NovelToon NovelToon
CINTA DI BALIK DENDAM SANG BODYGUARD

CINTA DI BALIK DENDAM SANG BODYGUARD

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:860
Nilai: 5
Nama Author: Rii Rya

dendam adalah hidupnya. Melindungi adalah tugasnya. Tapi saat hati mulai jatuh pada wanita yang seharusnya hanya ia jaga, Alejandro terjebak antara cinta... dan balas dendam yang belum usai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rii Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

eps 26

~~

...Elena melarikan diri dengan membawa mobil milik ayahnya, setelah berhasil mengelabui para penjaga di rumah lamanya....

Mobil itu berhenti tepat di depan sebuah showroom mobil mewah. Elena turun dengan percaya diri sambil membawa sejumlah dokumen kepemilikan kendaraan.

"950 juta. Kami akan mengambilnya, Nona," ucap seorang pegawai showroom setelah memeriksa kelengkapan surat-surat kendaraan dengan saksama.

"Mobil ini masih nyaris baru dan hanya digunakan beberapa kali. Tolong beri penawaran yang lebih masuk akal, Pak. Saya tahu harga pasaran mobil ini," ujar Elena sambil menyilangkan tangan di depan dada, menatap dingin pria yang tampaknya berusia sekitar 30-an itu.

Pria itu terdiam, mempertimbangkan kembali. Ia menatap dokumen itu sekali lagi, lalu melirik Elena yang tidak bergeming.

"Baiklah. 1,05 miliar. Itu harga terakhir yang bisa saya tawarkan," ujarnya akhirnya.

Elena mengangguk setuju, lalu menjabat tangan pria itu dengan senyum tipis.

Setelah transaksi selesai dan uang ditransfer ke rekening pribadinya, Elena hanya membawa sedikit uang tunai di tas kecilnya. Ia menyewa rumah sederhana namun terawat. Kini ia harus berhemat hingga menemukan pekerjaan dan cara untuk bertahan hidup di tengah situasi pelik ini.

Setelah membereskan barang-barang yang baru dibelinya, perut Elena mulai keroncongan. Sejak pagi ia hanya memakan camilan seadanya.

Ia memutuskan pergi ke minimarket yang jaraknya tak jauh, sekitar 500 meter dari rumah sewanya. Dengan mengenakan sweater rajut putih, dress panjang selutut, dan topi hitam, Elena berjalan kaki. Hari masih pukul 19.30, dan jalanan cukup ramai.

"Belikan yang seperti biasa," ucap seorang pria dari dalam mobil yang berhenti di depan minimarket.

"Baik, Tuan," sahut sopirnya lalu keluar.

Damian. Pria itu menyalakan rokok, menghisapnya dalam-dalam, lalu menghembuskan asap ke luar jendela. Tatapannya tajam dan penuh aura misterius. Pandangannya menyapu jalan hingga berhenti saat ia melihat seorang gadis berjongkok, bermain dengan seekor kucing berbulu putih di pinggir minimarket.

Awalnya Damian tidak tertarik. Tapi saat gadis itu berdiri dan menoleh...

Deg!

Rokoknya terlepas begitu saja. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Damian terpana oleh kecantikan alami seorang perempuan, meski hanya dalam detik yang sangat singkat.

Namun dering ponsel membuyarkan lamunannya. Setelah selesai menerima panggilan, ia buru-buru menoleh kembali ke arah minimarket... tapi gadis itu sudah menghilang.

Dengan panik, Damian keluar dari mobil dan berlari kecil, mencari sosok gadis itu. Tapi nihil.

"Maaf, Tuan. Ini pesanan Anda," ucap sopirnya, menyerahkan sekaleng soda.

Pria tampan itu menghela napas pendek, menerima soda itu, lalu meneguknya hingga tinggal setengah. Matanya kini tertuju pada kucing yang tadi dimainkan oleh gadis itu. Ia menghampiri, lalu menggendong hewan kecil itu ke dalam pelukannya.

