NovelToon NovelToon
Dua Akad Satu Cinta

Dua Akad Satu Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Poligami / Penyesalan Suami / Konflik etika
Popularitas:98.2k
Nilai: 5
Nama Author: mama reni

Tiga Tahun berumah tangga, Amanda merasa bahwa pernikahannya benar-benar bahagia, tapi semua berubah saat ia bertemu Yuni, sahabat lamanya.

Pertemuan dengan Yuni, membawa Amanda pergi ke rumah tempat Yuni tinggal, dimana dia bisa melihat foto pernikahan Yuni yang bersama dengan pria yang Amanda panggil suami.

Ternyata Yuni sudah menikah lima tahun dengan suaminya, hancur, Amanda menyadari bahwa dia ternyata adalah madu dari sahabatnya sendiri, apakah yang akan Amanda lakukan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab Dua Puluh Enam

“Selamat pagi, Pak. Bisa saya bantu?” suara perempuan di meja resepsionis terdengar sopan, meski sedikit ragu ketika melihat sosok pria di depannya.

Azka berdiri di depan meja itu dengan penampilan yang jauh dari rapi. Kemejanya kusut, dasi tidak terpasang, rambut berantakan. Wajahnya tampak lelah, seperti orang yang tidak tidur semalaman.

“Saya mau ketemu Davino,” ucap Azka.

Perempuan itu mengetik sesuatu di komputernya. “Maaf, Pak, apakah sudah ada janji sebelumnya?”

“Belum,” jawab Azka tanpa berpikir. “Tapi ini penting. Tolong bilang ke dia, Azka mau ketemu.”

Resepsionis itu menatapnya lama, sedikit bingung. Nama itu terdengar familiar, tapi penampilan pria ini membuatnya ragu. Ia berdeham kecil, berusaha tetap profesional. “Mohon maaf, Pak. Sesuai kebijakan kantor, tamu yang belum memiliki janji tidak bisa langsung bertemu dengan pimpinan.”

Azka menatapnya tajam. “Saya bilang ini penting. Tolong saja sampaikan. Davino pasti mau ketemu saya.”

Nada suaranya berat dan memaksa, tapi bukan kasar, lebih seperti seseorang yang berada di tepi keputusasaan. Resepsionis itu bergeming sejenak, lalu menggeleng pelan.

“Maaf, Pak. Saya tidak bisa tanpa izin beliau.”

Azka menarik napas panjang, mencoba menahan diri. Tapi pikirannya sudah kalut. Ia merogoh saku dan mengeluarkan sebuah kartu nama. “Sampaikan ini padanya.”

Resepsionis itu menerima kartu itu. Matanya membulat kecil ketika membaca nama dan logo di kartu tersebut. “Azka Pratama — CEO PT. ...."

Dia menatap wajah pria di depannya lagi. Antara percaya dan tidak. Kemeja kusut itu benar-benar tidak mencerminkan jabatan besar yang tertera di kartu nama.

“T-tunggu sebentar, Pak. Saya hubungi Pak Davino dulu,” ucapnya gugup, mengambil telepon di meja.

Azka tidak menjawab. Ia hanya berdiri diam, kedua tangannya mengepal di sisi tubuh, dada naik turun cepat.

Suara perempuan itu terdengar pelan, berbicara melalui telepon internal. “Maaf, Pak Davino, ada tamu atas nama Azka Pratama. Beliau bilang ingin bertemu Bapak.”

Beberapa detik hening. Lalu resepsionis itu tampak menegakkan badan. “Baik, Pak.” Ia menutup telepon dan menatap Azka. “Pak Davino bersedia menemui Anda. Silakan lewat lift sebelah kanan, lantai tujuh, ruang direktur.”

Azka tidak sempat mengucapkan terima kasih. Ia langsung melangkah cepat ke arah lift. Setiap detik terasa begitu panjang. Pikirannya hanya satu, Amanda.

Begitu pintu lift terbuka, Azka langsung disambut suasana kantor yang modern, dinding kaca bening, meja-meja rapi, dan karyawan-karyawan berpakaian formal. Beberapa di antara mereka sempat menoleh, memperhatikan sosok pria berpenampilan kusut yang berjalan tergesa melewati lorong.

Di ujung lorong, tulisan “Director Room” terpampang jelas di pintu kayu berlapis kaca. Azka mengetuk sekali tanpa menunggu jawaban dan langsung membuka pintu.

Davino sedang duduk di balik meja besar dengan tumpukan berkas di depannya. Pria itu menatap ke arah pintu dan sempat tertegun sesaat. “Azka?”

Azka berdiri di depan meja itu, mengangguk pelan. “Ya. Aku.”

Davino menyandarkan punggungnya ke kursi. “Kau kelihatan ... kacau.”

“Aku nggak datang ke sini buat basa-basi,” jawab Azka cepat. “Aku mau tanya sesuatu.”

Davino menatapnya datar. “Silakan.”

“Amanda. Dia kerja di sini, kan?”

