Demi membalas sakit hatinya pada ayahnya, Jansen Howard tidak pernah berniat menamatkan kuliahnya oleh sebab itu dia sudah berkuliah selama 5 tahun di universitas milik ayahya sendiri. Tidak hanya itu saja, Jansen Howard pun membentuk sebuah geng motor dan membuat banyak kekacauan namun dengan kekuasaan yang ayahnya miliki, dia bisa terbebas dengan mudah tapi semua itu tidak berlangsung lama karena semua kesenangan yang dia lakukan mulai terancam akibat seorang dosen cantik yang mampu melawannya.
Elena Jackson adalah putri seorang mafia yang keluar dari zona aman serta pengaruh besar keluarganya. Dia memilih untuk menjadi dosen disebuah universitas yag ada di kota London namun pekerjaan yang hendak dia nikmati justru membuatnya mendapatkan misi untuk menangani Jansen Howard. Merasa mendapatkan tantangan, Elena tidak menolak oleh sebab itu, hari beratnya dengan sang murid yang lebih tua darinya itu dimulai. Apakah Elena mampu menyelesaika misi dan mengatar Jansen pada pintu kelulusan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemuda Pembawa Masalah
Bingung mau pergi ke mana, itu yang dialami oleh Jansen karena dia tidak memiliki tujuan dan tidak memiliki uang. Jansen berjalan tanpa tujuan arah, jika ingin mengusir tidak seharusnya membakar motornya agar dia bisa pergi dengan mudah. Meski dia pun sudah tidak mau berada di rumah itu lagi tapi dia tidak memiliki tujuan lagi selain satu tujuan saja yang bisa dia tuju saat ini. Sepertinya mau tidak mau dia harus meminta bantuan pada geng motornya karena dia tidak mungkin berjalan kaki untuk tiba ke tempat tujuannya.
Elena yang baru saja mandi keluar dari kamarnya sambil mengeringkan rambut. Elena berjalan menuju dapur dan mengambil kotak susu di dalam kulkas namun suara pintu yang diketuk dari luar membuat Elena tidak jadi meminum susunya.
Elena diam sejenak untuk mendengar apakah dia tidak salah dengar namun pendengarannya tidaklah salah karena ada yang mengetuk pintu dari luar sana. Kotak susu kembali di simpan di dalam kulkas. Entah siapa yang datang, semoga saja bukan para geng motor yang memanggilnya sebagai kakak ipar.
Karena ingin tahu, Elena mengintip dari jendela untuk melihat siapa yang ada di luar sana tapi seperti yang dia duga, para geng motor memenuhi pekarangan rumahnya. Dia tidak terkejut melihat mereka tapi yang membuatnya heran adalah keberadaan Jansen bersama dengan mereka dengan sebuah koper. Firasat buruk, dia curiga Jansen baru saja diusir oleh ayahnya. Elena buru-buru membuka pintu, takut para tetangga terganggu dengan kehadiran mereka semua.
"Selamat sore, kakak ipar!" para geng motor itu memanggilnya serempak.
"Wow, sejak kapan dia jadi kakak ipar kalian?" tanya Jansen yang baru tahu akan hal ini.
"Sejak kakak ipar mengalahkanmu, Bos!" jawab salah satu anak buahnya.
"Stop memanggil aku kakak ipar! Apa yang kalian lakukan di sini?" Elena memijit pelipis melihat motor yang begitu banyak di pekarangan rumahnya.
"Kami mengantar bos ke sini, kakak ipar!"
"Kenapa ke sini? Rumahku bukan tempat penampungan!"
"Aku tidak memiliki tempat lagi selain di sini!" jawab Jansen seraya melangkah melewatinya sambil membawa kopernya.
"Apa? Jangan katakan kau baru saja diusir!" ucap Elena dengan nada kesal.
"Yeah, begitulah, Tolong beri aku tumpangan!" pinta Jansen. Selain di sana, di mana lagi dia akan diterima? Para anak buahnya tidak mungkin karena mereka juga memiliki keluarga yang cukup kacau seperti dirinya.
"Hei, jangan seenaknya!" Elena hendak mencegah tapi Jansen sudah melangkah masuk.
"Kami titip bos kami, kakak ipar!" ucap anak buah Jansen.
"Apa maksud ucapan kalian?" tanya Elena.
"Kami titip bos kami, kakak ipar. Kau bisa melalukan apa saja yang kau mau padanya!" anak buah Jansen membubarkan diri karena mereka tidak mau membuat Elena marah.
"Hei, tunggu. Bawa dia pergi!" pinta Elena tapi para anak buah Jansen sudah mengambil langkah seribu dengan motor mereka.
"Hei, tunggu!" Elena mencegah yang satu namun pergi, dia pun mencegah yang lain tapi hal yang sama pun terjadi sampai semuanya pergi.
"Kau boleh melakukan apa pun pada bos, kakak ipar!" teriak anak buah Jansen sebelum mereka semua pergi.
