Namanya Diandra Ayu Lestari, seorang perempuan yang begitu mencintai dan mempercayai suaminya sepenuh hati. Baginya, cinta adalah pondasi rumah tangga, dan persahabatan adalah keluarga kedua. Ia memiliki seorang sahabat yang sudah seperti saudara sendiri, tempat berbagi rahasia, tawa, dan air mata. Namun, sebaik apa pun ia menjaga, kenyataannya tetap sama, orang lain bukanlah darah daging.
Hidupnya runtuh ketika ia dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai, suaminya, dan sahabat yang selama ini ia anggap saudara.
Di tengah keterpurukannya ia bertemu ayah tunggal yang mampu membuatnya bangkit perlahan-lahan.
Apakah Diandra siap membuka lembaran baru, atau masa lalunya akan terus menghantui langkahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon nyonya
"Pak Gerald, perkenalkan Bu Diandra-salah satu klien prioritas kita," ujar pengacara keluarga Diandra yang langsung berdiri dan menyambut kedatangan Gerald di ruangan itu.
"Ternyata bu guru orang tersebut," ujar Gerald. Ia sedikit terkejut tahu bahwa salah satu klien besar mereka adalah Diandra. Banyak aset yang pengacaranya pegang atas nama keluarga Diandra dan itu sudah bertahun-tahun.
"Iya Pak, sayangnya bu Diandra jarang terlibat dan mempercayakan sepenuhnya pada kantor hukum Michio."
"Tenang saja Bu Diandra, aset ibu aman di kantor kami," jawab Gerald penuh keyakinan.
"Saya lega mendengarnya." Diandra ikut tersenyum.
Dia dan Gerald berjalan beriringan keluar dari ruangan itu menuju lobi kantor.
"Untuk mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan harus ...."
"Kita nggak perlu membahasnya sekarang Pak, ada Abian di antara kita," potong Diandra.
"Maaf saya terlalu bersemangat." Gerald mengaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia greget dan ingin segera melempar Ramon ke lembah kesengsaraan, terlebih setelah tahu orang yang Ramon sakiti adalah anak kecil yang dulunya selalu menempel layaknya lem tikus.
Gerald menyadari bahwa Diandra adalah anak kecil itu saat pertemuan pertama mereka bertiga di rumah sakit, belum lagi setelah mengetahui nama panjang Diandra - Diandra Ayu Lestari.
"Nggak apa-apa." Diandra mengangguk pelan, kini ia beralih pada Abian yang berjalan di tengah-tengah mereka. Abian sejak tadi menarik-narik tangannya seolah ingin mengatakan sesuatu.
"Kenapa Bian?"
"Bu gulu kenapa nda masuk sekolah?"
"Bu guru ada urusan, Sayang."
"Bian sedih."
"Besok bu guru masuk kok, Bian nggak boleh sedih. Kan semua gurunya baik." Diandra mengelus kepala Abian dan itu semua tidak luput dari perhatian Gerald. Selama ini yang ia tahu putranya tidak suka orang lain mengelus kepalanya, tetapi bocah itu tidak marah ketika yang melakukannya adalah Diandra.
Jangankan orang asing, Hansen pun tidak bisa melakukan itu padahal mereka hampir bertemu setiap hari.
"Mau lihat keluarga bahagia?" celetuk Grace entah darimana langsung memeluk lengan Diandra. Wanita itu segera memperlihatkan layar ponselnya di mana ada Gerald, Abian dan Diandra.
"Grace!" tegur Gerald.
"Apasih kak."
"Jangan suka seenaknya, belum tentu orang lain suka dengan candaanmu."
"Iya-iya ini aku hapus ...."
"Nggak usah, fotonya cantik. Tinggal kamu crop saja foto aku," jawab Diandra tanpa ada keberatan sama sekali. "Grace aku duluan ya."
"Ih jangan pergi dulu, kita makan siang bareng."
Grace semakin mengeratkan rangkulan tangannya demi mencegah Diandra pergi. Mereka berempat menuju restoran yang tidak terlalu jauh dari kantor hukum Michio, bahkan mereka menempuhnya dengan berjalan kaki.
Grace sengaja memelankan langkahnya bersama Abian sehingga Diandra dan Gerald jalan berdua.
"Apa mungkin saya bisa memenangkan kasus ini nantinya?" tanya Diandra "Saya nggak memiliki bukti apapun tentang perselingkuhan suami saya," lirihnya di akhir kalimat.
"Pasti bisa, percayakan semuanya pada saya."
"Semoga saja," gumam Diandra.
Untuk bercerai tanpa adanya bukti perselingkuhan pasti bisa berjalan lancar, tetapi pembagian harta gono-gini tanpa adanya kasus perselingkuhan hanya menguntung Ramon saja.
