Kisah ini berasal dari tanah Bugis-Sulawesi yang mengisahkan tentang ilmu hitam Parakang.
Dimana para wanita hamil dan juga anak-anak banyak meninggal dengan cara yang mengenaskan. Setiap korbannya akan kehilangan organ tubuh, dan warga mulai resah dengan adanya teror tersebut.
Siapakah pelakunya?
Ikuti Kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tatapan Tajam
"Hah!" Beny tersentak kaget, lalu berusaha mendorong sosok tersebut.
"Haaaaaasschiiim.." sosok Parakang itu tiba-tiba bersin saat mencium aroma bawang putih yang menyebar dari tubuh Beny.
"Haaaassschiiim..." sosok itu kembali bersin, dan kesempatan itu dijadikan sebuah peluang oleh Beny untuk menendang sang Parakang.
Wuuuuussssh
Sosok itu melesat dengan cepat dan menghantam dinding, tetapi ia berhasil untuk merayap dan menatap pada Beny yang saat ini sedang berupaya untuk bangkit.
"Sial!" maki Beny dengan kesal, lalu mengambil pistolnya yang tergeletak dilantai, dan ia menembakkan ke arah sosok Parakang tersebut.
Doooor
Suara tembakan menggaung cukup kuat, hingga mengejutkan Andi Enre yang sedang tertidur.
Ia mengerjapkan kedua matanya dan mengamati sekitarnya. "Mengapa seperti suara tembakan?" gumamnya dengan lirih.
Ia beranjak bangkit dari tepian ranjangnya. Lalu menatap sang istri yang terlihat sangat pulas. "Sayang, Sayang, kamu ada dengar suara tembakan tidak?" ia mengguncang pundak sang istri.
Doooooor
Kembali suara tembakan menggema terdengar sampai le rumahnya.
Akan tetapi, Daeng Cening terlihat tak merespon.
"Ya, Ampun... Kamu tidur udah kek kebo aja, gak dengar apapun." rutuk Andi Enre, lalu beranjak dari ranjangnya dan menuju keluar dari kamar
Ia mendengar suara tembakan itu berasal dari rumah Takko yang tampak kosong.
Ia ingin melihat apa sebenarnya yang terjadi disana. Saat bersamaan, suara lolongan anjing kembali terdengar sangat nyaring dan membuat suasana semakin terasa berbeda.
"Kenapa jadi merinding, ya?" gumamnya dengan lirih, sembari bergidik ngeri.
Saat bersamaan, ia mengintai dari jendela ruang depan, dan ia melihat rumah tersebut tampak terang.
Sementara itu, Beny beranjak keluar dari ruangan tersebut, dan berupaya menuju ruang depan untuk segera keluar dari rumah yang dianggapnya sebuah malapetaka.
Nafasnya tersengal, dan ia setengah berlari dengan langkah yang tertatih dan tenaga yang terlihat semakin menipis.
Ia mencoba membuka pintu, tetapi kunci sangat sulit untuk dimasukkan.
Tak berselang lama, terlihat sosok Parakang yang tadi ia tembak saat diruang CCTV dan kini sudah mengejarnya dengan cara merangkak dilantai.
Beny semakin gemetar, dan ia berusaha membuka pintu rumah dengan tangan yang terlihat tremor dan nafasnya memburu.
Sedangkan sosok Parakang sudah hampir mendekat, dan akhirnya pintu terbuka, lalu membuatnya berlari keluar rumah dengan gemuruh didadanya.
Sosok Padakang itu ikut mengejarnya dengan satu kali lompatan yang cukup cepat dan menghadangnya.
Ketika Beny berusaha menembaknya kembali, Andi Enre membuka pintu rumahnya, sebab merasa penasaran dengan sosok hitam bermata merah yang saat ini hendak ditembak oleh polisi tersebut.
Suara pintu terbuka membuat Beny menoleh ke arah sumber suara dan saat bersamaan, sosok itu menghilang dengan sangat cepat bersamaan, dengan lolongan anjing yang semakin kuat dan kepala binatang berkaki empat itu kenoleh ke arah kelebatan bayangan hitam yang melesat dengan cepat menuju sisi kiri dari rumah Andi Enre.
Saat Beny menoleh kearah sosok Parakang yang tadi hendak menyerangnya, tiba-tiba saja sudah menghilang.
"Hah!" ia tersentak kaget, lalu menyapu pandangannya dalam kegelapan malam yang pekat, dan mencari keberadaan sosok tersebut, akan tetapi tidak menemukan apapun yang ia cari.
