Kau sewa aku, Kudapatkan cintamu
Semua berawal dari selembar kertas perjanjian.
Ia hanya butuh uang, dan pria itu hanya butuh istri… meski sementara.
Dengan tebusan mahar fantastis, mereka terikat dalam sebuah **pernikahan kontrak**, tanpa cinta, tanpa janji, hanya batas waktu yang jelas. Namun, semakin hari, batas itu mulai kabur. Senyum kecil, perhatian sederhana, hingga rasa yang tak pernah mereka rencanakan… pelan-pelan tumbuh menjadi sesuatu yang tak bisa disangkal.
Penasaran dengan kisahnya? Yuk ikuti ceritanya...
jangan lupa kasih dukungannya ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part. 31- Benih-benih cintrong
Ya, dalam hati kecil Arga tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Seringnya melihat kedekatan Keira dan Riko membuatnya tak nyaman. Tapi ia seakan enggan mengakui perasaan itu dan hanya bersikap dingin seperti biasanya.
Namun, semakin Arga memungkiri perasaannya, maka kedekatan Keira dengan Riko semakin di curigai oleh orang-orang di sekitar, jika mereka memiliki hubungan spesial.
____
______
Satu waktu, Keira baru saja keluar dari kelas bersama Riko. Mereka masih tertawa kecil karena tadi di kelas Keira sempat salah menjawab soal dan langsung dijadikan bahan candaan Riko.
“Serius, tadi ekspresimu waktu salah jawab itu priceless banget! Aku nggak bakal lupa sampai lulus nanti," ujar Riko seraya menepuk pundak Keira.
Spontan Keira langsung melotot dan pura-pura marah. “Halah! Kamu jangan macam-macam, nanti aku yang bikin kamu salah jawab di depan dosen!”
Mereka pun tertawa lagi. Tapi beberapa mahasiswa yang lewat melirik dengan tatapan kepo dan bisik-bisik pun mulai terdengar.
“Itu Keira kan? Kayaknya sekarang deket banget sama Riko.”
“Iya. Mereka sering bareng. Wah, jangan-jangan ada sesuatu nih?”
Bisik-bisik itu cepat menyebar. Ada yang menatap iri, ada juga yang mulai bergosip lebih liar dan mengada-ngada.
Beberapa menit kemudian, Arga baru saja keluar dari ruang dosen ketika telinganya menangkap suara mahasiswa yang sedang berbisik tentang Keira dan Riko.
“Kalau bener mereka jadian, kayak cocok sih. Sama-sama pinter, sama-sama aktif.”
“Eh tapi Keira terlalu agresif gak sih? Buktinya, dia bisa secepat itu ngedapetin hati Riko."
Arga langsung menghentikan langkahnya dan rahangnya pun mengeras. Ia menoleh sekilas ke arah suara itu, tapi tidak berkata apa-apa.
Saat malam hari di rumah besar keluarga Arga, Keira sibuk menata buku di meja belajarnya. Lalu Arga masuk ke kamar dengan wajah yang dingin, sedangkan jasnya masih melekat di tubuhnya.
Melihat kedatangan Arga, Keira pun menoleh lalu berkata dengan ceria. “Wah, pulang telat lagi ya. Capek banget, Pak dosen? Aku tadi beli kue di kampus, mau coba?”
Arga tidak langsung menjawab. Ia hanya menaruh jasnya di kursi, lalu berdiri sambil menatap Keira cukup lama.
“Kenapa lihat aku kayak gitu?” tanya Keira seraya mengernyitkan dahinya.
“Kamu nyaman ya, sama Riko?” tanya Arga.
Keira agak terpaku dengan pertanyaan Arga itu, lalu ia tertawa kecil. “Haha... Hah? Itu maksudnya apa? Aku sama dia cuma temen, tuan dingin. Nggak lebih.”
Arga menyilangkan tangannya dan menatap Keira dengan tajam. “Gosip di kampus udah lain. Mereka bilang kamu dan Riko… dekat. Bahkan terlalu dekat.”
Keira agak terkejut, tapi ia lantas bicara dengan santai. “Ya ampun, gosip! Kamu kan tau sendiri mulut mahasiswa itu kadang suka lebay. Kenapa kamu sampai mikirin gitu sih?”
“Aku nggak suka lihat kamu terlalu sering sama dia," spontan Arga.
Keira tercekat, lalu mengerjapkan matanya beberapa kali sedangkan senyumnya belum sepenuhnya hilang. “Kita kan… emmm... Maksudku, Kenapa kamu peduli?”
Suasana kamar seketika hening. Arga tidak langsung menjawab dan hanya menatap Keira dengan sorot mata yang sulit ditebak, antara marah, cemburu, atau bingung pada dirinya sendiri.
"Hahhhh...." Keira menghela napas, lalu menunduk. “Udahlah, aku capek. Aku mau tidur duluan.”
Keira pun berbaring di kasur dengan posisi membelakangi Arga. Sementara Arga berdiri kaku sambil terus menatap punggung Keira.
Deh deg!! Deg deg!! Deg deg!!!
"Ya ampun! Jantungku kenapa? Kenapa berdetak sangat cepat?," batin Keira seraya menyembunyikan tubuhnya di bawah selimut.
Pagi harinya...
Keira baru selesai merapikan selimut ketika Arga keluar dari kamar mandi dengan kemeja putih yang sudah rapi, tapi wajahnya tampak serius.
