Maria bereinkarnasi kembali setelah kematiannya yang tragis oleh tunangannya yang mengkhianati dirinya, dia dieksekusi di kamp konsentrasi milik Belanda.
Tragisnya tunangannya bekerjasama dengan sepupunya yang membuatnya mati sengsara.
Mampukah Maria membalaskan dendamnya ataukah dia sama tragisnya mati seperti sebelumnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15 MELAKUKAN TRANSAKSI
Rexton tampak sedang berjalan sembari membawa senjata apinya.
Dari arah kejauhan, terlihat sopir yang mengemudikan mobil daimler milik Rexton sedang bertengkar dengan seorang laki-laki berwajah pribumi.
"Ada apa ini ?" tanya Rexton saat dia mendekat.
"Siapa kau, jangan ikut campur urusanku, orang ini sudah membuat ulah denganku dan sekarang ada lagi yang datang", sentak laki-laki pribumi yang mengenakan blankon terbalik di kepalanya.
"Berani sekali kau berbicara seperti itu pada Letnan Jenderal Rexton", tegur sopir yang maju ke depan untuk melindungi Rexton.
"Kau tidak salah bicara begitu disini, ini tanah kami, kalian tidak berhak memaki kami penduduk pribumi", kata laki-laki itu dengan menyentak keras.
"Kalian yang buat ulah, kenapa kami justru yang disalahkan", sahut sopir membela diri.
"Lancang sekali, kalian yang menabrak budak ini, seharusnya kalian lah yang patut dipersalahkan !" maki laki-laki pribumi sembari berkacak pinggang penuh amarah.
"Kalian yang sengaja menabrakkan diri, bukan mobil kami yang menabrak kalian", sahut sopir yang tidak terima disalahkan.
Rexton melirik tajam ke arah sosok laki-laki berpenampilan lusuh, baju yang dia kenakan tampak compang-camping bahkan tubuh budak itu sungguh kurusnya.
Dari tatapan budak itu, dia terlihat ketakutan kepada laki-laki pribumi yang sedang bertengkar dengan sopir.
"Paul, berhentilah bertengkar, biarkan mereka pergi", pinta Rexton pada sopir.
"Tapi letnan, mereka sungguh keterlaluan, dan mereka lah yang cari gara-gara terlebih dulu dengan kita", sahut Paul si sopir.
"Menyingkirlah !" perintah Rexton kepada sopir sembari melangkah maju.
Paul sang sopir kemudian menyingkir dan berjalan ke samping kanan Rexton.
"Apa yang kau inginkan ?" tanya Rexton tegas.
Laki-laki pribumi itu lalu tertawa bukannya menjawab pertanyaan Rexton justru meludah kasar.
"Cuih ! Anjing kompeni, beraninya menantangku !" hardiknya sombong.
Rexton hanya melirik dingin ke arah ujung sepatunya yang terkena air liur dari bekas ludahan laki-laki pribumi.
Melihat hal itu, Paul tidak terima dengan sikap laki-laki pribumi yang kurang ajar pada tuannya.
"Jangan kurang ajar, ya !" kata Paul.
Rexton menahan Paul dan menyuruhnya tetap di tempatnya berdiri.
"Hai, bedebah kompeni, yang kami inginkan dari kalian, enyah dari bumi ini dan pulanglah ke negeri asalmu !" sahut laki-laki pribumi lantang.
Rexton hanya menanggapi dengan senyuman tipis namun sorot matanya menatap tajam.
"Tidak bisa semudah itu kalian mengusir kami karena tanah ini juga tanah milik Tuhan", sahutnya penuh keberanian.
Laki-laki pribumi itu bertambah kesal, dia hendak menarik collar seragam milik Rexton namun dia gagal melakukannya sebab Rexton menghindar cepat.
"Bruk !" laki-laki pribumi terjerembab jatuh dengan wajah menghantam tanah.
Rexton membalikkan badannya sembari menatap tajam.
"Bajingan sialan !" umpat laki-laki pribumi marah sembari bangkit berdiri, dia menerjang Rexton dengan brutal.
Namun Rexton mampu melawan serangan itu, dia bergerak gesit menghindar dari terjangan senjata tajam milik laki-laki pribumi.
"Trang !" Rexton menangkis serangan senjata tajam itu dengan cepatnya lalu dia mendorong laki-laki itu hingga terjengkang jatuh. "Bruk !"
Sekali lagi, Rexton berhasil mengalahkan laki-laki pribumi.
Rupanya laki-laki itu tidak terima dirinya dikalahkan oleh Rexton, dia berusaha bangkit berdiri dan melawannya kembali.
Tidak mudah untuk mengalahkan Rexton Brox Mackenzie sebab dia merupakan perwira tinggi militer yang dibekali ilmu bela diri yang mumpuni.
Dengan mudahnya Rexton mampu membekuk serangan laki-laki pribumi yang datang kepadanya.
Rexton mengarahkan senapan apinya tepat ke arah kepala laki-laki pribumi yang menyerangnya itu.
"A-ampun, lepaskan saya !" pinta laki-laki itu.
"Siapa kau ?" tanya Rexton.
"Saya hanya penduduk pribumi yang mencari uang, tuan", sahut laki-laki itu ketakutan ketika moncong senapan api milik Rexton berada tepat di dekat kepalanya.
"Jangan berbohong padaku jika tidak senapan api ini akan meledak di kepalamu yang bodoh itu !" kata Rexton mulai menggertak.
