Wilona Anastasia adalah seorang gadis yang dibesarkan di desa. namun Wilona memiliki otak yang sangat jenius. ia memenangkan beberapa olimpiade dan mendapatkan medali emas sedari SMP. dia berniat untuk menjadi seorang dokter yang sukses agar bisa memberikan pengobatan secara gratis di desa tempat ia tinggal. Lastri adalah orang tua Wilona lebih tepatnya adalah orang tua angkat karena Lastri mengadopsi Wilona setelah Putri satu-satunya meninggal karena sakit. namun suatu hari ada satu keluarga yang mengatakan jika mereka sudah dari kecil kehilangan keponakan mereka, yang mana kakak Wijaya tinggal cukup lama di desa itu hingga meninggal. dan ternyata yang mereka cari adalah Wilona..
Wilona pun dibawa ke kota namun ternyata Wilona hanya dimanfaatkan agar keluarga tersebut dapat menguasai harta peninggalan sang kakek Wilona yang diwariskan hanya kepada Wilona...
mampukah Wilona menemukan kebahagiaan dan mampukah ia mempertahankan kekayaan sang kakek dari keluarga kandungnya sendiri...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Call Me Nunna_Re, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33
Ruang kerja Wijaya berantakan. Laporan keuangan berserakan di lantai, layar komputer menampilkan grafik saham yang anjlok drastis, dan ponsel di tangannya terus berdering tanpa henti.
“Mas, mohon tenang dulu,” ucap Shinta cemas, mencoba menenangkan suaminya.
“Tenang?!” Wijaya membanting ponsel ke meja hingga retak. “Kamu pikir aku bisa tenang saat uang ratusan miliar lenyap begitu saja, Shinta?!”
Shinta menunduk. Ia tahu ini bukan saat yang tepat untuk menegur. Wijaya berjalan mondar-mandir, wajahnya merah padam.
“Sialan! Siapa pun yang berani mengacaukan sistemku akan kubuat berlutut di depan kaki ku ini!”
Tak lama kemudian, Tania masuk membawa laptop.
“Papa, aku sudah coba tanya teman hacker ku di komunitas luar negeri. Mereka bilang… pelakunya menggunakan sistem terenkripsi berlapis. Jalurnya dibagi-bagi ke server di berbagai negara. Katanya mustahil untuk dilacak.”
Wijaya menatap tajam. “Tidak ada yang mustahil! Kalau mereka tidak bisa, berarti mereka bodoh!” Ia menarik napas keras. “Cari orang lain! Aku tidak peduli berapa biayanya, aku ingin tahu siapa pelakunya!”
Tania menatap sang ayah ragu. “Pa, kalau ini ulah Wilona, berarti....”
“Berarti aku akan pastikan gadis itu menyesal dilahirkan!” bentak Wijaya.
Namun di sudut ruangan, Shinta justru menatap suaminya dengan mata yang berbeda antara takut dan bersalah.
“Mas… kalau benar dia yang melakukannya, mungkin itu karena dia sakit hati… Kamu memang sudah terlalu keras pada nya,” ucap Shinta lirih.
Wijaya menatap istrinya tajam. “Diam, Shinta! Jangan pernah bela dia lagi. Anak itu bukan bagian dari keluarga kita! Dia cuma titipan , dia hanya warisan! Lagian kehadirannya di dunia ini sama sekali tidak diinginkan dan aku sangat tahu hal itu.”
"Apa maksud Papa?." ternyata Nia dengan penuh selidik.
"Sudah beberapa bulan sejak kepergiannya dari mansion, tiba-tiba saja kakek kamu mendapat kabar kalau ia sudah hamil, dan papa yakin pasti dia adalah anak di luar nikah.Karena kakek kamu tidak merestui hubungan Lestari dengan ayah Wilona."
"Apa??, jika seperti itu kenapa kakek malah menjadikan dia pewaris seluruh kekayaan Kusuma?."
"Itu yang papa sendiri gak tau, alasan kakek kamu membuat Wasiat seperti itu."
Kediaman Dirgantara...
Wilona duduk di ruang tamu, matanya terpaku pada layar laptop. Galen duduk di sampingnya, memperhatikan wajah gadis itu yang serius dingin, tapi ada sedikit kelelahan di matanya.
“Udah cukup, Lona. Kamu udah kasih pelajaran yang lebih dari cukup,” ucap Galen perlahan.
Wilona menutup laptopnya, menatap suaminya itu. “Galen, mereka bukan cuma jahat. Mereka licik. Kalau aku berhenti sekarang, mereka akan balas. Dan saat itu terjadi, semua orang di pihakku bisa kena.”
“Termasuk aku?” Galen menatapnya dalam.
Wilona terdiam sejenak. “Itulah kenapa aku takut.”
Galen memegang tangan Wilona, hangat dan tegas.
