NovelToon NovelToon
CINTA ANTARA DUA AGAMA

CINTA ANTARA DUA AGAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: MUTMAINNAH Innah

Kamu anak tuhan dan aku hamba Allah. Bagaimana mungkin aku menjadi makmum dari seseorang yang tidak sujud pada tuhanku? Tetapi, jika memang kita tidak berjodoh, kenapa dengan rasa ini...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MUTMAINNAH Innah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34

Kecewa. Itulah perasaan yang tersirat di wajah umi dan abi ketika kuceritakan jawaban Pak Rahman. Sama seperti sahabatnya, Pak Yahya, abi pun juga meminta maaf padaku dan umi yang sudah begitu yakin menjodohkanku dengan Pak Rahman.

Hari-hari berikutnya di sekolah, walaupun tak seperti biasanya, tetapi kuusahakan untuk seprofesional mungkin dalam bekerja. Aku masih mengajar dan membina asrama seperti biasanya. Masih berteman dekat dengan Aiyah seperti dulu walaupun hingga kini, setelah beberapa minggu berlalu dia masih merasa bersalah karena hal itu.

Kini kusibukkan diriku lagi seperti sebelumnya, yaitu terus memperdalam agama bersama dengan Aisyah. Kulupakan masalah jodoh yang sempat menakutiku beberapa minggu yang lalu. Aku masih muda, belum terlambat untuk menikah. Sama seperti Aisyah sahabatku yang juga belum memikirkan hal itu.

"Nay, kamu nggak pulang?" tanya Aisyah кепка aku sedang mempereskan катаг кати.

"Sebentar lagi," sahutku.

Dia sedikit khawatir ketika bulan lalu aku tidak mengambil jatah pulangku karena masih menghindari pertanyaan seputar perjodohan yang kini jadi beban tersendiri bagi Abi.

"Baiklah, kalau begitu aku juga akan pulang," ucapnya.

Dia memang selalu menemaniku sejak kejadian beberapa bulan yang lalu itu. Padahal sekarang hatiku sudah tidak ada rasa apapun lagi pada Pak Rahman. Kami tetap berkomunikasi layaknya seorang bawahan dengan atasan.

Semua santri sudah pulang, tinggal aku dan Aisyah saja di asrama ini. Kami turun bersama setelah menyelesaikan semua pekerjaan asrama.

Di bawah, tepatnya di ujung tangga, terlihat Pak Rahman sedang menelepon.

"Baik-baik di sana, uhkti." Begitu ucapan Pak Rahman kepada seseorang yang di teleponnya sebelum menutup dengan salam. Aku dan Aisyah saling pandang. Apakah isi hatiku dan Aisyah sama atau tidak. Tetapi sepertinya Pak Rahman sudah mulai membuka hati dengan wanita lain.

Yang dulu katanya belum mau menikah cepat, tetapi kembali lagi pada rumus jodoh. Kalau dia nggak akan kemana, dan jika sudah waktunya maka akan di pertemukan.

"Abang, bareng pulang," ucap Aisyah yang datang dari belakangnya.

Pak Rahman menoleh dan bertatapan beberapa detik denganku.

"Ayok," jawabnya pada adiknya yang kini sudah berjalan ke sampingnya.

"Pulang, Bu?" sapanya padaku.

"Iya, Pak," sahutku lalu meninggalkan mereka. Menuju parkiran dan berangkat dari sana tanpa memperhatikan mereka lagi.

Sampai di rumah, umi menyuguhkan beberapa snack buatannya padaku. Kami mengobrol tanpa abi karena abi belum pulang.

"Oh, iya, bagaimana keadaan kamu dan Nak Rahman di sekolah? Nggak canggung kan?" tanya umi di sela-sela obrolan.

"Nggak kok, Mi. Baik-baik saja," jawabku.

Abi itu sebenarnya punya banyak teman, Nay. Sejak kamu lahir, banyak teman-teman abi dalam candaan akan menjodohkanmu dengan anak mereka. Nggak hanya abi saja, teman umi pun begitu." Bau-baunya umi dan abi ingin menjodohkanku lagi dengan anak temannya.

"Lalu?" pancingku.

"Sebentar," ucap umi langsung berdiri meninggalkanku.

Lho? Ada apa ini? perasaanku mulai nggak enak. Jangan sampai dugaanku benar kalau umi dan abi kembali ingin menjodohkanku.

Di luar sana terdengar suara mobil abi berhenti. Aku ke depan untuk membukakan pintu.

"Eh anak abi sudah di rumah?" bulan lalu kenapa nggak pulang?" tanyanya setelah aku "Ada sedikit kegiatan di asrama, Bi," sahutku.