Ekspresi Davino berubah sedikit. Tapi hanya sekilas. “Kenapa dengan Amanda?”

“Dia di mana sekarang?”

Davino meletakkan pena yang sedari tadi ia pegang. “Maksudmu?”

“Jangan pura-pura nggak tau, Davin!” suara Azka meninggi. “Dia istriku. Aku tau dia kerja di bawah supervisimu. Aku ke rumahnya, dia nggak ada. Aku ke apartemennya juga kosong. Sekarang aku ke sini buat cari dia.”

Davino mengerutkan alis. “Istrimu?”

“Iya!” jawab Azka lantang. “Amanda! Dia istri sahku!”

Ruangan itu mendadak sunyi. Suara pendingin udara terdengar jelas di antara mereka. Davino menatap Azka lama, seolah berusaha mencerna kalimat itu.

Akhirnya, ia bersuara pelan. “Kalau itu benar, aku cuma bisa bilang satu hal, dia udah pindah keluar kota.”

Azka menatapnya tak percaya. “Apa?”

“Dia dipindahkan ke cabang Bandung. Beberapa hari lalu. Itu keputusan dari HR.”

Azka menggeleng keras. “Jangan bohong, Davin.”

“Kenapa aku harus bohong?” nada Davino tetap tenang. “Aku cuma bilang fakta.”

“Dia nggak mungkin pindah tanpa bilang apa-apa padaku!”

“Kalau dia memilih diam, mungkin karena dia punya alasan.” Davino menatapnya lurus. “Lagipula, aku nggak tahu urusan pribadi kalian. Yang aku tahu, dia pegawai yang sangat profesional, dan semua keputusan perusahaan berdasarkan kinerja.”

Azka menepuk meja keras, membuat tumpukan berkas hampir terjatuh. “Profesional? Kau pikir ini soal kerjaan? Ini soal hidupku, Davin!”

Davino masih tenang, tapi sorot matanya mulai berubah, sedikit kesal. “Kau datang ke kantorku tanpa janji, marah-marah, dan bilang semua orang bohong. Apa kau pikir ini caramu mencari orang yang kau bilang istrimu?”

“Kalau kau di posisiku, kau juga bakal marah!” balas Azka cepat. “Aku cuma pengin tahu dia di mana!”

Davino berdiri, menatap Azka lebih dekat. “Aku udah bilang, dia dipindahkan. Titik. Aku nggak punya kewajiban ngasih alamatnya ke siapa pun.”

“Dia istriku!” suara Azka meninggi lagi, nyaris berteriak. “Aku berhak tahu!”

Davino menatapnya dingin. “Kalau benar kau suaminya, kenapa dia pergi tanpa pamit?”

Pertanyaan itu menampar Azka begitu keras. Ia terdiam sejenak. Rahangnya menegang. “Itu urusan kami.”

“Dan aku nggak akan ikut campur,” sahut Davino, suaranya tegas. “Tapi kuminta kau pergi sekarang. Aku masih punya rapat.”

Azka melangkah maju, emosinya memuncak. “Kau tahu di mana dia, kan? Katakan saja!”

Davino menghela napas berat, mencoba tetap sabar. “Azka, aku nggak akan ulang lagi. Aku nggak tahu.”

“Tapi ....”

“Tolong keluar,” potong Davino datar. “Sebelum aku panggil keamanan.”

Mata Azka memerah. Tangannya mengepal kuat, urat di lehernya menegang. Ada dorongan besar di dadanya untuk menghantam wajah pria di depannya itu, tapi sesuatu menahannya. Ia tahu itu tak akan menyelesaikan apa pun.

Namun sebelum logikanya sempat bekerja, rasa putus asa keburu mengambil alih. Azka membalikkan badan dan membuka pintu dengan keras.

Semua mata di ruangan luar menoleh ke arahnya ketika ia berteriak. “MANDA! AMANDAAA!”

Beberapa karyawan yang sedang bekerja langsung berhenti mengetik. Suara bisik-bisik terdengar di antara mereka. Ada yang saling menatap, ada yang menunduk pura-pura sibuk.

“MANDA! AKU TAU KAMU DI SINI!” suaranya parau, nyaris pecah. Ia berlari ke arah lorong kanan, matanya mencari-cari wajah yang ia kenal.

Seorang staf perempuan mencoba mendekat. “Pak, mohon tenang ....”

“Tolong jangan halangi aku!” Azka menepis tangan perempuan itu dan terus berjalan cepat, matanya liar mencari ke segala arah.

“Pak Azka!” Davino keluar dari ruangannya, wajahnya mulai kesal. “Cukup! Ini kantor, bukan tempatmu melampiaskan masalah pribadi!”

Tapi Azka tak peduli. “Amanda! Aku mohon keluar! Aku cuma pengin ngomong sebentar aja!”

Semua orang sekarang memperhatikannya. Beberapa karyawan sudah berdiri, sebagian lagi mulai menelepon security. Suasana kantor yang tadinya tenang kini berubah menjadi tegang.