Awalnya Diandra ingin cerai jalur damai saja, tapi Grace menodai pikirannya sehingga memilih pembagian harta.
Kalau kamu cuma cerai enak dong Via sama Ramon, udah ngekhianatin kamu dan sekarang mereka bersatu tanpa adanya sangsi. Aku yakin kalau harta gono-gini di perdebatkan kemungkinan Ramon akan mendapatkan bagian paling kecil.
Itulah ucapan Grace saat mereka berbicara lewat telepon tadi pagi sepulang dari rumah sakit.
"Mau makan apa?" tanya Gerald setelah mereka tiba di restoran.
"Apa saja."
"Bian, Grace?"
"Terserah," jawab keduanya serempak.
"Awas ya kalian protes pesanan ayah!" Gerald memperingati sebelum memesan makanan.
"Om Ansen!" panggil Abian pada pria yang baru saja memasuki restoran.
"Hay bocil."
"Om Ansen semalam kenapa cium Buna?"
"Cium?" Gerald menatap tajam asisten dan adiknya secara bergantian.
"Iya Ayah, om Ansen ...."
"Bian mau ibu nggak?" potong Grace cepat. Sampai saat ini Gerald tidak tahu bahwa ia pacaran dengan asistennya.
"Mau Buna." Mengangguk antusias.
"Bian salah paham, Pak. Mana mungkin saya berani mencium adik pak Gerald. Semalam saya hanya mengantar Grace pulang terus rambutnya nggak sengaja nyangkut di jas saya, jadi kami saling menunduk. Mungkin itu yang Abian lihat."
"Kenapa bisa rambutnya nyangkut di jas kamu?"
"Itu ...."
"Diandra, kamu kalau niat nikah lagi cari suami yang nggak terlalu posesif ya, takutnya kamu dikurung di rumah karena terlalu cantik." celetuk Grace cepat.
"Kakak nggak posesif."
"Aku nggak nanya, lagian belum tentu juga yang mau jadi suami Diandra itu kak Jovin," ucap Grace sinis.
Perdebatan manis di restoran cukup ramai itu berlangsung lama dan sesekali diiringi tawa satu sama lain.
Begitupun di belahan dunia lainnya, ada dua wanita berbeda generasi sedang bersenang-senang di atas penderitaan Diandra. Dia adalah Helena dan Olivia. Keduanya keliling mall dan memilih banyak barang.
"Akhirnya sebentar lagi kamu jadi istri sah Ramon. Mama itu sebenarnya malu punya menantu seperti Diandra, meski cantik dia hanya seorang guru. Beda sama kamu bisa mengimbangi Ramon di kantor. Belum lagi kalau kamu hamil."
"Via juga senang Ma sebentar lagi jadi istri satu-satunya mas Ramon," jawab Olivia dengan sisa tawa yang ada. Terlebih dua wanita itu tahunya semua yang dimiliki Ramon adalah milik sendiri.
Sejak dulu Olivia tahu bahwa Diandra anak orang kaya itulah mengapa selalu berada di sisi wanita itu untuk bertahan hidup. Namun, sampai saat ini dia tidak tahu bahwa suami Diandra hanya seorang sopir.
"Tenang Sayang, setelah perceraian kamu bisa tinggal di rumah utama."
Keduanya masih saja tertawa, memilih pakaian mahal yang menurutnya tidak seberapa jika dibandingkan kekayaan Ramon.
"Totalnya ...."
"Saya nggak ingin mendengarnya," ujar Helena dan memberikan kartu kreditnya.
Kasir pun menerima kartu kredit itu, tetapi tampaknya mengalami kendala sebab melihat kasirnya sedikit gelisah.
"Kenapa?"
"Kartunya nggak bisa digunakan nyonya."
"Masa sih? Pasti mesin kamu yang rusak!"
"Saya sudah mencobanya di beberapa mesin tapi kartunya benar-benar tidak bisa digunakan."
"Coba punyaku." Olivia menyerahkan kartu kredit milik Ramon dan hanya sekali Scan langsung sukses.
"Nggak usah menatap seperti itu. Bahkan saya bisa membeli semua pakaian di sini kalau perlu sama tokonya sekalian!" ujar Helena sombong dan meninggalkan toko pakaian dengam brand mahal tersebut.
"Kok bisa ya kartu mama nggak bisa digunakan?"
"Mungkin bermasalah Ma, nggak papa lagian tadi aku pakai kartu mas Ramon. Dia memberikannya hari di mana kita menikah."
"Artinya Ramon percayakan keuangan sama kamu bukan Diandra lagi." Helena terkikik, ia tidak sabar Ramon dan Diandra segera bercerai.
"Ayo, mama ada arisan sama teman-teman sekalian memperkenalkan kamu pada mereka."
.
.
.
.
Cie yang sebentar lagi jadi nyonya baru🤭
ni manusia oon apa terlalu pintar ya🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