Menghadapi kerasnya kehidupan, membuat Aqilla menjadi seorang wanita yang tegar. Semenjak kedua orangtuanya meninggal dalam suatu kecelakaan, membuatnya menjadi pribadi tertutup. Dengan merintis usaha kecil bersama sang adik, untuk membiayai kehidupannya sehari-hari. Dalam kondisi ekonomi yang dibilang sulit, ia tetap bertahan.
Hingga suatu hari, ia dipertemukan dengan seseorang yang selalu berkaitan dengan darah, bahkan membunuh pun adalah kesehariannya. Namun hal itu tersembunyi dibalik kharismanya sebagai salah satu CEO di suatu perusahaan besar.
Bagaimana kelanjutannya?
Apakah yang akan terjadi jika mereka dipertemukan?
Penasarankan, ikuti terus up dari karyanya ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Kini, wajah dingin itu berubah menjadi seperti wajah seseorang yang sangat ketakutan. Aqilla membalas pelukannya, menggusap punggungnya dengan perlahan.
" Menanggislah, lepaskan semua kegundahan yang anda rasakan, tuan."
" Jangan pergi, jangan jauhi saya." Suara Akhtar masih terdengar pilu bagi Aqilla.
Apakah ini maksud dari nyonya itu katakan? Sisi lain dari Akhtar? Apakah begitu beratnya beban yang harus ia alami selama ini? Batin Aqilla.
" Tuan, anda sudah enakan? Ini, minum dulu teh hangatnya." Air teh yang sebelumnya telah dibuatkan oleh Haykal.
Akhtar perlahan melepaskan pelukannya, menerima cangkis yang berisikan air teh hangat dari Aqilla. Perlahan ia meneguknya, tatapan mata itu masih kosong.
" Jangan pergi, jangan jauhi saya. " Akhtar bertatapan dengan wajah Aqilla.
" Hem, tuan. Jangan pernah berpikiran seperti itu, kita akan menghadapinya bersama ya." Aqilla menggenggam tangan Akhtar.
Mendengar perkataan Aqilla, membuat Akhtar menampakkan senyuman walaupun itu sedikit terpaksa. Namun, lama kelamaan tatapan itu menjadi sangat tajam. Tangan yang semula Aqilla genggam, kini berbalik mencengkram lehernya dengan sangat kuat.
" Ekhh tuan, sakit." Aqilla meringgis.
" Dasar wanita ja**lang, kau membohongiku hah!! Kau hanya menggincar semua hartaku, lalu kau pergi semaumu. Kau kira, aku akan melepaskanmu begitu saja, hah! Tidak akan pernah JOANA!!!." Teriak Akhtar.
Mendengar teriakan, Haykal segera keluar dari kamarnya. Matanya melebar, ketika melihat kakaknya sedang dalam cengkraman. Ketika ia akan melangkahkan kakinya, Aqilla segera memberikan kode dengan tangannya agar Haykal tidak mendekat. Haykal dibuat bingung, namun ia menggikuti kemauan sang kakak dan melihatnya dari pintu kamar.
Nafas Aqilla sudah sangat sesak, cengkraman itu semakin erat.
" Tu tu tuan. A A Aqi Aqilla!!!." Suara terbata-bata.
Mata itu menatap perlahan dan menggendurkan cengkraman pada leher Aqilla, seketika itu Akhtar memundurkan dirinya hingga punggungnya membentur dinding.
" A a apa yang su sudah Sa sa saya lakukan?" Menatap tangannya yang bergetar.
Tanpa menghiraukan rasa sakit pada lehernya, Aqilla langsung memeluk tubuh Akhtar dan berusaha untuk menenangkannya. Seperti Ibu yang sedang membujuk anaknya, dengan penuh kasih sayang.
" Jangan mengingat kenanggan yang tidak anda inginkan, tuan. Cobalah untuk berdamai dengan masa lalu, karena masa depan anda masih sangan panjang. Anda pasti bisa menatanya kembali, menjadi cerita yang indah untuk kehidupan yang mendatang. " Perlahan Aqilla melepas pelukannya, menatap wajah Akhtar dengan lembut serta senyuman yang menenangkan.
Haykal menjadi penonton yang setia, dari berbagai drama, action serta drama melow percintaan. Sungguh membuatnya terperanggah, matanya kini sudah tidak perjaka lagi.
Aahhh, apes bener nasib jomblo sepertiku ini. Melihat berbagai aksi percintaan yang dibumbui dengan perkelahian, sungguh membuat otak ini tidak sinkron lagi dengan mata. Apalagi ini kakakku sendiri, mau bantuin tapi kena intimidasi. Nggak di tolong, apa kata dunia nanti. Bodoh amat dah, suka-suka mereka aja. Awas aja kalau nanti minta bantuan gue, gue akan minta imbalan yang besar. Nyahok-nyahok deh lu pada. Batin Haykal, ia lalu masuk kembali ke dalam kamar.
Aqilla akhirnya menyadari, bahwa dibalik ketegassan, sikap dingin dari Akhtar. Tersimpan trauma yang mendalam, sekuat apapun yang dilakukan Akhtar untuk melupakan rasa traumanya. Akan menjadi sia-sia, tidak ada dukungan dari orang-orang terdekatnya. Keluarga yang sangat ia sayangi, malah semakin membuatnya terpuruk. Hanya Amirah, Mamanya Akhtar yang selalu mensuportnya. Itupun selalu mendapatkan berbagai ancaman dari Papa dan kakaknya, agar sang Mama tidak menggurusi Akhtar.