“Pak, mohon maaf, ini sudah kelewatan,” kata salah satu petugas keamanan yang baru datang. Dua orang pria berbadan besar menghampiri Azka.

“Saya belum selesai!” seru Azka, mencoba melepaskan diri ketika kedua satpam itu mendekat. “Saya harus ketemu Amanda! Dia istri saya!”

“Pak, tolong jangan buat keributan,” salah satu satpam berkata tegas, tapi tetap sopan. “Kami mohon keluar dengan baik-baik.”

“Jangan sentuh saya!” Azka menepis lagi, tapi tenaganya sudah habis. Emosinya menggerogoti tenaga dan logikanya sekaligus. “Kalian nggak ngerti ... aku cuma mau bicara!”

Davino menatap adegan itu dari kejauhan, wajahnya kaku. Ia menghela napas panjang, lalu berkata pelan, “Bawa dia keluar.”

Kedua satpam itu langsung memegang kedua lengannya dengan kuat. Azka berontak, tapi percuma. Ia ditarik ke arah lift sambil terus berteriak, “MANDAA! AKU TAHU KAMU DENGAR AKU!”

Beberapa karyawan perempuan menutup mulutnya, terkejut. Ada yang tampak iba, ada pula yang menggeleng tak percaya. Suara langkah kaki satpam menggema di lantai marmer.

Ketika mereka tiba di depan lift, Azka masih berusaha menoleh ke belakang, berharap keajaiban terjadi, berharap Amanda muncul dari salah satu ruangan dan memanggil namanya.

Tapi yang ada hanya Davino, berdiri di ambang pintu ruang direktur, menatapnya dengan ekspresi tak terbaca.

Pintu lift terbuka. Satpam mendorong Azka masuk perlahan, tapi mantap. Azka menatap ruangan itu untuk terakhir kalinya.

“Kalau kamu denger ini, Manda .…” Suaranya lirih, nyaris tenggelam di antara napas terengah. “Aku cuma mau bilang … aku nyesel. Aku nyesel banget. Apa pun kamu minta akan aku turuti, asal kamu mau kembali!” Pintu lift menutup perlahan.

1
tina napitupulu
selesaikan dulu persoalanmu manda...jgn menambah persoalan yang baru..
kalea rizuky
Yun di awal. pernikahan aja lu uda gk di sukain entah kok bs punya anak aska lagi mabok kali pas nidurin elu
Daulat Pasaribu
kok siyuni di bikin seolah olah jahat si thor,seharusnya si azka penjahat sebenarnya yg gk bersyukur dpt istri tulus.disini kan yuni ama amanda korban.harusnya yg tersiksa dpt karma si azka thor bukan mereka berdua.lagian ngapain siyuni tetap di pasangkan ama si azka.macam gk ada pria lain aja.harusnya si azka yg menyesal uda zolim ama istri pertama
Apriyanti
terimakasih thor 🙏
vj'z tri
Rara sama dini juga capek pak itu kopernya tolong sekalian bawain🤣🤣🤣🤣🤣🤣
vj'z tri
woi intropeksi diri ,gak usah Lo suruh dah Manda lepas Azka buat Lo 😏😏😏
vj'z tri
Kan kujadikan kau kenangan yang terindah dalam hidupku namun takkan mudah bagiku meninggalkan jejak hidupmu dan kan terukir abadi sebagai kenangan yang terindah🤧🤧🤧🤧
vj'z tri
ya jelas gak tau 🤧🤧 yang diceraikan elu bro bukan pak Roni😅😅
vj'z tri
cinta ini membunuhku🤧🤧🤧🤧
Mama Reni: 🫣🫣🫣🫣🫣
total 1 replies
vj'z tri
kembalilah oooooo kembali padaku aku tak akan pernah bisa hidup tanpamu🤧🤧🤧🤧🤧
Ma Em
Amanda lupakan Azka biarkan Azka kembali dgn Yuni , semoga Amanda bisa cepat dapat gantinya lelaki lajang jgn yg ngaku bujangan tapi buntutan 🤭🤣🤣
vj'z tri
salah kau ,justru badai nya lagi lewat 😅
faridah ida
benar itu Manda , kamu harus cek benar2 jati diri suami kamu nanti kalo memang berjodoh lagi ...
faridah ida
siapa yaa yang kasih saputangan ...
faridah ida
tanpa di suruh juga Manda memang mau jauhin Azka , Yuniii...
Ilfa Yarni
bener manda km hrs teliti lg buat cari pasangan aduh davino ada apa dgnmu kok perhatiannya ke amanda lebih banget ya
Ruwi Yah
lama2 bikin gedek nih si yuni
Eka ELissa
untungnya temen mu bukn teman yg julyt ya...Manda ..😄😄👍
Suanti
amanda di jodoh kan sm davino 🤣
Apriyanti
pasti davino yg datang
lanjut thor 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!