“Kalau kamu takut kehilangan aku, berhentilah memikul semuanya sendirian. Aku di sini bukan cuma buat lihat kamu berperang. Aku di sini buat berdiri di samping kamu.”
Wilona menatap Galen lama. Tatapan itu mencairkan dinding dingin yang selama ini ia bangun.
“Aku nggak tahu Gal, apa aku bisa hidup tanpa kamu, Galen…” katanya pelan.
Galen tersenyum lembut. “Jangan bilang gitu. Aku nggak ke mana-mana. Tapi, janji ya… apapun yang kamu rencanakan, aku harus tahu.”
Wilona mengangguk. “Janji."
Felix baru saja pulang dari luar kota. Begitu melihat Wilona masih di ruang tamu, ia berjalan mendekat.
“Wilona, kakek dengar kabar saham perusahaan Kusuma anjlok. Kamu tahu sesuatu soal ini?”
Wilona terdiam sejenak, lalu menjawab hati-hati, “Aku cuma memberi pelajaran,kek. Mereka sudah terlalu keterlaluan.”
Felix menatapnya dalam, lalu duduk di sampingnya.
“Kakek paham perasaanmu, tapi ingat… balas dendam itu seperti racun. Sedikit saja bisa membuatmu kehilangan arah.”
Wilona mengangkat wajahnya. “Kek… aku tidak dendam. Aku hanya ingin mereka tahu, aku bukan anak kampung bodoh seperti yang mereka pikir selama ini.”
Felix menghela napas, menatap cucunya dengan penuh kebanggaan sekaligus kekhawatiran.
“Kamu memang luar biasa,Nak. Tapi kekuatan tanpa kendali bisa menghancurkan diri sendiri. Kusuma dulu juga begitu keras kepala dan sulit diredam.”
Wilona menatap Felix. “Apakah kakek Kusuma juga pernah melawan sesuatu yang ia ciptakan sendiri?”
Felix menatap jauh. “Lebih dari itu. Ia kehilangan putri satu-satunya karena kesombongan. Dan aku tidak mau melihat cucunya mengulang kisah yang sama.”
Wilona menunduk. “Aku janji, kek… Aku akan tahu kapan harus berhenti.”
Felix mengelus kepala Wilona lembut. “Kalau begitu, Kakek percaya padamu.”
...****************...
Kesesokan harinya, seorang pria berjas hitam datang menemui Wijaya. Wajahnya dingin, dan tatapannya tajam seperti pisau.
“Saya dengar Bapak butuh orang yang bisa mencari pelaku peretasan,” katanya.
Wijaya mengangguk. “Betul. Aku ingin orang itu ditemukan dan kalau bisa, hancurkan reputasinya.”
Pria itu menatap sejenak, lalu tersenyum tipis. “Nama saya Reno. Saya tidak bekerja untuk perusahaan, Pak. Saya bekerja… untuk hasil.”
Wijaya menyipitkan mata. “Berapa?”
“Tidak perlu uang muka,” jawab Reno ringan. “Tapi nanti, setelah saya temukan siapa pelakunya, Bapak harus siap menghadapi konsekuensinya.”
“Konsekuensi?”
“Ya,” Reno tersenyum samar. “Karena orang yang Bapak cari bukan sekadar hacker. Dia... jenius. Dan kalau Bapak salah langkah, Bapak bisa kehilangan segalanya.”
Wijaya membalas dengan tatapan dingin. “Kalau itu harga yang harus kubayar untuk menjatuhkan dia… aku siap.”
Reno menatapnya tajam. “Baik. Maka permainan akan dimulai.”
Sorenya sepulang sekolah Wilona kembali menatap layar laptopnya. Di pojok layar, muncul notifikasi aneh baris kode berwarna merah yang tak seharusnya ada.
Ia menatap layar itu, dan bibirnya tersenyum tipis.
“Jadi mereka mulai mencari balik, ya…” gumamnya.
“Baiklah, kita lihat siapa yang lebih dulu menyerah.”
Galen mengetuk pintu dari luar.
“Wilona, kamu langsung istirahat?”
Wilona menutup laptopnya cepat dan tersenyum. “Iya, sebentar lagi,Gal. Aku mau mandi dulu.”
Galen menatapnya curiga. “Kamu nggak lagi main-main dengan server orang lagi, kan?”
Wilona terkekeh kecil. “Nggak kok… aku cuma main game kecil.”
Galen masuk, berjalan mendekat. “Game yang bisa bikin satu perusahaan jatuh?” godanya.
Wilona tersenyum misterius, menatap Galen dalam. “Mungkin.”
Galen menghela napas, lalu memeluknya dari belakang. “Kalau permainan ini jadi berbahaya, hentikan, ya? Aku takut kehilangan kamu.”
Wilona memegang tangan Galen, menepuknya lembut.
“Tenang aja, Gal… Aku sudah tidak sendirian lagi sekarang. Kan ada kamu yang akan selalu jagain aku."
Cup