"Semoga kau bisa jadi alasan takdir mempertemukanku kembali dengannya," gumamnya sambil tersenyum tipis, lalu masuk ke dalam mobil.

Sang sopir menatap bingung melihat tuannya tiba-tiba membawa seekor kucing jalanan.

"Apa yang kau tunggu?" suara Damian terdengar dingin tanpa menoleh. Tangannya sibuk menenangkan kucing liar yang memberontak dalam pelukannya.

Sopir itu segera menunduk, meminta maaf, dan kembali fokus pada setir.

Sementara itu, Alejandro tak henti-hentinya mencari keberadaan Elena. Hingga dini hari. saat ia menepikan motornya di jalan yang sepi. Ia mengingat seseorang yaitu Juan, teman lamanya yang ahli dalam melacak orang.

Baru saja hendak menghubunginya, beberapa pria muncul dari arah gelap. Mereka membawa senjata tajam dan berjalan ke arahnya dengan ekspresi angkuh.

Alejandro mendesah pelan. "Bukan malam yang tepat untuk cari masalah," gumamnya.

"Hei, kau! Ini wilayah kami! Siapa suruh berhenti di sini, hah?!" teriak salah satu dari mereka sambil mengayunkan celurit.

Alejandro menutup kaca helmnya, hendak pergi. Namun para berandalan itu langsung menyerangnya.

Tanpa turun dari motornya, Alejandro berdiri di atas footstep, lalu melayangkan tendangan cepat ke perut salah satu dari mereka membuat pria itu terlempar ke belakang.

Yang lain menyerbu. Namun gerakan Alejandro seperti tarian maut. Dengan presisi militer, ia menangkis serangan senjata tajam menggunakan lengannya yang terlindungi jaket tebal, lalu menyikut pelipis, menghantam tulang rusuk, hingga membuat satu per satu dari mereka jatuh tersungkur.

Dalam hitungan detik, lima pria terkapar meringis kesakitan.

Alejandro membuka helmnya, menyeka keringat di pelipis, lalu berjalan perlahan ke arah para berandalan yang kini memohon ampun.

Ia mengayunkan helmnya ke udara, membuat mereka spontan menjerit panik.

"A-Ampun, Bang! Ampun, kami nggak tahu!"

"Maaf, Bang! Sumpah, kami nggak bakal ngulang lagi!"

Alejandro berjongkok, mencengkeram kedua pipi salah satu dari mereka dan menatap langsung ke dalam matanya.

"Kalian masih muda. Sekolah yang benar. Jangan main celurit lagi kayak bocah nggak punya otak," ucapnya dingin. "Kalau sampai kalian mengulangi nya lagi maka mainan kesayangan kalian akan menjadi bumerang dan mendarat tepat di leher kalian satu-persatu,"

Dia menepuk pipi mereka dua kali, lalu berdiri dan pergi tanpa menoleh.

"aish, Sial, aku berkeringat," gerutunya sambil menyeka peluh di keningnya dan mengenakan helm nya kembali.

Di tempat lain, Sean baru saja pulang dari kantor. Ia melepas dasi sambil menuju kamar, membuka pintu pelan-pelan agar tak membangunkan sang istri.

Namun, begitu masuk, matanya membelalak.

Alana belum tidur. Wanita itu justru sedang membongkar lemari pakaian, mengeluarkan semua piyama... yang semuanya berwarna pink.

"Sayang... kau sedang apa tengah malam begini?" Sean berjalan pelan mendekati istrinya, dengan ekspresi bingung.

Alana menoleh dengan ekspresi tajam. "Aku ingin bertanya dari kemarin... kenapa semua piyamaku ini berwarna PINK?!"

Sean mengerutkan dahi. "Karena kamu suka warna pink,"

"Aku benci pink!" seru Alana, mengangkat satu piyama dengan ekspresi penuh horor. "Lihat warna ini aja bikin mataku perih!"