Sedangkan anjing yang sedang menggaung itu terus saja melolong panjang dan menatap rumah berada didepannya.
Sementara itu, Andi Enre berjalan keluar menuju ke arah Bemy yang sedang kebingungan.
"Ada apa, Pak?" tanyanya dari depan pagar. Ia juga merasa penasaran dengan sosok hitam yang tadi sempat ia lihat dari jarak lima puluh meter.
"Hah!" Beny tersentak kaget, lalu menatap pria itu dengan wajah pucat. Ia menatap Beny yang terlihat memperhatikannya dengan wajah penuh selidik.
"Saya lihat Parakang, dan itu berasal dari sana saat ia datang." tunjuknya dari arah sisi kiri rumah Andi Enre.
Tentu saja hal itu membuat pria itu mengikuti arah yang ditunjuk oleh sang Polisi.
"Maksud, Bapak--apa?" tanyanya balik.
Beny menatap pada Andi Enre dengan sangat dalam, mencari makna dari apa yang sedang dibicarakan oleh polisi tersebut.
"Saya melihat Parakang keluar dari sisi kiri rumah, Bapak. Apakah itu tandanya ada yang sedang tidak beres dengan Bapak?!" tanya Beny dengan tatapan tajam yang mengintimidasi.
"Hah? Parakang? Lalu apa hubungannya dengan saya, Pak?" Andi Enre mulai tak senang, sebab merasa jika ucapan dari Beny seolah sedang menuduh dan menyudutkannya.
"Sebaiknya kita lihat kamar bapak, apakah istri bapak masih ada dikamar atau tidak." ajak Beny pada Andi Enre.
Sontak saja hal itu semakin membuat Andi Enre merasa berang, karena tujuan ucapan dari Beny tentu arahnya pada sang istri yang dianggap sebagai sosok parakang.
"Tolong bapak jangan sembarangan dan asal bicara, sebab saya tidak senang, dan akan melaporkan atas ucapan bapak atas tindakan pencemaran nama baik dan juga perbuatan tidak menyenangkan," ancam Andi Enre tanpa rasa takut.
Beny mengusap wajahnya dengan dilema menggunakan telapak tangannya. Ia bingung bagaimana cara menyampaikannya kepada Andi Enre yang terlihat sangat kesal padanya.
Saat keduanya terlibat perdebatan, terlihat mobil polisi menuju ke arah rumah Takko dengan suara sirine yang menggema ditengah malam nan sunyi.
Andi Enre memilih untuk pergi, dan meninggalkan Beny yang menatapnya dengan perasaan penuh kecurigaannya.
Mobil itu berhenti didepan rumah Takko yang membuat kedua pria itu berhenti dengan debatnya.
Seorang komandan turun dari dalam mobil, dan menghampiri Beny yang terlihat terluka parah dibagian wajahnya sebab mendapatkan serangan Parakang saat bersama Jhony.
"Kenapa wajahmu banyak luka?" tanya sang Komandan, sembari menyeka darah yang keluar dari bekas cakaran yang cukup dalam dibagian wajah anak buahnya.
Beny tidak tahu harus menjawab apa, sebab jawabannya tidak akan diterima akal oleh siapapun.
Apakah Komandannya juga akan menaggapi hal yang sama seperti Bripol Jhony dan juga Andi Enre?
"Lapor Komandan, Bripol Jhony meninggal," ucapnya dengan nada berusaha tegas, meskipun ia sangat kesakitan saat ini.
"Bagaimana ini bisa terjadi bukankah kalian hanya berdua saja?" tanya pria itu mencoba menyelidiki.
Bripda Beny tampak sangat bimbang, apakah ia akan mengatakan, jika Jhony tewas diserang makhluk jadi-jadian.
"Bripol Jhony diserang oleh Parakang, Komandan!" Bripda Beny menyampaikan apa yang terjadi, semoga saja ia tidak ditertawakan.
Sang Komandan tercengang. Ia merasa bingung dengan jawaban anak buahnya yang dinilai sedikit membingungkan. Ia meminta kepada bawahannya yang lain untuk memeriksa kondisi Bripkol Jhony yang tadi suha diinfokan.
"Apa Parakang?" tanya sang Komandan dengan menatap Beny yang terlihat sangat ketakutan.
Sepertinya sang bawahannya itu mengalami syok yang cukup berat.
"Sosok itu berbulu lebat, hitam, dengan bola mata merah menyala dan gogi taring yang tajam," ucapnya dengan bibir gemetar.