Sejak usia tujuh tahun, Putri Isolde Anastasia diasingkan ke hutan oleh ayahandanya sendiri atas hasutan selir istana. Bertahun-tahun lamanya, ia tumbuh jauh dari istana, belajar berburu, bertahan hidup, dan menajamkan insting bersama pelayan setia ibundanya, Lucia. Bagi Kerajaan Sylvaria ia hanyalah bayangan yang terlupakan. Bagi hutan, ia adalah pewaris yang ditempa alam.
Namun ketika kerajaan berada di ujung kehancuran, namanya kembali dipanggil. Bukan untuk dipulihkan sebagai putri, melainkan untuk dijadikan tumbal dalam pernikahan politik dengan seorang Kaisar tiran yang terkenal kejam dan haus darah. Putri selir, Seravine menolak sehingga Putri Anastasia dipanggil pulang untuk dikorbankan.
Di balik tatapannya yang dingin, ia menyimpan dendam pada ayahanda, tekad untuk menguak kematian ibunda, dan janji untuk menghancurkan mereka yang pernah membuangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jendral Perang
Derap langkah kuda terdengar berirama mendekat ke gerbang Imperial Agartha yang menjulang tinggi. Dentum itu semakin jelas, semakin dekat, hingga udara di pelataran istana seakan ikut bergetar. Dari kejauhan muncullah sosok Jenderal Imperial Agartha memacu kuda hitam kebanggaannya. Ujung surainya berkibar liar tertiup angin, matanya berkilat buas seperti binatang perang yang baru saja pulang dari lautan darah.
Zirah perak yang membalut tubuh sang Jenderal penuh goresan dan noda, bukan karena cela melainkan tanda kejayaan. Bendera merah darah Azalea berkibar di punggungnya, lambang negeri yang baru saja ditaklukkan dan kini dipersembahkan pada Imperial Agartha.
Ribuan prajurit pahlawan perang mengikuti kudanya dari belakang, mereka bersorak dengan teriakan penuh kemenangan.
“Hidup Imperial Agartha! Hidup Kaisar Lexus! Hidup Jenderal Alexius!” Suara mereka berpadudan menggelegar seperti guntur disambut oleh rakyat yang bersuka ria untuk kemenangan Imperial Agartha.
Di pelataran agung, Kaisar Lexus berdiri tegak di atas anak tangga tertinggi, jubah hitam berlapis emas menjuntai hingga menyentuh lantai yang dilapisi karpet beludru. Para selir berdiri di sisinya dalam balutan sutra berkilau dan wajah yang dihiasi senyum anggun.
Angin senja menyapu pelataran, membawa bau besi dan keringat perang yang masih melekat pada zirah sang jenderal. Alex menarik kendali kudanya, lalu turun perlahan. Dengan satu gerakan tegas ia berlutut di hadapan Lexus, suaranya bergema berat.
“Yang Mulia…, Azalea Timur telah jatuh. Darah Azalea kini tunduk di bawah panji Imperial Agartha.”
Kaisar Lexus melangkah maju, mata elangnya menatap lurus pada sosok Jenderal yang pulang membawa kemenangan. Dengan gerakan penuh kuasa, Lexus meraih bahu Alexius lalu menepuknya keras.
Kaisar Lexus menatap seluruh rakyat, dengan lantang ia berkata. “Dengan ini, Azalea Timur resmi menjadi bagian dari Imperial Agartha. Jenderal Alexius telah menuliskan nama kita dalam sejarah.” Suaranya menggema ke seluruh pelataran. “Dunia akan mengingat hari ini, hari ketika darah Azalea menyatu dengan darah Agartha!”
Sorak sorai rakyat kembali pecah lebih keras dari sebelumnya memenuhi langit dengan gaung kemenangan.
Selir Bahrana melangkah maju dengan gaunnya gemerlap. Senyum manis tersungging di bibirnya saat ia menunduk anggun.
“Yang Mulia Kaisar… kemenangan sebesar ini pantas dirayakan dengan pesta yang tak terlupakan. Biarlah seluruh negeri tahu, Agartha adalah penguasa yang tak tertandingi.”
Kaisar Lexus melirik sekilas dengan sorotnya sedingin baja. “Tentu,” Ia menoleh pada Jenderal Alexius. “Para Selir telah menyiapkan pesta untuk merayakan kemenanganmu.”
Jenderal Alex menunduk memberi hormat, “Semoga Yang Mulia panjang umur, terimakasih untuk sambutannya.”
Para selir mulai bergerak satu per satu. Mereka memberi penghormatan, dan menyampaikan ucapan selamat kepada sang jenderal yang baru saja kembali dari medan perang.
Selir Bahrana menjadi yang pertama maju. Ia menunduk manis hingga gaunnya bergemerisik halus. Senyum anggun tak lepas dari bibirnya saat ia berkata, “Kemenangan yang luar biasa, Jenderal Alex. Hanya pria pilihan langit yang sanggup menundukkan Azalea Timur.”
Disusul Yalindra, yang membawa kalimat lembut. “Selamat untuk kemenanganmu, Jenderal.”
Erivana menunduk, berbalut rasa hormat. “Selamat datang kembali, Jenderal. Semoga berkat Sang Pencipta selalu menyertai langkahmu.”