"Be-benar yang saya ucapkan ini, saya hanya pribumi yang mencari uang karena sudah beberapa hari ini kami tidak makan sesuap nasi sama sekali", sahut laki-laki itu gemetaran.
Rexton memberi isyarat pada Paul agar dia membawa budak itu mendekat kepadanya.
Paul segera menarik tangan budak itu dan membawanya ke hadapan Rexton yang sedang menahan badan laki-laki pribumi yang menyerang mereka.
"Apa benar kalian bersekongkol untuk mendapatkan uang dengan berbuat kejahatan seperti berpura-pura menabrakkan diri kalian setiap ada mobil lewat disini ?" tanya Rexton.
"Be-benar, tuan asing...", sahut budak bertubuh kurus kering itu seraya mengangguk ketakutan.
"Apa pekerjaan kalian ?" tanya Rexton.
"Kami sebelumnya adalah buruh perkebunan di Fort de Kock yang diusir oleh majikan kami karena memakan roti milik mandor", sahut budak itu ketakutan.
"Fort de Kock ?! Naik apa kalian kesini ?" tegas Rexton.
"Ka-kami menempuh perjalanan menggunakan perahu ilegal sebab kami tidak punya ongkos pulang bahkan upah kami tidak dibayarkan selama sebulan", sahut budak itu.
"Dan kalian merampok pengemudi kendaraan yang melewati di jalan ini", kata Rexton.
"Ya, benar...", sahut budak itu.
"Di perkebunan apa kalian bekerja ?" tanya Rexton.
"Kami biasanya berpindah-pindah perkebunan, terkadang bekerja di perkebunan opium, kopi maupun rempah-rempah", sahut budak laki-laki itu dengan tatapan ketakutan.
Rexton lantas melepaskan laki-laki pribumi yang tadi menyerangnya.
"Dimana asalmu ?" tanyanya.
"Saya berasal dari daerah tanah merah, cukup jauh dari sini", sahut laki-laki yang mengenakan blangkon terbalik itu.
"Kenapa kau bisa di daerah sini ? Apakah kalian selalu mengintai tempat ini setiap harinya ?" tanya Rexton.
"Terkadang kami mencari uang di daerah sekitaran sini kalau kami kehabisan uang", sahut laki-laki pribumi.
"Kenapa tidak cari kerja di daerah Batavia ?" tanya Rexton.
"Saya sudah mencari kerja dimana-mana, tapi selalu dikeluarkan dari tempat kami bekerja", sahut laki-laki itu.
"Kenapa ?" tanya Rexton sembari menyuruh pada Paul kembali ke mobil. "Tolong ambilkan kantung kain yang aku simpan di mobil, Paul !"
"Baik, tuan Rexton", sahut Paul lalu berjalan kembali ke mobil daimler yang terparkir agak jauh dari mereka berada sekarang ini.
"Kenapa kalian dikeluarkan ?" tanya Rexton mengulangi pertanyaannya.
"Sebab kami sering berkelahi dengan mandor di tempat kerja kami, kebanyakan dari mereka mencurigai kami atau menuduh kami pencuri", sahut laki-laki pribumi.
"Oh, begitu, ya...", ucap Rexton mengerti.
Rexton memasangkan sarung tangannya sembari melirik tajam ke arah dua orang laki-laki pribumi yang bersimpuh di dekatnya.
"Apa kalian mau bekerja denganku ?" tanya Rexton.
Dua laki-laki pribumi itu tersentak kaget ketika Rexton menawari mereka pekerjaan lalu mereka saling berpandangan penuh tanda tanya.
"Mau atau tidak bekerja denganku ?" tanya Rexton sekali lagi.
"Ya, kami mau", sahut laki-laki pribumi.
"Ta-tapi apa pekerjaan kami ?" tanya budak pribumi.
"Nanti aku beritahukan pada kalian setelah kalian datang ke alun-alun dekat gedung kegubenuran Batavia", sahut Rexton.
"Ta-tapi kami tidak berani kesana, bisa-bisa kami ditangkap dan dipenjarakan", kata laki-laki pribumi menolak.
"Kenapa takut, bukannya kalian para pencuri yang ahli melarikan diri", kata Rexton dengan tatapan tajam.
"Meski kami ahli melarikan diri tapi kami kalah banyak dari tentara kompeni, sama saja kami menghantarkan nyawa", sahut laki-laki pribumi.
"Siapa namamu ?" tanya Rexton.
"Kliwon dan teman saya namanya Suro", sahut Kliwon mengenalkan dirinya kepada perwira tinggi militer itu.
"Baiklah, aku akan menunggu kedatangan kalian disana, aku ada di dekat gedung gubenur, tepatnya disisi barat, disana gedung aku berkantor", kata Rexton.
Paul datang kembali sembari berjalan tergesa-gesa menghampiri Rexton, dia menyerahkan satu kantung kain kepada Rexton.
"Malam nanti datanglah ke kantorku, biar Paul yang akan mengantarkan kalian menemuiku", lanjut Rexton.
Rexton mengeluarkan beberapa kepingan emas dari kantung kain lalu menghitungnya.
"Ambillah emas ini, anggap saja bonus pertama kalian, hitung-hitung sebagai jaminan kalian kepada keluarga kalian jika nanti kalian berdua tidak pulang ke rumah", kata Rexton sembari memberikan kepingan emas itu kepada Kliwon dan Suro.