Mendengar abi sudah pulang, kulihat umi kini berjalan ke arah dapur. Seperti biasa, pasti umi membuatkan kopi.

Benar saja, umi kembali dengan membawa kopi di tangannya.

Aku dan abi kembali bercerita, sedangkan umi kembali ke kamarnya, dan kembali membawa sesuatu yang terbungkus plastik.

"Apa itu, Mi?" tanyaku.

"Nih, Bi. Abi saja yang memberikannya," ucap umi membuatku makin penasaran.

Abi lalu menerima kantong tipis berwarna merah itu.

"Nay, abi dan umi nggak ingin

kesedihanmu berlarut setelah Rahman

memutuskan untuk batal mengkhitbahmu."

Abi memulai obrolan yang serius. Umi lalu duduk di sampingnya.

"Nayla nggak sedih, Bi," ucapku tertawa. Nggak usah bohong, Nak. Dengan Jasson yang belum serius ke jenjang pernikahan saja kamu sudah sekecewa itu, apalagi dengan Rahman yang hampir mengkhitbahmu," papar abi.

Sungguh! Kali ini abi salah menduga. Nggak butuh waktu lama bagiku untuk melupakan Pak Rahman. Bahkan nggak ada momen apapun yang membuatku tak bisa lupa dengannya. Tentu saja berbeda dengan Jasson yang sudah sering menghabiskan waktu berdua denganku dulu. Sekarang barulah aku sadar kenapa di dalam Islam di larang berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram.

"Ya ampun, Bi. Gimana lagi caranya Nay menjelaskan biar Abi percaya?" tanyaku.

"Yasudah, abi percaya. Tetapi tetap abi merasa bersalah padamu, Nak. Oleh karena itu, abi sudah mencarikan beberapa orag calon untukmu." Abi lalu mengeluarkan beberapa amplop dari plastik merah yang tadi dibawakan umi padanya.

"Kamu lihat ini, silahkan dibaca satu per satu. Dan jika ada yang kamu sukai atau memenuhi kriteriamu silahkan beri tahu abi," ucapnya sambil menyerahkan semua amplop itu padaku.

Aku tertawa saja melihat tingkah orang tuaku. Entah kenapa susah sekali diriku menjelaskan pada mereka bahwa aku tidak apa-apa dan aku nggak butuh lagi perjodohan. Biarlah waktu saja nanti yang menemukanku dengan jodohku. Namun jika ajal lebih dulu menjemputku berati memang Jassonlah satu-satunya laki-laki yang bisa masuk dan bertahan di hatiku.

"Baiklah." Akhirnya kuucapkan itu agar tidak berbuntut kekecewaan lagi.

"Rahman juga sudah di jodohkan oleh keluarganya dengan yang lain, dan dia sudah mendapatkan pilihan hatinya. Semoga kamu juga mendapatkan itu secepatnya," tutur abi.

Ternyata benar, Pak Rahman sudah menemukan tambatan hatinya. Dan mungkin, orangnya adalah yang tadi diteleponnya di sekolah. Aku hanya angguk-angguk kehabisan kata-kata. Inilah alasan sebenarnya kenapa aku malas pulang. Selalu pembahasan utamanya adalah jodoh. Aku sadar umurku mungkin sudah pas untuk itu tetapi apa yang mau dikata jika keinginanku belum ada untuk itu.

Aku izin pada abi untuk membaca semua surat-surat itu. Kubuka satu per satu surat itu. Masing-masing surat ada foto pemiliknya. Satu pun tak ada yang sreg di hati. Begitu juga semua biodatanya. Tidak ada yang bisa masuk ke dalam hatiku yang memang tengah terkunci ini.

Aku tidur dengan kertas dan foto berserakan di kasur malam ini. mataku terlalu lelah membaca dan otakku pun juga begitu lelah untuk berfikir.

Sepertinya memang harus kuakui saja pada umi dan abi bahwa aku nggak akan mau di jodohkan lagi agar mereka tidak terus menyibukkan diri untuk itu.

Aku jenuh, jika setiap aku pulang hanya ini saja topik yang selalu di bahas. Nggak ini saja topik yang selalu di bahas. Nggak hanya di rumah ini. Saat pertemuan keluarga pun begitu. Jangan sampai aku akhirnya menutup diri juga dari lingkungan sosial hanya karena tidak suka di tanya masalah jodoh, hati dan pernikahan. Aku muak bahkan mulai benci dengan itu.

1
Mugiya
mampir
Nha: oke kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!