Hingga tibalah giliran Anastasia, selir yang datang dalam pesta penyambutan dengan gaun biru polos tanpa perhiasan dan riasan yang menonjol. Ia melangkah perlahan, “Semoga darah dan air mata yang tertumpah tidak sia-sia, dan membawa kejayaan bagi Agartha.”
Kata-katanya tidak manis, tidak pula penuh pujian, tetapi penuh ketegasan dan doa yang tulus.
Jenderal Alexius terpaku. Untuk sesaat, waktu seakan berhenti. Tatapannya terkunci pada wajah Anastasia, gadis dengan mata biru yang menatapnya tanpa gentar.
Jenderal Alexius menatapnya lama, sorot matanya terpaku pada satu arah. Seberkas ingatan melintas di benaknya, ia mengenali sorot mata itu.
“Terima kasih…” suaranya rendah dan nyaris berbisik.
Kaisar Lexus melihat semuanya dari tangga tertinggi. Tatapan Jenderal Alexius yang terlalu lama, bahasa tubuh yang seharusnya kaku namun kini melunak.
Ada sesuatu yang asing yang tidak ia ketahui. Dan entah kenapa itu membuat darah sang Kaisar berdesir panas.
Imperial Agartha menyulap aula megahnya menjadi lautan cahaya di malam hari. Ratusan lilin kristal berkelap-kelip di chandelier raksasa, menyinari dinding berlapis emas dan perak. Meja-meja panjang dipenuhi piala anggur merah, roti gandum hangat, daging panggang yang menguar aroma menggoda. Musik kecapi dan seruling memenuhi udara, membangkitkan gairah pesta.
Semua bangsawan, prajurit, dan selir hadir dengan pakaian terbaik mereka. Semua mata tertuju pada satu nama malam ini: Jenderal Alexius, sang penakluk Timur, adik dari Kaisar Lexus.
Kaisar Lexus duduk di singgasananya menjulang tinggi dengan mahkota hitam bertatahkan safir. Ia bangkit berdiri, mengangkat segelas anggur ke udara lalu bersuara lantang. “Mari bersulang untuk merayakan keberhasilan Jenderal Alexius menaklukkan Azalea Timur.”
“Hidup Imperial Agartha.” Semua orang ikut mengangkat gelas mereka mengikuti sang kaisar.
Kaisar Lexus menurunkan gelasnya, lalu duduk di singgasana. “Silakan dinikmati jamuannya.”
Sementara di sisi kanan dan kirinya, para selir telah dipersiapkan untuk memberi hiburan. Sebuah tradisi lama Agartha dalam pesta kemenangan. Di sinilah kesempatan para selir berlomba merebut sorot perhatian.
Bahrana berdiri anggun di tengah aula.
Gaun merah darah membalut tubuhnya dengan berani, menunjukkan setiap lekuk yang dipamerkan tanpa rasa malu. Dengan iringan drum dan seruling ia menari penuh gairah, pinggangnya berayun, tangannya melengkung bagai ular eksotis. Gerakan itu membuat para prajurit bertepuk tangan dan bangsawan berdecak kagum. Bahkan mereka berdiri hanya untuk melihatnya lebih jelas.
Bahrana menunduk di hadapan Lexus, memamerkan belahan dadanya yang rendah. Senyumnya dibuat sensual dan menggoda seakan berkata Hanya aku yang layak di sisi seorang Kaisar. Penampilan selir Bahrana diakhiri dengan tepuk tangan yang memenuhi seluruh aula terutama dari kaum laki-laki.
Selanjutnya, Selir Yalindra tampil dengan memainkan harpa. Jemarinya yang lentik memetik senar-senar dengan anggun, melahirkan denting jernih bagai aliran sungai pegunungan. Aura yang ia bawa lembut dan murni, membuat sebagian hadirin terdiam, hanyut dalam ketenangan.
Lalu giliran Selir Erivana, yang selama ini dikenal dengan suara indahnya. Ia menyanyikan tembang kuno yang sarat akan kesedihan. Suaranya begitu merdu hingga membuat beberapa prajurit keras kepala menundukkan kepala, teringat keluarga yang tak kembali dari medan perang.
Hingga tibalah giliran Anastasia.
Semua berbisik-bisik, menanti apa yang akan ia lakukan.
Selir keenam itu berjalan dengan langkah tenang, membawa sebuah biola, alat musik yang bahkan sebagian bangsawan asing belum pernah melihatnya. Ketika ia menarik busur pertama kali, suara biola itu tidak hanya merdu, tetapi juga dalam dan magis. Nada-nadanya meluncur seperti desir angin dari hutan, membawa bayangan pepohonan, kicau burung, dan bisikan alam. Lalu di tengah permainan, Anastasia menambahkan kejutan dengan menirukan suara binatang di hutan seperti burung, serigala, dan hewan lainnya yang menciptakan melodi unik. Lalu semuanya berpadu dengan biola, membentuk harmoni yang tak pernah didengar sebelumnya.
Hening,
Seluruh aula larut dalam alunan biola.
Kaisar Lexus terpaku, pandangannya tidak lepas dari Anastasia barang sedetik pun.
Semua mata di aula kini hanya tertuju pada Anastasia. Senyum kekaguman, sorot mata penuh pesona, bahkan Jenderal Alexius pun berdiri, memberikan tepuk tangan paling keras.
Selir bahrana mengepalkan tangan menahan amarah, Selir Anastasia… Aku akan membalasmu sialan.