"What?" Elena justru terdiam di depan rumahnya dengan keadaan linglung. Dia ditinggalkan dengan si biang kerok yang sudah ada di dalam rumahnya dan duduk dengan santai. Elena memijit pelipis, jangan katakan dia harus memberikan tampungan untuk Jansen yang sudah seperti anjing liar yang tersesat. Tidak bisa, sebaiknya dia meminta pemuda itu pergi karena dia tidak mau tinggal dengan seorang pria.
"Apa yang terjadi padamu?" tanya Elena setelah berada di dalam.
"Kau bisa lihat, aku diusir oleh ayahku!"
"Bagaimana bisa? Apa kau membuatnya marah?"
"Tidak, begitu aku kembali motorku sudah dibakar dan dia mengusir aku.
"Apa ayahmu mengatakan sesuatu?"
"Yeah, dia berkata jika dia ingin aku mandiri bahkan dia tidak akan memberikan aku uang lagi!"
"Apa benar kau tidak membuat keributan sebelum diusir?" tanya Elena curiga.
"Tentu saja, untuk apa aku membuat keributan. Jika aku membuat keributan maka sudah aku pukul mereka yang membakar motorku!"
Lagi-Lagi Elena memijit pelipis, pusing. Dia datang ke kota itu untuk memulai karir pertamanya tapi dia justru bertemu dengan pemuda yang luar biasa banyak masalah dan sialnya dia justru tidak tega sama sekali padahal dia bisa menendang Jansen keluar dari rumahnya saat ini dengan mudahnya.
"Aku tidak punya tempat dan tujuan lagi, Elena. Aku hanya punya kau saja," ucap Jansen.
"Enak saja. Jangan mengucapkan perkataan seolah-olah aku ini kekasih atau istrimu!"
"Aku tidak bermaksud, tapi hanya kau yang peduli padaku. Aku tidak punya tujuan, para anak buahku memiliki masalah masing-masing jadi aku tidak bisa merepotkan mereka. Selain dirimu, aku harus pergi ke mana lagi? Aku benar-benar tidak memiliki tujuan selain berada di sini!"
"Kau benar-benar pemuda pembawa masalah!" Elena menggeleng dengan sakit kepala luar biasa.
"Tolong beri aku tumpangan, aku tidak akan merepotkan. Aku sudah berkata akan berubah, maka akan aku lakukan meski aku ditendang keluar tanpa satu peser pun oleh si tua bangka itu!" ucap Jansen.
"Jangan menyalahkan ayahmu, tindakan yang kau lakukan selama ini pasti sudah membuatnya cukup muak dan aku rasa apa yang dia lakukan padamu cukup benar. Seharusnya kau membuatnya bangga dengan prestasi bukan dengan masalah yang tiada henti!"
"Dia tidak pernah mempedulikan aku dan kau tidak tahu bagaimana rasanya tidak dianggap saat ada yang menggantikan posisimu!"
"Baiklah, baik. Tidak perlu membela diri. Kau sudah membuang waktumu begitu banyak hanya untuk membuat ayahmu marah dan aku rasa dia mengusirmu keluar untuk melihat apakah kau mampu bertahan atau tidak jadi buktikan padanya jika kau mampu. Jangan membuat kekacauan lagi meski kau tidak memiliki uang satu peser pun. Banyak jalan untuk menuju sukses asal kau mau!"
"Aku tahu, sebab itu aku membutuhkan bantuanmu. Aku akan berusaha untuk mengubah semuanya dan aku tidak akan mengecewakan dirimu yang telah menolong aku dan aku pun akan menunjukkan pada ayahku, jika aku mampu bertahan meski tanpa dirinya dan aku pasti kembali untuk menendang mereka!" kedua pencuri itu sudah pasti akan dia tendang dari rumahnya dan akan dia kirim kembali menjadi gelandangan.
"Bicara mudah tapi prosesnya tidak mudah. Aku harap kau tidak menyerah di tengah jalan. Aku pun sedang berusaha untuk hidup mandiri, jadi jangan semakin mempersulit aku!" ucap Elena.
"Wah, bagaimana jika kita berjuang bersama-sama? Aku tahu tidak akan mudah tapi aku akan terus berusaha. Jika aku sudah tidak mampu dan ingin menyerah, tolong ingatkan aku untuk tidak menyerah agar aku terus berjuang bersama denganmu jadi berikan aku tumpangan. Aku tidak akan melupakan kebaikanmu untuk seumur hidupku."
"Cukup bicaranya. Tinggal di rumahku tidaklah gratis dan ingat, jika kau berani membuat masalah maka aku akan langsung menendangmu keluar dari rumah ini!"
"Jadi aku boleh tinggal?" dia tahu Elena pasti mau membantu.
"Jangan senang dulu, sudah aku katakan tidaklah gratis karena ada syarat yang harus kau penuhi!" Elena melangkah pergi, dia tidak bisa mengabaikan Jansen karena dia tahu pemuda itu butuh dukungan dan bimbingan di saat keadaannya sedang seperti itu. Jangan sampai pemuda itu semakin hancur saat dia menolak untuk membantunya. Lagi pula tidak ada salahnya, dia harus belajar untuk membantu orang lain agar keluarganya bangga padanya.