnya dengan kasar.
Bagaimana dia mau bertanggungjawab penuh. Diusianya yang sudah matang ini saja dia belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Apalagi mengurus seorang wanita!
Jo terlalu gila kerja sehingga dia tidak pernah memikirkan urusan hatinya.
Jo yang merasa kepalanya begitu berat mencoba menyandarkan kepalanya di tepi tempat tidur Tika. Namun, entah kenapa lama-lama dia memejamkan matanya.
3 jam kemudian. Jo merasakan ada yang menyentuh rambutnya. Sehingga dia membuka matanya yang masih terasa berat. Ternyata jemari tangan Tikalah yang bergerak.
Jo menatap Tika. Jo menangkap setetes air keluar dari mata Tika.
"Apa dia menangis?" Tanya Jo.
Jo masih menatap Tika. Menunggu pergerakan selanjutnya. Tiba-tiba mata Tika terbuka dengan perlahan. Jo nampak gelagapan karena bingung setelah ini dia harus apa.
Tika melirik Jo.
Jo yang sudah dilanda tasa gugup dan dihujani keringat dingin, berubah menjadi kebingungan kala Tika bersuara.
"Kamu siapa?"
Jo tak menjawab pertanyaan Tika.
"Saya dimana?" Nampak kedua mata Tika memindai ruangan tersebut.
"Kamu siapa? Dan saya siapa? Kenapa saya berada diruangan ini?"
Deg.
Tiba-tiba jantung Jo terhenti sejenak.
'Apa dia hilang ingatan? Apa saya harus berpura-pura atau mengarang cerita bahwa saya tidak tahu dan hanya menolongnya?' Batin Jo. Jo benar-benar merasa menjadi manusia paling bod0h didunia.
Bingung dengan pikirannya sendiri, Jo langsung menekan tombol yang terhubung langsung dengan ruang perawat.
Tak lama kemudian Dokter datang disusul dengan dua orang perawat.
"Pasien sudah sadar."
Jo menganggukkan kepalanya.
Kedua perawat langsung memeriksa Tika.
"Dokter, tadi pasien seperti hilang ingatan. Apa terjadi sesuatu?" Tanya Jo pada Dokter.
"Bisa jadi. Karena benturan yang keras hal itu bisa saja terjadi. Tapi, dari hasil CT scane, kepala pasien tidak terjadi hal yang perlu dikhawatirkan. Saya akan memeriksa pasien dengan bertala. Agar nanti kita bisa mengetahui secara jelasnya."
Jo hanya bisa menganggukkan kepalanya.
Dokter beralih menatap Tika.
"Apa yang Anda rasakan saat ini?"
"Saya hanya merasa kepala saya sedikit berat, Dok." Jawab Tika.
Dokter pun mengangguk.
"Bagaimana?" Tanya Dokter pada kedua perawat.
"Tensi darah normal, Dok. Detak jantung juga normal." Ucap perawat.
Dokter mengangguk.
"Nanti saya akan datang kesini lagi, Pak. Nanti saya akan mengajak dokter ahli agar lebih jelasnya. Karena saat ini Dokter spesialisnya sedang melakukan tindak operasi. Jadi harus menunggu beliau selesai dengan pekerjaannya."
"Baik, terima kasih, Dok."
Dokter pun berlalu pergi begitu juga dengan kedua perawat.
Jo kembali menatap Tika. Tanpa sadar Tika juga menatap Jo.
'Astaga, tatapan itu. Tatapan sendu. Saya menjadi kasihan dengan wanita ini.' Ucap Jo dalam hati.
kira kira siapa ya musuhnya....rian apa adik angkat si harja
trus knp ponaan kan sepupu itu anak adik angkatnya ayah refan