Keira sempat tersenyum, tapi senyumnya memudar saat Arga bicara tanpa basa-basi. “Keira, aku mau kamu bisa jaga sikap. Jangan pecicilan apalagi sama pria lain.”
Keira yang sedang menyisir rambutnya langsung menghentikan gerakannya. Ia langsung menoleh dengan alis yang terangkat.
“Pecicilan? Maksudmu aku ini nggak tau aturan gitu? Seenaknya main sama cowok?” tanya Keira dengan suara yang meninggi seraya menyipitkan matanya.
“Aku nggak bilang gitu. Aku cuma minta kamu hati-hati. Kamu istri dari keluarga Mahendra, statusmu jelas. Orang-orang melihat setiap gerakanmu.”
"Huh!" Keira mendengus, lalu meletakkan sisirnya dengan keras di meja rias.
“Status istri kontrak, maksudmu? Jadi aku harus diam aja? Jalan lurus, kaku, kayak robot? Pak dosen, aku ini manusia, bukan patung," ujar Keira sembari menyilangkan tangannya.
“Kamu terlalu bebas. Dan kalau kamu nggak sadar diri, gosip bisa makin liar. Itu yang aku maksud.”
Keira menatap Arga tajam karena emosinya terpancing. “Gosip? Jadi kamu lebih peduli sama omongan orang daripada aku sendiri? Aku nggak ngapa-ngapain! Kamu aja yang selalu mikir aneh. Lagipula, di kampus itu gak yang tau kalau aku sudah menikah."
Suasana kamar pun menegang. Keduanya saling menatap dan tak ada yang mau mengalah. Hingga akhirnya Arga berkata lagi dengan suara yang lebih tenang dan pelan.
"Keira, semua ini demi kebaikanmu. Kamu nggak mau keluargaku tau tentang… hubungan kita yang sebenarnya, bukan?”
Keira tidak menjawab karena memang tak ingin bicara.
Arga lalu melangkah mendekati Keira, “Dan apa jadinya kalau mereka tau, menantu kesayangan yang mereka banggakan justru kedekatannya jadi bahan gosip dengan pria lain?”
Kalimat itu membuat Keira terbelalak. Dadanya tiba-tiba berdebar dengan keras. Bukannya marah, wajahnya justru memanas, bahkan pipinya pun merona.
Menyadari perasaannya, Keira pun buru-buru menunduk dan pura-pura sibuk merapikan ujung selimut agar Arga tidak melihat raut wajahnya.
“Huh… kamu ini kalau ngomong, suka bikin orang salah paham," seru Keira yang berusaha menyembunyikan senyum malunya.
“Anggap saja peringatan, Keira. Aku nggak mau hal kecil jadi masalah besar," tegur Arga.
“Iya deh, Tuan Dosen yang sok serius…”
Arga sempat menoleh dan hampir menegur lagi, tapi ia memilih berjalan keluar kamar lebih dulu. Sementara Keira berdiri mematung, sambil menekan dadanya yang masih berdegup kencang.
“Aduh Keira… kenapa malah senyum-senyum? Dasar, bodoh banget sih kamu," batinnya.
**
Di ruang makan keluarga sudah tercium aroma sup ayam dan roti panggang. Kakek duduk di kursi utama dengan wajah teduhnya, sementara beberapa ayah dan ibu sudah mengambil tempat masing-masing.
Arga turun bersama Keira dan tampak biasa saja, tetapi Keira justru terlihat sedikit berbeda. Senyumnya terus mengembang sambil sesekali melirik Arga yang fokus berjalan.
"Selamat pagi, Kek," sapa Keira sambil membantu menuangkan teh hangat ke cangkir kakek.
"Pagi, cucuku. Wah, senang sekali kakek lihat kamu selalu sigap begini," balas Kakek tersenyum puas.
Tak lupa Keira pun menyapa ayah dan ibu mertuanya, lalu tanpa diminta ia juga meraih piring kosong di depan Arga.
"Ini, aku ambilkan," katanya sembari menyendokkan lauk untuk laki-laki bergelar suaminya itu.
Arga sempat melirik Keira dengan sedikit heran. Biasanya gadis itu hanya fokus pada piringnya sendiri, tapi kali ini ia begitu perhatian.
"Terima kasih," ujar Arga singkat, suaranya datar namun matanya menatap sekilas lebih lama dari biasanya.
"Aduh, manis sekali lihat kalian. Baru menikah memang beda ya… Keira, kamu pandai sekali merawat suami," komentar ibu Widia seraya tersenyum.
Keira pun tersipu lalu menunduk sambil menyibukkan diri menata piring. "Ah… biasa saja, Ibu. Kebetulan tadi lagi pengen membantu."
Namun, kakek yang memperhatikan tingkah keduanya hanya mengangguk senang. "Bagus… rumah tangga memang butuh saling perhatian. Kakek suka melihat kalian begini, kompak."
Keira lalu menoleh pada Arga dan tersenyum padanya. "Kamu mau tambah nasi?" tanyanya.
Arga merasa sedikit aneh, tapi ia lalu mengangguk. "Boleh."
Keira pun segera menuangkan nasi ke piring Arga dengan cekatan. Hingga keluarganya saling bertukar pandang dan merasa puas melihat kebersamaan pasangan itu. Bagi mereka, Arga yang biasanya dingin kini tampak lebih hangat karena ada Keira di sisinya.
"Ada apa dengannya?."
BERSAMBUNG...