Tanpa banyak tanya, Sean refleks mengambil semua piyama dan membawanya keluar kamar. Dia bergerak cepat ala suami Siaga level 1.

Alana mengikuti jejak Sean "jangan di buang semua, sisakan satu untuk ku,"

Sean menoleh dan berhenti melangkah. Dia membiarkan Alana memilih nya sendiri.

Dengan santai, Alana menunjuk piyama panjang pink yang ternyata milik Sean, hadiah dari Alana beberapa bulan yang lalu, piyama itu bahkan belum pernah Sean pakai.

"Sayang..." Sean menghela napas. "Kau mau aku pakai ini?"

Alana tersenyum lebar penuh kemenangan. "Iya! Pakai ini ya. Aku suka lihat suamiku jadi imut. Jangan terus-terusan pasang wajah CEO galak seperti itu."

"Tapi, sayang…"

"Kalau kau tidak mau, aku akan tidur di kamar lain." Ancam Alana sambil menyilangkan kedua tangannya didepan dada.

Akhirnya Sean menyerah. Dengan pasrah ia mengenakan piyama pink itu.

Alana berseru kegirangan, "Lihat tuh! Lucu banget! Mirip Teddy bear!" Alana mengusap wajah Sean dan mencubit kedua pipi pria itu gemas.

Sean menunduk menatap wajah cantik istrinya yang penuh kemenangan.

"Ya ampun…" Sean mengusap wajahnya. "Aku kehilangan wibawa sebagai suami…"

Meski saat ini Sean masih belum terbiasa dengan sikap istrinya yang berbeda namun Sean juga senang karena Alana terlihat lebih ceria dan bersemangat.

"Sayang..."ucap Alana pelan dan memeluk Sean tiba-tiba. Sean merasakan detak jantungnya berdetak lebih cepat, entah mengapa rasanya seperti... jatuh cinta kembali mendengar Alana memanggil nya seperti itu.

"Ada apa? Kau ingin sesuatu?" Sean mengusap rambut istrinya, dia memeluk erat tubuh mungil istrinya yang tinggi nya hanya sebatas dada nya.

"Hm, meskipun aku belum bisa mengingat apapun tentang kenangan kita dulu, entah amalan apa yang ku perbuat aku bersyukur karena memiliki seorang suami yang tampan dan kaya raya seperti mu," ucap Alana dengan polosnya.

Sean tertawa renyah "padahal dulu kau jarang bilang aku tampan, dan kau selalu meminta ku untuk berhemat,"

Alana mendongakkan wajahnya menatap wajah Sean yang masih tertawa.

"Sayang..." Panggil Alana dengan suara manjanya, tapi malah membuat Sean jadi waspada.

Sean kesulitan menelan ludah nya menunggu kalimat yang akan keluar dari bibir merah muda istrinya itu.

"Kapan kau akan mencium ku?"

ASTAGA! Wajah Sean memerah! antara senang dan kaget dengan keberanian istrinya saat ini, sejak pulang dari rumah sakit, Sean kesulitan menahan diri nya karena takut jika Alana merasa tidak nyaman jika tahu bahwa suaminya suka nyosor sembarangan kalau sudah berada di dekat istrinya sendiri.

Sean tersenyum penuh kemenangan, tidak apa-apa jika Alana meminta nya memakai piyama pink itu setiap malam. Dia pasrah.

Sean mengangkat tubuh mungil istrinya dan mereka saling melepaskan kerinduan dalam ciuman lembut tanpa tuntutan.

Sean tersenyum disela-sela ciuman manis itu lalu berbisik "terima kasih karena kau mau berjuang bersama ku, sayang,"

1
Mamimi Samejima
Terinspirasi
Rock
Gak nyangka bisa sebagus ini.
Rya_rii: terima kasih 😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!